Morning Routine with Yumeno Gentaro

3.3K 246 41
                                    

Hypnosis Mic © KING RECORD, IDEA FACTORY and Otomate

Tema : Morning Routine

Chara : Yumeno Gentaro x Reader

.

Enjoy!

.


Tirai gorden yang disibak terang-terangan di depan muka tidak lantas membuat dirimu mengendurkan niat untuk bebas dari posisi nyaman di atas futon. Tentu saja si biang kerok tidak habis akalnya untuk sekedar mengganggumu, alih-alih berkilah ingin membangunkan tidur cantikmu supaya jadwalmu hari ini tidak melenceng lantaran kesiangan. Kau hanya terlanjur hapal motifnya.

Gentaro bersimpuh jumawa di samping pembaringanmu. Wajan bekas menggoreng telur untuk sarapan kalian diketuknya beberapa kali untuk memancing jengkelmu yang sudah memamah biak di penghujung ubun-ubun.

"[Y/N], matahari sudah tinggi kau mau tidur sampai kapan."

Bukannya bergegas, selimut malah makin naik melintangi wajahmu. "Ngh...lima menit lagi, Tuanku.." Responmu membuat pria itu melempar penat melalui helaan napas.

Jujur saja, tidak pernah sekali pun terlintas dalam imajinasimu untuk mengencani seorang penulis prominen sekelas Yumeno Gentaro. Segalanya berlalu seperti mimpi. Bagai ilusi. Kau hanyalah seorang asisten editor saat suatu ketika kalian dipersatukan oleh istilah lucu bernama 'takdir' yang terpilin melalui hubungan profesionalisme. Siapa sangka, kau yang semula memuja segala sastra di atas lembar kertas tulisannya kini sungguh-sungguh jatuh hati oleh keseluruhan yang Gentaro miliki.

Selalu membesit dalam pikiranmu bahwa kalian sungguh beruntung. Kau bisa selalu berada di sisinya, pun sebaliknya. Bidang pekerjaan yang bergandengan memudahkan hubungan kalian hingga sejauh ini. Kalian saling menopang satu sama lain. Walaupun tidak banyak kesempatan bagi kalian melakukan kencan seperti pada umumnya (tentu saja kalian merahasiakan hubungan ini dari jangkauan publik) namun kau sudah cukup puas dengan apa yang kau punya sekarang.

"Dasar. Aku yang begadang semalam suntuk tapi kenapa kamu yang KO?"

Komentar barusan sukses memancingmu menurunkan selimut tebal yang memblokir visualmu. Astaga, betapa jengkelnya ketika kau menemukan wajahnya yang tengah tersenyum penuh kejayaan. Kau tidak sadar baru saja masuk perangkap kecil.

"Beraninya bilang begitu. Kau pikir gara-gara siapa aku begini?" Kau berujar menahan malu mati-matian. Rona yang membakar di atas pipi gamblang memperjelas maksud ucapanmu, yang semestinya hanya Gentaro seorang yang paham berlari kemana sasaran kalimatmu.

Kepalanya teleng ke sisi kanan. "Hm, entahlah. Gara-gara siapa menurutmu?" ledeknya, secara inosen gestur tangan yang mengusap dagu dengan mata menerawang makin membuatnya terlihat menyebalkan di matamu.

"Ugh."

Kau yang dongkol mengubah posisi tidurmu menghadap arah berlawanan. Kali ini kau sedikit berharap pada perasaan peka Gentaro sekedar meluangkan sedikit waktu privasi antara kau dan dunia mimpi yang sesuai janji, barang lima menit saja.

"[Y/N]."

Kenyataannya tidak.

"[Y/N]."

Nada suara itu statis menyeru namamu. Menyebalkan. Tapi kau menyukainya tiap kali ia memanggilmu. Sialnya, dalam situasi menjengkelkan sekali pun kau menemukan namamu dirapal dengan tenang dan merdu. Terasa seperti bagian dari bait puisi yang ada dalam seluruh karyanya. Kau mengacuhkan ketika ego jadi melambung besar di dada, sebab kau memutuskan sepihak merasa telah menjadi yang paling spesial untuknya.

Dan hingga kapan pun Gentaro tidak akan berhenti meruah sebelum mendapat sahutan yang diinginkan. Maka kau menggumam sekenanya.

"Setelah kejadian semalam aku..."

Kalimat luntang-lantung seperti ini bukan sekali dua kali terjadi dalam percakapanmu dengannya selama ini. Seharusnya kau tahu. Tapi rasa penasaran yang menghantui kepala selalu saja membuatmu mudah membuang ego dan kembali padanya. Lagi-lagi kau memasukan dirimu sendiri dalam siasat klisenya.

Kau yang masih betah berbaring sedikit bergeser lebih mendekatinya. Wajah pria itu nampak kuyu, seolah keberatan menatapmu langsung.

Apa lagi kali ini...

"Kenapa?"

Kau sempat berpikir untuk membaringkan kepalamu di atas pangkuannya. Tapi niatmu urung saat tanganmu menyentuh sisi wajahnya sebagai ganti. Aksi yang menuntutnya untuk menatapmu secara langsung saat berbicara.

"[Y/N]."

"Hm?"

Sorot mata dari wajahnya yang tekun membuatmu terlena tanpa sadar. Kau tertelan situasi yang diciptakannya.

"Mungkin aku hamil anakmu─."

"Uwaaaa! Baiklah, aku bangun, aku bangun, oke!"

Kau yang ogah mendengar kelanjutannya cepat-cepat ambil posisi duduk sambil menyumbat gendang telinga. Tetap saja, suara tawanya yang sangat menyenangkan dengan enteng merobek dinding gengsimu. Kau sedikit mendorong pipinya lantaran tersinggung dengan keteguhan hatimu sendiri.

Sadar kau jadi semakin dongkol, Gentaro berusaha menghapus jejak gelaknya yang bersisa.

"[Y/N]."

"Apa lagi?" Tanpa sadar kau menggeram.

Entah mengapa merdu tawanya masih bisa kau rasakan hanya dengan melihat senyum di atas paras tampannya. Jari telunjuk Gentaro mengusap tepian bibirnya sendiri.

"Itu liurmu sampai mengerak di mulut."

Mimik tercengang campur malu jadi satu di atas parasmu. Benar-benar tidak habis pikir dengan perangai kekasihmu. Kau yang berusaha mengubur aib meniru gestur Gentaro ketika mencoba menyeka bagian yang dituding. Melihat tingkahmu sang penulis hanya menggeleng dengan senyuman.

"Sini kubantu bersihkan."

Telapak tangan hangat mengusap pipimu lebih dulu sebelum sebuah kecupan ringan singgah di permukaan bibirmu yang terbuka separuh. Kau terkejut. Lagi-lagi kecolongan.

"Tapi bohong."

"Gentaro-kun!"

Dadanya kau pukul bertubi. Pastinya tidak secara sungguh-sungguh kau lakukan. Sementara pelakunya tergelak pada kelakarnya sendiri. Kejadian seperti ini mestinya sudah menjadi makanan harian. Tapi kau selalu saja mudah terpancing muslihatnya yang terang-terangan. Dilihat dari mana pun kalian tipikal pasangan kolot yang hobi cekcok banyolan di bawah payung senja.

Kau yang sakit hati dihiburnya dalam dekapan berlapis yukata tidur. Wajahmu menelusuk jauh ke dalam dadanya. Dalam posisi ini irama jantung yang berpacu lebih kencang efek terlalu banyak bergurau bisa kau rasakan mengatupi wajahmu. Kau menggerutu, sekaligus terhipnotis oleh melodinya.

Gentaro yang nyaman dengan posisi kalian mengusap kepalamu dengan ritme jemari. "Kau ini asyik sekali diajak bercanda begini."

"Aku tidak!"

Lagi-lagi dia tertawa. Kau diam dengan pelukan yang kian mengerat.

"Hei, [Y/N]." Ia menggumam di atas pucuk kepalamu. Kau tidak susah payah menjawab karena Gentaro tahu kau terus menyimak. Usapan di sela rambutmu lenyap setelah ia kembali berujar. "Apa kau keberatan kalau terus menemaniku seperti ini?"

Rasanya ganjil mendengarnya berkata demikian. Apa ini bagian dari paragraf skenario dusta lainnya?

Kau menggeleng kecil. "Kenapa tahu-tahu bilang─."

Seketika kau kelu. Syaraf di wajahmu seakan mati rasa di hadapan sebuah benda keemasan yang melingkar dalam sebuah kotak beludru di genggaman Gentaro.

"Jadilah istriku, kalau begitu."

Kau bercanda, kan?

Our Daily Life (Hypnosis Mic x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang