Neptunus terlihat memerintah.
Bangunan berwarna tulang itu hanya dipandangi Fang dengan jengah. Kedua tangan disembunyikan dalam jaket tebal miliknya. Udara mulai menunjukkan keganasannya. Musim panas akan segera berakhir, dan kebekuan menjalari satu persatu sel kulitnya.
Jika ingin mengaku, ini hari yang cukup melelahkan baginya. Dia berjalan meninggalkan hotel dengan temperatur hangat yang kini didambakan orang-orang jalanan. Berharap menemukan sesuatu yang dapat menghiburnya. Namun setelah kakinya melangkah ke jalanan sempit, melewati bangunan-bangunan berdinding cerah, dan berhenti menatap air mancur di balik Palazzo Poli. Tetap saja Fountain Trevi yang sering dibicarakan orang itu tak cukup menghibur baginya.
Fang lebih memilih duduk di bangku yang tersedia di sana. Memandang air mancur itu dari kejauhan dengan tangan yang masih setia bertengger dalam saku. Sejenak dia membenarkan letak kaca matanya. Melihat bangunan itu lama-lama, membuatnya teringat buku sejarah yang pernah dibacanya.
'Taming of the waters' adalah cerita dibalik arsitektur bangunan bergaya barok di depannya. Sang Neptunus, dewa laut itu dengan gagah menaiki kereta tempur berbentuk kerangnya. Ada dua barisan kuda yang membelah air mancur itu, keduanya sama-sama berpacu, menarik kereta Neptunus, dengan Triton sebagai pengendalinya. Satu barisan terlalu tenang, dan satu lagi terlalu diselimuti kegelisahan. Menggambarkan daerah kekuasaan Nepnutus, lautan akan selalu berubah-ubah seperti itu.
"Mitologi Romawi. Huh, sebuah peradapan yang menarik." Lagi-lagi detikan kosong. Setelah pemikiran tentang patung-patung megah di depannya hilang, kepalanya hanya diisi oleh kehampaan.
Tempat itu jadi tak seperti bayangannya. Kerumunan orang beserta keramaian yang menyertai tak nampak di situ. Mungkin udara yang dingin menjadi alasan untuk tetap berdiam diri di rumah.
Di antara massa yang lengang, pandangannya hanya tertarik pada satu orang. Gadis yang menarik, pikirnya. Berjalan mengitari air mancur berwarna jernih dengan wajah penuh kekaguman. Setelah puas memuji arsitektur bangunannya dalam hati, gadis itu duduk di tepian kolam, memainkan airnya, lalu perlahan-lahan merogoh saku celananya.
Entahlah, Fang juga tidak tahu. Tapi tiba-tiba saja dia mengukir senyum dalam hari yang super melelahkan baginya. Melihat gadis itu memejamkan mata dan hendak melemparkan sesuatu dari tangannya, Fang jadi tertarik mendekatinya. Dia berlari sambil sesekali memperingatkan.
"Hei, tunggu nona manis!"
Boboiboy yang merasa terusik, membuka kedua matanya. Kepalanya dimiringkan, bingung, menatap orang asing yang entah kenapa susah-susah berlari mendekatinya.
"Em, kau memanggilku? Ada apa? Apa aku berbuat salah?"
Fang terkekeh melihat wajah paniknya. Sangat menggemaskan. Dan rasanya hatinya mengalir lebih deras dari air mancur Fountain Trevi yang bergemerisik memenuhi telinganya.
Cahaya matahari yang merebak menembus gumpalan awan-awan musim dingin menggadaikan perasaannya. Jatuh menimpa wajah anggun di depannya, menghangatkan hati sekaligus menghipnotis alam bawah sadarnya sendiri.
"Apa dewi kecantikan sedang bermain-main di bumi? Sang Venus, seharusnya kau tidak di sini. Apalagi melemparkan koin dengan cara yang salah seperti itu."
Boboiboy semakin menjeling, pemuda asing itu terlalu aneh. Siapa yang dia bilang sebagai dewi kecantikan? Dirinya? Ayolah, pemuda itu pasti ngelantur. Tapi apapun itu, ini hari yang terlalu menyenangkan untuk bertemu pemuda menarik sepertinya.
"Apa melempar koin juga ada aturannya?"
Fang lagi-lagi mengeratkan tangannya. Menetralisir suhu tubuh yang tiba-tiba panas di hari sedingin ini. "Seharusnya tidak. Tapi orang-orang bilang jika melempar koin dengan tangan kanan melalui pundak kirimu di Fountain Trevi hal itu dipercaya membuat harapanmu lebih manjur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fantasy World [FangBoy Version]
FanfictionShort story tentang Fang dan Boboiboy. © Boboiboy milik Monsta © Fanart by Widzilla on Devianart