2. ketidakkuasaan

26 6 2
                                    

********

- Gagal dalam mencintai sering kali menyakitkan, tetapi memendam dalam mencintai jauh lebih menyakitkan -

********

Dua hari setelah peristiwa pertunangan itu, hari ini Lara dan Rieka kembali bertemu diruang kelas perkuliahan. Mereka berdua adalah mahasiswi semester 5 jurusan Marketing.

Yang sebelumnya Lara bisa bersikap biasa saja, entah mengapa kali ini ia merasa canggung pada Rieka. Tapi ia berusaha menutupi sebisanya. Ia menuju Rieka yang lebih dulu datang dan duduk disalah satu kursi, persis dekat jendela. Menatap keluar, entah apa yang diperhatikannya dibawah sana dan suara teman-teman yang lain seolah menjadi backsound nya.

"Ciee.., yang baru tunangan sudah melamun aja", tegur Lara. Mencairkan suasana.

Rieka menoleh, lalu tersenyum manis setelah melihat siapa yang datang.
" hei, kamu. Gimana? Sudah tidak apa-apa kan? Aku dengar dari Zoyan kamu sakit." Kata Rieka, cemas.

"Ah, si lebay itu mulai lagi deh. Aku tidak apa-apa kok. "
kata Lara, mengomel. Zoyan memang tipikal yang perhatian, bahkan hal sekecil apapun. Tapi anehnya, dia tidak memberikan perhatian lebih ke sembarang orang, bahkan kepada Rieka sekalipun.

"Syukurlah, aku juga bilang ke dia, kamu pasti butuh istirahat. Tapi dia bilang, kamu belum kasih kabar. Kasih kabar ke dia gih, biar dia tidak khawatir". Kata Rieka sambil mengeluarkan buku dari tas nya.

"Gila ya, itu anak. Dari dulu tidak berubah. Sudah mau nikah juga. Emang aku emaknya harus kasih kabar terus."
Kata Lara sambil duduk disampang Rieka dan mengeluarkan telepon genggamnya.

Aku baik-baik saja. Itu teks pesan yang dikirim Lara ke Zoyan beberapa menit kemudian. Dan dengan cepat dibalas oleh Zoyan dengan gambar senyum dan hati berwarna hitam. Seperti biasanya.

"Wohoo! Selamat ya Rieka, maaf tidak sempat hadir!"
Suara dari pintu masuk, membuat Rieka dan Lara menoleh bersamaan. Itu adalah Zee, teman sekelas mereka. Dari Zee inilah sebenarnya Lara dan Rieka jadi dekat. Karena Zee adalah teman smp Lara dan teman Sma Rieka. Pas ketemu dijurusan yang sama, Zee memperkenalkan Lara pada Rieka.
Selain baik, paras Rieka juga sangat cantik dan modis. Berbeda dengan lara yang walaupun cantik dan feminim, tapi tidak semodis Rieka. Atas alasan itupula Lara menawarkan Rieka untuk ikut berpartisipasi membantu Zoyan dalam kegiatan pemasaran salah produk di perusahaan tempat Zoyan bekerja, persis satu tahun yang lalu. Dan disitulah Zoyan dan Rieka saling mengenal. Karena intensitas ketemu yang sering, dan Zoyan beberapa kali menjemput Rieka ke kampus jika tiba-tiba perusahaan membutuhkannya, mereka berdua jadi sering digoda oleh Zee.

"Ternyata, ciee.. ciee ku selama ini benar kan? Berbuah manis".
Goda Zee sambil mendekat kearah Rieka dan Lara.

"Hehe, iya.. Iya."
Rieka tersenyum malu-malu.

"Lara sih, cowok keren begitu kelamaan disimpan jadi sahabat. Kan mubazir. Awas nyesel loh!"
Timpal Zee lagi, yang membuat Lara berusaha memperbaiki air mukanya.

Untung saja pak Richard, dosen Riset dan pemasaran tiba-tiba masuk dan membuat anak-anak riuh memperbaiki posisi duduk masing-masing.

Tapi sepanjang pelajaran pak Richard, Lara menjadi tak kosentrasi lagi. Kata-kata Zee benar-benar terjebak dibenaknya. Mengapa hatinya semakin terganggu. Ia membenci dirinya sendiri karena memiliki perasaan itu. Tapi ia tak kuasa. Sesakit itukah kehilangan seorang sahabat? Atau ada alasan sakit yang lain? Mengapa ia baru merasakannya sekarang setelah hampir 20 tahun lamanya ia mengenal Zoyan.

Mengapa hatinya seolah berlebihan sekali menanggapi pertunangan itu. Tak pernah ia merasakan hal seperti ini sebelumnya, kecuali saat sahabatnya, Kalan, pergi keluar negeri mengikuti orangtuanya yang bekerja sebagai diplomat. Saat itu, Lara masih kelas 1 SMP sedangkan Kalan dan Zoyan kelas 1 SMA. Saat itu memang Lara yang paling sedih. Meski Zoyan juga tak kalah sedih harus kehilangan sahabat terpintar dan teman bermain basketnya. Tapi itu kisah kanak-kanak yang telah lama berlalu. Apalagi, sudah sejak lama Kalan tak pernah memberi kabar apa-apa. Dan Zoyan lah yang tumbuh bersamanya. Zoyan tak tergantikan oleh siapapun. 

Ya. Aku yakin, aku hanya takut kehilangan Zoyan. Tapi aku harus sadar, Zoyan juga memiliki kehidupan sendiri. Aku tidak mungkin menempel padanya selamanya. Dia berhak mengejar kebahagiaannya sendiri. Kata Lara. Lagi lagi membatin.

*****************

Angin, bawa terbang tentangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang