B. 5

1.3K 120 0
                                    

"Kau yakin tidak terlalu cepat?"

Hinata diam-diam menatap khawatir sasuke. Rencananya untuk menyatakan perasaan pada sakura sedikit mengusiknya, terlebih setelah mendengar cerita panjang naruto tentang sakura, Hinata merasa ini belum waktu yang tepat.

"Bukannya sama saja? Sekarang atau nanti toh sepertinya sakura sudah tahu perasaanku. Aku tidak mau dia berfikir aku hanya main-main."

Jawaban penuh percaya diri sasuke justru membuat kepala hinata berkedut nyeri. Ia memijit keningnya sesaat sebelum menarik nafas panjang.

Hinata tidak bisa blak blakan menceritakan masalalu sakura begitu saja. Jika hinata melakukannya, dia tidak bisa menjamin apakah perasaan sasuke pada sakura masih tetap cinta atau justru akan berubah menjadi kasihan, tapi setidaknya hinata bisa mengarahkan sasuke agar tidak salah jalan.

"Kau pernah bilang dia masih menjaga jarak denganmu bukan?"

Sasuke mengangguk pelan, "Hn."

"Menurutmu kenapa dia melakukan itu? Karena dia belum percaya sepenuhnya padamu. Apa yang sakura lakukan kemarin anggap saja undangan untukmu agar kau bisa menunjukkan keseriusanmu padanya. Tapi dengan menembaknya tanpa mengenal baik dirinya, kau fikir dia akan menerimamu?"

"Bukankah menyatakan perasaanku padanya bentuk dari keseriusanku?" sasuke mencoba menarik persetujuan hinata, namun gadis itu menggeleng tegas.

"Jika aku menjadi sakura aku pasti menolaknya. Sejauh ini kau hanya tahu hal-hal sederhana tentangnya. Setidaknya cobalah mengenal dia lebih jauh. Cari tahu sisi lain dirinya yang tidak pernah dia tunjukkan padamu. Buat dia percaya kalau perasaanmu padanya bukan hanya sekedar cinta monyet."

Kalimat terakhir hinata entah kenapa bagaikan tamparan untuk sasuke dan tampaknya hinata menyadari itu.

"Kalau kau sendiri masih belum yakin dengan perasaanmu padanya, maka ini waktu yang tepat untukmu mencari tahu jenis perasaan yang kau rasakan. Jangan sampai kau salah mengartikan perasaanmu dan berakhir sebagai bumerang untukmu sendiri atau lebih parah malah menyakiti sakura, sasuke."

Jujur saja sasuke sendiri tidak berfikir sampai sejauh itu. Ini pertama kali dia jatuh cinta pada lawan jenisnya, tapi seperti yang hinata katakan, dia pun tidak tahu apakah benar yang ia rasakan adalah cinta atau sekedar rasa suka.

Tidak ada salahnya mengenal perasaannya lebih dahulu.

.

Sesaat setelah guru semok Tsunade meninggalkan kelas, Karin meringsut mendekati Sakura yang tampak berkemas.

"Ayo makan, cacing di perutku menggila sejak jam pertama. Ku fikir aku akan mati kelaparan."

Sakura hanya tersenyum geli dan menggelengkan kepalanya.

Tak butuh waktu lama setelah karin menata bentonya di atas meja, gadis uzumaki itu menyantap bekal makan siangnya dengan lahap. Berbeda dengan sakura yang selalu tenang menikmati bentonya yang terlihat menggiurkan.

Sejak hidup mandiri, sakura memang memiliki keterampilan di beberapa bidang seperti memasak, menjahit, bercocok tanam dan membuat kerajinan. Semua itu ia dapat berkat kedua orang tuanya yang meninggalkannya seperti boneka usang. Mau tak mau sakura harus bisa mengurus dirinya sendiri karena dia tidak bisa bergantung pada orang lain.

"Memikirkan sesuatu?"

Sakura sedikit tersentak ketika merasakan sesuatu menempel di bibirnya. Itu ulah karin yang menempelkan telur gulung untuk menyadarkan sakura dari lamunannya.

Setelah melahap telur gulung yang diberikan karin, sakura menggeleng sesaat tanpa minat menyinggung lebih jauh.

Sembari mengunyah makanannya, karin menatap diam-diam sakura. Sakura yang selalu terlihat tenang, seperti lautan yang dipermukaan tampak tentram namun tak terduga di dalam.

Karin tidak mengenal sakura selama hinata mengenal sasuke. Ia mengenal sakura saat pertama kali duduk di bangku smp. Butuh usaha keras agar sakura mau menerimanya sebagai sahabat, tapi terkadang ketakutan menghinggapi karin tiap melihat emerald tanpa ekspresi dan senyum ringan sakura.

Apakah sakura benar-benar mempercayainya?

Bagaimana jika selama ini hanya dia yang menganggap serius persahabatan mereka?

Bagaimana jika selama ini ia juga dipermainkan? Seperti yang sakura lakukan pada pria-pria yang mendekatinya.

Glek

Degup jantungnya perlahan semakin meningkat seiring keringat yang mengucur di tiap pori-pori kulit wajahnya.

Apa yang harus dia lakukan jika semua kemungkinan itu menjadi kenyataan?

"....rin? Karin, kau mendengarku?"

Karin menegang sesaat sebelum tertawa kaku dan menggaruk pipinya kikuk.

"Apa? Kau bilang sesuatu?"

"Aku tanya kenapa kau menatapku seperti itu, ada yang salah di wajahku?"

"Aa... Aku lihat upil segede kuda nil di hidungmu. Eugh mengerikan. Cepat bersikan sebelum selera makanku hilang."

Dengan begitu mudahnya sakura percaya perkataan karin dan merogoh tasnya dengan panik. Setelah mendapat cermin kecil yang selalu ia bawa, sakura memastikan apakah hidungnya benar memproduksi upil atau karin hanya mengerjainya.

"Pfft.... Kau percaya? Hahaha!"

Kekesalan sakura ia tunjukkan dengan merengutkan wajahnya. Dengan wajah merah merona menahan malu sakura mencomot asal menu bentonya.

"Ngomong-ngomong, cowok yang selalu bersamamu itu siapa?"

Seolah tak paham dengan ucapan karin, sakura memiringkan kepalanya dan menatap karin dengan tatapan menuntut penjelasan.

"Cowok lucu dengan rambut pantat ayam. Beberapa kali aku lihat kau dan dia bersama. Dia sasuke dari kelas elit kan?"

"Kalau kau sudah tahu kenapa masih tanya dia siapa?"

"Aish... Dasar tidak peka, maksudku dia siapanya kamu. Gebetan atau calon gebetan?"

"Dia bukan siapa-siapa karin."

"Kau tidak tertarik menjadikannya siapa mu? Dia tampan, pintar, popular dan kau tahu sekaya apa keluarga uchiha. Sepertinya dia bukan tipe playboy, jika dia mendekatimu artinya dia ada ketertarikan dan tidak ada salahnya kau menanggapi perasaannya kan?"

Nada jenaka dan kerlingan menggoda karin seketika lenyap.

Karin mengerjapkan kedua matanya sesaat manakala mendapati sakura meletakkan sumpitnya, menatap dalam kedua matanya dengan emerald yang menggelap serta senyum lebar yang sekali dua kali pernah karin lihat. Senyum tanpa ada perasaan apapun di dalamnya.

Telunjuk sakura terangkat hingga sebatas bibir mungilnya.

"Tentu saja aku menanggapi perasaannya karin."

TBC

About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang