B. 4

1.6K 121 1
                                    

Bunyi suara bola basket yang menghantam lantai lapangan dan terpantul-pantul menjadi penjeda di antara pembicaraan Naruto dengan sang kekasih.

Tanpa menoleh kearah naruto yang sibuk mencetak angka untuk dirinya dan melawan dirinya sendiri, Hinata membalik lembar bacaannya.

"Bagaimana menurutmu?" sambung hinata yang kini mulai menaruh minat pada pemuda jabrik berkulit tan sexy itu.

Naruto mengelap peluh di wajahnya dan berjalan mendekati hinata dengan bola yang diapit lengan kanannya. Saatnya bicara serius.

"Aku rasa lebih baik kita bersikap tidak tahu. Aku paham kecemasanmu, tapi memberitahukan sasuke untuk berhati-hati dengan gadis yang dia sukai ku rasa agak menyakitkan, terlebih ini pertama kali baginya."

Di satu sisi hinata setuju dengan pendapat naruto, tapi di sisi lain hinata juga tidak sampai hati melihat sasuke terluka jika kemungkinan terburuk yang ia fikirkan menjadi kenyataan.

Naruto sadar akan kecemasan hinata, ia memang tidak dekat dengan sasuke. Selain karena mereka beda kelas dan tingkatan, sikap menyebalkan sasuke benar-benar tidak cocok untuknya. Tapi tidak lantas naruto tutup mata dari masalah yang dihadapi pria itu.

Er-- apa jatuh cinta bisa jadi masalah?

Iris biru jernihnya menerang  ke langit biru dengan senyum kaku.

"Kau mau aku lakukan sesuatu?"

Tawaran dari naruto tampak dipertimbangkan sesaat oleh hinata. Mungkin ini bisa ia jadikan perahu penyelamat ketika situasi semakin tak terkendali.

Mendongak tinggi, Hinata menatap lekat sosok jangkung naruto "Apa itu?"

Naruto sempat berfikir sesaat, terlihat dari caranya memainkan bibir dan menggerakkan bola matanya seolah mencari sesuatu hingga tak lama kemudian naruto menempatkan diri di samping hinata.

"Kau kenal sepupuku, Karin? Kalau tidak salah dia setingkat denganmu dan sasuke. Aku bisa minta dia mencari tahu sesuatu tentangnya."

Dan tanpa berfikir ulang, Hinata mengangguk menyetujui saran naruto.

.

Naruto menyodorkan sekotak susu pisang ukuran jumbo ke arah karin, yang dibalas tatapan curiga serta kerutan di dahi berponinya.

"Jangan menatapku seperti itu. Sudah lama aku tidak bertemu denganmu, kau tidak rindu dengan sepupumu yang tampan dan menawan ini?"

Senyum pastagigi mengembang menampilkan deretan gigi putihnya. Naruto tahu ini tidak akan berefek tapi setidaknya lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa.

"Dengar, rubah. Rumahmu dengan rumahku hanya berjarak 4 rumah, kita satu sekolah dan kelasmu dengan kelasku hanya terpaut 2 lantai. Apa itu terlalu jauh sampai kau baru menghubungiku sekarang? Setelah berbulan bulan? Rindu? Hah...." Karin berdecak menantang dan melipat kedua tangannya di depan dada, "Kau mau mati hah?" plotot karin.

Yah, salahnya memang karena terlalu sibuk dengan kegiatanya Naruto sampai melupakan fakta kalau sepupu cerewetnya ini berada dalam radius cukup dekat untuk mematahkan lehernya sewaktu-waktu.

"Kau tahu aku sibuk karin. Banyak yang harus ku persiapkan terlebih saat ini aku sudah tingkat akhir." naruto mencoba berkilah.

"Sibuk? Terlalu sibuk sampai-sampai kau tidak sempat mampir ke rumah atau setidaknya menyapaku saat di sekolah?"

"Oh tuhan, kenapa sepupuku lebih posesif daripada kekasihku sendiri?" Batinnya meringis. Bahkan hinata saja tak peduli dia sudah makan atau belum.

About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang