KETIGA

4 0 0
                                    


"Tatiana, wake up!"

Aku menatap Tatiana lirih. Dia sahabatku, dan aku tak ada disisinya selama dia terbaring. Aku payah.

Tubuhku berputar menghadap Mr. Navy, "apa yang terjadi?" Bahu Mr. Navy mengedik pelan.

"Koruptor. Melarikan diri dan memalsukan identitas ke Rusia. Tatiana sangat berambisi untuk menangkapnya. Didetik Tatiana berhasil mengiringnya ke mobil, ternyata di dalam tubuh wanita itu ada bom. Terlambat, bom itu meledak. Tatiana lebih gesit dari yang kita kira. Tubuhnya melenting, melompat berlindung dimana saja. Kepalanya terbentur oleh robohan tembok. Cukup parah."

Mr. Navy menghela napas. "Dokter mengatakan dirinya sudah cukup layak untuk sadar, tapi aku tidak tahu apa yang salah dengannya."

Aku memberi kode pada Mr. Navy untuk meninggalkanku bersama Tatiana. Mereka pergi.

Terdiam cukup lama, aku mengirim pesan pada Mr, Navy untuk memanggil Kak Alka ke medicube. Cukup gila memang memanggil businessman yang sibuk di Jakarta untuk ke medicube. Tak berapa lama Mr. Navy membalas surelku.

Tubuhku bergetar. Ini tak mungkin. Dalam tiga hari aku sudah mendapatkan banyak kejutan. Analisa dan hasil pengintaian Mr, Navy pasti salah. Ini bukan dia. Bukan. Air mataku luruh. Dia tidak mati. Semua pernyataan Mr. Navy masuk akal dan mempunyai bukti yang kuat. Kak Alka keliru.

Dia tidak mati hanya menghilang.

Smartphoneku berdering.

Nomor tak dikenal, ragu untuk mengangkat. Dengan gemetar aku menekan tombol hijau.

"Sudah lama sekali..."

Smartphoneku lolos jatuh membentur lantai. Dia, ini dia. Tangisku semakin menjadi. Rasa takut dan sakit itu kembali datang. Gelisah tak menentu. Semua rasa itu bercampur. Hati yang dulu sudah kutata dengan susah payah kembali runtuh dan tak berbentuk.

Kenangan kelam yang mambawaku ke London lima tahun lalu. Yang membuatku depresi dan hampir saja aku masuk ke rumah sakit jiwa. Semua keberanian agenku hilang. Yang ada hanya rasa takut dan gelisah.

"Lakarin," panggilan tercekat itu menyentakku. Aku tergagap dan dengan sigap memencet tombol merah di atas brankar.

"Tatiana, apa yang terjadi?" Tanpa basa basi aku bertanya. Tak sopan memang bertanya disaat Tatiana baru saja sadar.

Tatiana memutar bola matanya, "jika kau lupa, aku baru saja sadar."

Tatiana menghela napas saat aku memaksanya untuk bercerita. Dia lalai saat menjalankan tugas. Aku menceritakan juga tentang analisa Mr. Navy. Ia sedikit tertekan. Entah karena apa. Aku semakin penasaran dengan tingkahnya yang sangat mencurigakan.

"Aku tidak bersalah sepenuhnya," ia terdiam. "Kezia adalah seorang gembong narkoba. Kesalahan penyelidikan. Aku menembak Arian di London. Tembakan jauh. Kau tahu selama ini aku selalu bekerja sendiri. Saat aku berlari menghampiri dia. Tubuhnya hilang. Alka hanya tahu sebatas Arian ditembak."

Kezia—kembaranku yang juga selingkuhan Arian—kembali ternyata. Ia kembali membawa mimpi buruk yang selalu ia bawa kemana pun ia pergi. Dimana Kezia itulah pertanyaan pertama yang muncul di otakku.

Aku menugaskan beberapa suster untuk menjaga Tatiana dan segera pergi menuju ruangan Mr. Navy. Ini saatnya aku untuk bergerak. Semua rencana sudah kususun. Kejadian tak terduga dapat aku selesaikan nanti.

Selesai adu urat dan pendapat akhirnya aku terbang ke Indonesia. Aku akan menyelesaikannya di sana. Melawan rasa takut yang sangat sulit, aku mencoba untuk siap bertemu dengan mereka.

Mr. Navy tak membiarkanku pergi begitu saja. Aku tahu, diam-diam ia mengerahkan ajudannya untuk membuntutiku dan muncul disaat aku terdesak. Terbukti saat aku menaiki pesawat komersil. Ada banyak orang sejenis yang berpura-pura menghiraukan sekitar.

ASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang