1. Menanti Gerimis

40 6 3
                                    

********

- Mana mungkin aku membuka pintu hatiku untukmu, sedang kau sedang mengunjungi hati yang lain-

********

Lara menatap keluar jendela. Tatapannya kosong. Bibirnya tersungging, membentuk lekukan senyum kecil, berusaha menghibur hatinya. Tapi air matanya tak mau berkompromi. Jatuh lambat membasahi pipinya. Kontras sekali dengan hujan deras yang sejak tadi mengguyur tanah, menghantam bunga-bunga yang seolah terlihat susah payah bertahan, berusaha terlihat tegar.

Beberapa jam yang lalu, Lara baru saja menghadiri acara pertunangan Sahabatnya Rieka Claudy dengan seorang pria bernama Zoyan Prayoga, Pengusaha muda yang juga tidak lain adalah teman masa kecilnya.

Tapi, mengapa hatinya begitu sakit? sakit menyadari bahwa hari ini ternyata akan tiba. Hari yang tak ia sangka akan ia rasakan. Tatapan mata Zoyan yang tidak mampu ia balas tadi. Sebenarnya bukan hanya tadi, bahkan beberapa hari sejak ia tau Zoyan akan melamar Rieka, sahabatnya. Lara takut! Takut jika menemukan tatapan mata yang sudah berubah. Ia belum siap jika tidak menemukan tatapan istimewa seperti biasa dari mata Zoyan. Tatapan yang sampai sekarang susah ia tebak, tapi paling favorite baginya.
Sekarang mungkin ia tidak akan pernah menemukan itu lagi.

Lara mengatup kedua bibirnya. Sekarang air matanya seolah adu deras dengan air hujan. Ditatapnya dengan kabur-kabur. Mungkin jika gerimis, akan jauh lebih menghibur.

Suara dering telepon genggam miliknya yang sejak tadi berdering tak diperdulikannya. Entah sudah kesekian kalinya. Tapi akhirnya dengan malas-malas diambilnya juga dari atas tempat tidur.

Hatinya bergetar. Retinanya menemukan nama Zoyan di layar telepon genggamnya. Masih dalam mode panggilan. Ada apa? Bukankah harusnya sekarang dia masih sibuk? acaranya bahkan mungkin belum selesai.

Lara berusaha menata hatinya, lalu intonasi suaranya. Perlahan-lahan ia menerima panggilan Zoyan.

"Ya?"
Jawabnya, singkat.

"Lagi dimana?"
Terdengar suara berat Zoyan.

"Di rumah."
Lara ingin membuat percakapan mereka sesingkat mungkin. Tapi ia takut Zoyan merasa curiga.

"Acaranya sudah selesai?"
Lanjut Lara, terpaksa melempar pertanyaan agar tidak kedengaran kaku.

".....Ya. Siapa yang mengantarmu pulang? Ibuku mencarimu tadi. Emm..Rieka juga."
Zoyan yang terdengar agak kaku sekarang.

"Maag ku kambuh, jadi aku terpaksa pulang lebih awal."
Jawab Lara. Bohong!

"Sampaikan salam dan maafku kepada ibumu dan Rieka."
Lanjut Lara.

"Tapi kamu tidak apa-apa kan?" Zoyan terdengar khawatir.

"Aku baik-baik saja sekarang. Tapi sepertinya aku butuh istirahat."
Lara malas merespon lebih lama lagi. Hatinya lelah. Semakin lama, ia semakin merasa berdosa dengan perasaan yang mungkin hanya ia seorang yang merasakannya.

"Emmm...., baik. Istirahatlah."
Balas Zoyan yang diikuti suara panggilan diputus dari seberang sana.

Lara meremas telepon genggamnya. Ada apa denganku? Pikirnya dalam hati. Dia merasa manusia paling jahat sekaligus sedih dalam waktu yang bersamaan. Bagaimana mungkin disaat kedua sahabatnya telah memutuskan untuk bertunangan, disaat yang sama rasa sukanya terhadap Zoyan justru semakin muncul ke permukaan. Membuat ia merasa bersalah sekaligus takut kehilangan.

Apakah karena selama ini Lara tidak pernah menganggap hubungan Zoyan dan Rieka seserius itu? Melihat sikap Zoyan yang terkadang cuek terhadap Rieka tetapi selalu manis padanya membuatnya berfikir bahwa hubungan Zoyan dan rieka hanyalah sebatas status semata. Walaupun jika sesekali Zoyan bersikap manis pada Rieka membuat Lara merasa tak nyaman. Hingga beberapa hari lalu ia mendengar berita itu dari mulut Zoyan sendiri kalau akan melamar Rieka, masih dianggap Lara sebagai lelucon. Sampai Zoyan benar-benar meyakinkannya.

Lara berusaha mewaraskan pikirannya.
Ada apa denganmu lara? Kamu sedih hanya karena Zoyan sahabatmu. Kamu terlalu dekat dengannya. Kamu takut kehilangan seorang sahabat yang sudah bersamamu sejak kecil. Tidak lebih. Hanya itu. Bukan karena kamu menyukainya. Lara berbisik pada dirinya sendiri. Tapi kenapa hatinya tak mendengar? Justru rasanya semakin sakit. Mengingat ini akan menjadi kali yang kedua ia merasa kehilangan. Dan rasanya lebih sakit.

*************

Angin, bawa terbang tentangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang