Story by Aurelia_nwh91
"Tak bisa hatiku menapikkan cinta
Karena cinta tersirat bukan tersurat
Meski bibirku terus berkata tidak
Mataku terus pancarkan sinarnya."
"Gila banget itu si gendut. Gara-gara dia, kaki gue nyaris copot!" dumel Wahyu sepanjang jalan menuju ke rumah. Ditendang-tendangnya asal kerikil yang menghalangi langkahnya. Terus mencicit tidak jelas karena hukuman tadi. Aku hanya bisa diam, sambil tertawa dalam hati. Laki-laki tampan ini memang benar-benar bodoh!
Langkah Wahyu tiba-tiba terhenti, saat sedikit lagi sampai ke tempat angkot-angkot nge-tem. Membuatku ikut berhenti, lalu menatap ke arahnya dengan kening mengernyit penasaran. "Kenapa?!" tanyaku sedikit judes, karena kaget.
Wahyu hanya memberikan cengiran khasnya. Keningku semakin mengernyit penasaran. "Kenapa, sih, lo?"
"Gue lupa. Kan hari ini niatnya gue mau traktir lo, Cha," ujar Wahyu. Masih dengan cengiran bodohnya.
"Traktir?" Aku semakin bingung dan penasaran.
"Gue habis nolak si Dewi. Lo tau gimana hits-nya dia di sekolah, kan?" tutur Wahyu bangga. Aku hanya bisa melongo. Berita soal kedekatan Wahyu dengan Dewi memang sudah menyebar di sekolah. Termasuk ke sekolah lain. Membuat beberapa fans-nya patah hati. Termasuk aku.
Jika dipikirkan kembali, mereka memang cocok. Sama-sama pintar dan rupawan. Tapi bukan Wahyu namanya, kalau ada seorang gadis yang berhasil menaklukan hatinya. Oleh karena itu, aku masih tak memiliki nyali untuk mengungkapkannya. Aku tak ingin mengorbankan kedekatan ini.
"Sakit, lo, Yu? Dewi cantik gitu lo tolak?" ujarku ketus. Dalam hati aku bersorak menang, karena hingga detik ini status Wahyu masih single. "Kalo gue jadi lo, pasti gue terima dia!" timpalku basa-basi.
"Kalo gue maunya sama lo, gimana?" ujar Wahyu tiba-tiba.
Otomatis aku langsung tersedak napasku sendiri. Batuk keras karena terkejut, lalu diam mematung karena malu. Gila memang laki-laki satu ini.
Tawa Wahyu tiba-tiba meledak. "Ciyee, mukanya merah!"
Bodoh! Ternyata dia sedang meledekku.
"Si bego, dasar!" Rasanya seperti ingin menghajar orang saja. Kesal juga malu. Dia itu memang benar-benar bukan sosok laki-laki yang peka. Aku lebih memilih untuk kembali berjalan ke arah angkot. Malas mengikutinya. Masa bodoh dengan makanan gratis itu. Aku sudah terlanjur malu.
Wahyu diam sesaat, lalu menahan kepergianku. "Yah, Cha. Jangan ngambek, dong. Gue kan cuma bercanda!" dalihnya seolah tanpa dosa.
"Gak lucu, Wahyu!"
Serius. Rasanya aku ingin menangis detik ini juga. Aku ingin segera masuk ke dalam kamar dan memeluk Namu--Boneka anjing besar, hadiah dari Wahyu tahun lalu--erat-erat. Menangis sepuasnya di sana untuk menghilangkan rasa malu.
Andai aku bisa memilih, aku pun tak ingin memiliki rasa yang berlebihan ini pada Wahyu. Namun, aku pun tak bisa mengendalikan perasaanku sendiri. Lepas dari pesona laki-laki sejuta umat itu, sulit sekali rasanya. Seperti terjebak dalam pusaran badai. Sekali kau terjebak, tidak ada lagi jalan keluar selain terus mengikutinya. Entah akan sampai mana.
"Maafin gue, Chacha." Wajah melas Wahyu mulai muncul bersamaan dengan bibir tebalnya yang dimaju-majukan. Ingin sekali aku mencomotnya karena gemas. Jika sudah seperi itu, aku tak bisa menahan senyumku sendiri, yang akhirnya malah tertawa lepas. "Nah, kan. Kalo lo ketawa itu lucu, Cha. Jadi jangan ngambek lagi, ya?" gombalnya.
Aku hanya bisa senyum-senyum sendiri. Rasanya ingin salto detik ini juga, saat Wahyu mengatakan kalau aku itu lucu. Boleh, kan, aku bahagia?
Akhirnya, angkot membawa kami berdua pulang. Selamat tinggal makanan gratis. Aku sama sekali tidak keberatan, jika akhirnya Wahyu akan menggombaliku dengan kata-kata buayanya. Aku sama seperti gadis lain. Merasakan kebahagiaan yang luar biasa, saat laki-laki yang ditaksir, memujiku. Aku hanya manusia biasa yang saat ini sedang jatuh cinta. Itu wajar, kan?
***
Pukul 19.20 wib
Tin tin
Bunyi klakson motor terdengar gaduh di depan rumah. Sudah bisa dipastikan kalau itu Wahyu si ulat nangka. Aku buru-buru mengintip lewat jendela kamar. Benar saja. Wahyu masuk ke dalam rumah, saat ayah membukakan pintu pagar untuknya. Entah ada perlu apa makhluk itu malam-malam. Ini malam jumat. Waktu yang tepat untukku bergadang di rumah sambil marathon nonton drama favorit, mengingat tugas untuk sekolah besok sudah selesai semua.
"Cha, keluar sini. Ada Wahyu, nih, bawain martabak keju kesukaan kamu!" teriak ayah dari luar kamar. Aku hanya bisa membuang napas berat. Merasa terganggu karena kedatangan Wahyu membuatku terpaksa berhenti menonton.
Bagiku, drama korea adalah bagian dari hidup. Sekali pun itu Wahyu, aku lebih memilih drama!
Kaos oblong berwarna cream dengan gambar Doraemon, serta celana pendek hitam polos menjadi outfit-ku malam ini. Ditambah dengan kunciran cepol asal yang membuatku benar-benar seperti anak rumahan. "Ngapain?" tanyaku judes. Wahyu hanya bisa tersenyum. Arghhhhh, sial. Kenapa makhluk itu selalu membuat jantungku berdegup di atas batas normal hanya dengan senyum mematikannya saja?
"Oom, saya mau curhat nih sama Chacha. Ngajak keluar gak apa-apa, kan, Oom?" ujar Wahyu sok manis. Meminta ijin pada ayah untuk mengajakku keluar.
Ayah yang sedang duduk menikmati potongan apel sambil menonton TV, lalu mengangguk. "Angkut aja, Yu. Lagian dia cuma ngerem doang di kamar sambil nangis nonton drama. Efek kelamaan jomblo, deh, kayaknya!" sahut ayah panjang kali lebar. Keren sekali ayahku ini, kan? Jujur!
Wahyu sudah memegangi perutnya karena tertawa geli, sedang aku hanya bisa mengerutkan dahi sambil memasang wajah kesal, lalu kembali ke kamar untuk ganti baju.
***
Dan, di sinilah kami sekarang. Di depan bioskop yang sedang ramai pengunjungnya karena ada pemutaran film premier. Bahkan artisnya sampai datang, dan itu yang membuat tempat ini semakai padat.
"Ngapain ke sini?" tanyaku malas. Turun perlahan dari kuda besi hitam besar miliknya.
"Ya nonton lah, Cha. Masa mau main emprak?!"
Aku melirik sekilas ke arah Wahyu, sebal. Lalu pergi begitu saja meninggalkan Wahyu yang baru melepaskan helm-nya. Aku malas meladeni candaannya yang garing.
"Tempatnya keren, kan, Cha?" Wahyu masih berusaha untuk mengajakku bicara, namun aku sudah mulai malas berada di sini. Terlalu ramai dan membuat mood-ku buruk. Terlebih, datangnya beberapa ular betina yang mulai curi-curi pandang pada Wahyu. Makin jengkel saja rasanya.
"Pulang, yuk! Males, gue!" rajukku sebal. Para ular betina ini malah mengerubungi wahyu untuk berfoto. Berpikir bahwa Wahyu itu salah satu artis yang mengisi film tersebut. Parahnya, Wahyu malah meladeni mereka. Dia benar-benar tidak peka kalau aku sedang cemburu.
Kutinggal saja makhluk menyebalkan yang tengah sibuk mengadakan fan meeting dadakan itu. Aku sudah gerah dan lebih memilih untuk menunggu di parkiran. Setidaknya, di sana lebih sepi dan dingin.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SAHABAT JADI CINTA √
Novela JuvenilBlurb: Jika garis takdir telah ditentukan, tak ada seorang pun yang mampu menghindarinya. Begitulah yang di rasakan Chacha. Seorang gadis SMA yang perlahan mulai menaruh perasaan lebih pada hubungan persahabatannya dengan Wahyu si casanova sekolah...