Morning Routine with Jinguji Jakurai

3.2K 220 49
                                    


Hypnosis Mic © KING RECORD, IDEA FACTORY and Otomate

Tema : Morning Routine

Chara : Jinguji Jakurai x Reader

.

Enjoy!

.

Kantuk di mata masih berat bergelayut kala kau memaksa membuka pengelihatanmu pertama kalinya pagi ini. Sayup kau mendapatkan suara rendahnya yang sehalus sutera menyahut panggilan dari ponsel yang ia lekatkan di telinga. Bicaranya masih terdengar cukup serak karena baru kembali dari fantasi mimpi. Jakurai tidak lagi terlelap di sisimu. Punggung yang tanpa lapis lindung setelan tidur menyandar pada papan kayu ranjang yang menjadi tempat rebahan semalam kalian berdua.

Sembari fokus dengan lawan bicara di seberang sambungan, lembut tangannya senantiasa mengusap pucuk kepalamu dengan penuh sayang. Sesekali jemarinya memilin atau menelusuri lembar rambutmu, kebiasaannya setiap melakukan percakapan saat bolpen absen di tangan untuk ia permainkan dalam genggaman. Sementara rambut panjangnya sendiri ia singkap menyamping, terjatuh indah memenuhi sisi pundak kirinya yang kokoh.

"Saya paham. Hal ini saya harap bisa Anda komunikasikan lebih dulu dengan Ishiki-sensei. Saya segera ke sana." Wajahnya masih serius menutup percakapan. Ponsel kembali tergeletak di atas meja tepi ranjang dan ia berencana bangkit untuk segera menyiapkan diri saat menyadari tatapan lembutmu di atas pembaringan. "Ah, maaf. Aku tidak bermaksud membangunkanmu." Sorot matanya yang terlihat sangat bersalah malah sukses memicu senyum di wajahmu makin melebar.

"Pagi, Jakkun."

Nick name aneh yang kau beri untuknya berhasil mendapatkan kembali senyumannya. Punggung Jakurai melengkung untuk menghampirimu yang masih menggulung diri dalam selimut. Kau tertawa karena wajahmu disapa lebih dulu oleh surai panjangnya yang menggelitik hidung.

"Selamat pagi, [Y/N]-san." Bibir tipisnya masih melekat di atas dahimu saat ia menyapa balik. Napas hangat yang menguap dari mulutnya kontan membuatmu menggigil. Jakurai segera menarik diri untuk memastikan kondisimu. "Masih terasa sakit?"

Anggukan kepalamu nyaris tak terlihat karena kau perlahan membenamkan separuh wajah dalam selimut tebal. Perutmu serasa diaduk-aduk dan penuh sejak kemarin.

"Sedikit mual saja."

Usapan telapak tangannya di sepanjang ruas tulang punggung membuatmu merasa jauh lebih baik sekarang. Jujur kau tidak pernah bermaksud memancing kecemasannya. Pun tak bisa dipungkiri kau sangat menyukai segala atensi yang sepenuhnya ia curahkan khusus untukmu.

"Lebih suka jahe madu atau chamomile tea? Nanti biar kubuatkan. Atau mau makan sesuatu saja?"

Telapak tangannya pasti merasakan getar di punggungmu karena kau berusaha menyumbat tawa. Kini tunanganmu yang notabene seorang dokter spesialis mendadak alih profesi sebagai ibumu.

Kau yang ingin meyakinkannya berusaha mengangkat tubuh. "Tidak usah, nanti aku bisa sendiri," ujarmu sembari mengusap lengannya. Nampaknya kau kurang sadar panas tubuhmu yang saat ini lebih tinggi dari biasanya malah membuat air mukanya kian resah. "Kau bergegaslah ke Rumah Sakit. Tadi sudah di telpon, kan."

Sentuhan halus di pipimu kontras suhunya dengan milikmu. Kau leleh dalam genggamannya. "Benar tidak apa-apa ditinggal sendiri?"

Lagi-lagi tawamu melambung. "Astaga, aku cuma demam. Bukan hal serius." Jawabanmu langsung membuat dahinya mengerut.

"Tidak baik meremehkan penyakit sekecil apa pun gejalanya."

"Iya, iya, Jakurai-sensei~." Kau menyahut dengan jenaka sambil mendorongnya menjauhi kasur.

Setelah sosoknya menghilang dalam bilik kamar mandi, kau kembali menyerahkan tubuhmu sepenuhnya pada kasur empuk yang sensasi dinginnya membuat sekujur tulang linu. Kau sesungguhnya tidak melupakan jadwal libur Jakurai hari ini, sebab itu kau datang berkunjung dan bermalam di kediamannya berencana menghabiskan waktu santai bersama selagi bisa. Di samping urgensi mendadak dari tempatnya bekerja, rencana kalian pun tinggal wacana karena malam sebelumnya suhu tubuhmu tidak disangka naik cukup drastis. Padahal jarang sekali Jakurai berinisiatif menyentuhmu lebih dulu dan ketika segalanya sudah semakin memanas bagi kalian untuk─ 

Buru-buru kau kubur seluruh wajahmu dalam selimut ketika daun pintu kamar mandi terbuka. Jakurai datang membawa aroma segar khas mawar dari tubuhnya yang licin terbasuh air. Dengan rambut ekor kuda yang diikat tinggi ia mulai mencabut setelan bertugasnya dari dalam lemari besar, kemudian cuek melepas begitu saja lilitan handuk yang jadi sensor tunggal di lingkar pinggang. Sedangkan kau, secara tidak tahu malu mengintip dari persembunyianmu. Padahal sudah tak terhitung berapa kali kau menemukannya yang tanpa busana, menyentuhnya, tapi lihat dirimu? Tiada beda dengan puber labil yang dilanda kasmaran perdana.

Tanpa kau sadari kakimu telah memijak lantai kayu, berayun halus menuju figurnya. Ujung jemarimu mengetuk punggungnya sebelum benar-benar lenyap terbenam lembar kemeja bersih. Kau menelusuri goresan luka merah melintang yang masih baru. Hasil karya kukumu yang kau dapati sexy bagai gurat tattoo di tubuh priamu.

"Ada apa?"

Wajahnya yang selalu tenang dan penuh perhatian menghadapimu. Kau menggeleng, mulai membantunya mengancingi kemeja dan merapikan ulang ikat rambutnya.

Sang dokter bersikukuh memintamu tetap menggulung diri di atas ranjang saat kau memutuskan mengekor hingga pintu depan sekedar mengantar kepergiannya. Harusnya Jakurai menjadi seorang yang paling hapal lebih dari siapa pun soal keras kepala membandel yang melekat dalam karaktermu. Perdebatan kalian terbuang sia-sia ketika akhirnya ia yang mengalah.

"Aku berangkat, kalau begitu." Ia berucap demikian dan tetap bergeming menantikan responmu. Kau merengkuh wajahnya dalam sepasang telapak tanganmu yang panas, mengetes sekaligus menyalurkan hawa tubuhmu di atas bibirnya. Rasanya dingin sekali. Kau menyukainya.

"Cepat pulang, okay?"

Satu kesempatan lagi bibirmu direbutnya. Kau lebih dulu menarik diri karena napasmu lebih pendek dari biasanya. Sebagai ganti pipimu dihajar oleh kecupan lembut bertubi. Perasaanmu saja atau Jakurai lebih manuntut dari biasanya?

Dengan mudah tubuhmu lenyap dalam dekapan. "Nanti kubawakan sesuatu yang bisa membuatmu cepat pulih." Kepalanya menunduk kala kau menengadah padanya. Kau pasang wajah penasaran yang sungguh polos. "Aku. Obatmu."

Kau terbahak, juga terbatuk dahsyat. Sedikit banyak Jakurai merasa berdosa mengeluarkan jokes garing disaat kau tidak dalam kondisi prima.

Kau bercanda memukul dadanya. "Jakkun! Dari mana kau belajar narsis begitu?"

Ia menggumam disambung dengan kekehan lembut. "Hifumi-kun?"

"Astaga!"

Ingin sekali kau keluarkan tawa lebih banyak tapi pernapasanmu gatal menjerit-jerit. Sapuan lembut tangannya dipunggung sekali lagi telah menyelamatkanmu.

Telaten ia benahi sweater kelabu besar pelapis tubuhmu sebelum benar-benar pergi. Kau dibenamnya lagi dalam pelukan seakan ia belum rela terpisah darimu barang sesaat.

"Lebih baik kau sudah sembuh saat aku kembali nanti. Mengerti maksudku 'kan, [Y/N]-san?"

Our Daily Life (Hypnosis Mic x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang