pensant à vous

435 12 9
                                    

Tidak seperti hari-hari biasanya, tirai pada kamar perempuan itu telah tertutup walau mentari belum terbenam sepenuhnya. Yeojoo berbaring di tempat tidurnya, mengacak seprai katunnya dengan seluruh tubuhnya. Rambut panjangnya yang selalu dikuncir dua akhirnya berantakan akibat bergesekkan dengan bantalnya yang sudah tidak teratur. Selimut tebalnya telah terbuang entah ke bagian kamar yang mana—ia sudah tidak peduli. Tidak ada gunanya untuk mencemaskan selimutnya di saat ia telah kehilangan rok hitam dan branya yang dipenuhi renda.

Yeojoo membiarkan celana dalamnya yang senada dengan branya itu menggantung di pahanya, hampir menyentuh kaus kaki sepahanya yang berwarna putih. Suhu kamarnya saat itu hanya menyentuh 23 derajat Celcius, tidak seharusnya ia menanggalkan pakaiannya seperti itu di dalam kamar yang dikunci dari dalam.

Jari-jari kakinya berkali-kali mengejang. Ia tidak sakit. Ia merengek. Ia tidak sedih. Air mata mulai mengalir di wajah mungilnya, tetapi ia tidak merasa sakit.

Tubuhnya dikuasai berahi, dikuasai kenikmatan penuh dosa. Tangannya menggerayangi tubuhnya seraya ia memejamkan mata. Ia mengangkat rok pendeknya tinggi-tinggi hingga sepasang paha seputih susunya terekspos.

Tangan kanannya membuka liang vaginanya, tangan kirinya sibuk memijat klitorisnya yang membuat desahan-desahan melengking terdengar dari bibirnya. Perlahan ia membawa jari tengahnya ikut membentuk pola melingkar pada vaginanya, kemudian dengan hati-hati memasukkan jarinya ke dalam tubuhnya. Ia merengek, mendesahkan sebuah nama.

"Wonhee eonni...."

Ya, Yeojoo membayangkan Wonhee—yang saat ini tengah sibuk menyiapkan makan malam di dapur—membantunya memenuhi hasratnya untuk bercinta hingga pagi baru menyongsong. Ia membayangkan bagaimana Wonhee akan membelai seluruh bagian vaginanya dengan lembut, mengecup setiap jengkal tubuhnya dengan ringan disusul tawa menggoda, ia akan menatap Yeojoo setiap kali menekan titik kepuasan Yeojoo.

Dari mulutnya, Wonhee akan bertanya padanya, "apakah kau merasa sakit?"

Yeojoo selalu membayangkan Wonhee sebagai perempuan yang lembut, terlebih lagi pada dirinya yang saat ini tengah terbaring dan tak berdaya. Bagai mamalia di tengah masa kawinnya, Yeojoo menggeliat. Kini jari telunjuknya telah bergabung dengan jari tengahnya yang telah menggoda Yeojoo hingga kedua puting susunya menegang. Jarinya bergerak—masuk kemudian keluar secara perlahan, masuk kembali dengan pergerakan lambat—membuatnya menggigit bibirnya.

Ini bukan kali pertamanya Yeojoo memuaskan berahinya secara mandiri sambil membayangkan Wonhee. Wonhee selalu ada di pikirannya. Ia tidak akan pernah bisa menghapus Wonhee dari kepalanya, bahkan di saat Yeojoo sedang bermasturbasi.

Kali ini ia membayangkan bagaiamana Wonhee akan memperlakukannya seperti seorang putri raja dimana ia mendapatkan segala yang ia inginkan. Bila Yeojoo ingin Wonhee menggerakan tangannya lebih cepat, maka Yeojoo hanya perlu mengucapkannya dan ia akan mendapatkannya. Wonhee akan menatapnya dengan lembut, penuh kasih sayang, penuh perasaan cinta, dan semua tatapan tanpa ucapan itu hanya akan membuat lutut Yeojoo melemah.

Kedua jarinya telah masuk cukup dalam, ia hanya perlu menyentuh titik kepuasannya hingga ia melemparkan kepalanya ke belakang, mengangkat pinggulnya dari matras, dan ia mengejang. Yeojoo benar-benar mabuk akan bayangan Wonhee di balik kelopak matanya.

Ia membayangkan bagaimana Wonhee akan mengecup pahanya, membuat jalur dari lututnya, pahanya, hingga selangkangannya. Salah satu tangan Yeojoo kembali naik, kini menadah payudaranya dan memijatnya, meremasnya, membayangkan bagaimana Wonhee memuja dirinya dan menenangkan Yeojoo hanya dengan sentuhannya. Wonhee tahu titik-titik sensitif Yeojoo, ia tahu seberapa lembut yang Yeojoo inginkan, ia tahu tempo yang diminta oleh Yeojoo.

Gemstones Series - Sapphire ; s.hs + y.khTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang