一𝒐𝒏𝒆

2.3K 323 116
                                        

      Lego berserakan di lantai ruang tengah yang menyebabkan Guanlin mengaduh akibat tidak sengaja menginjak salah satunya. Tidak heran lagi siapa yang melakukan ini semua jika bukan Park Jihoon, kakaknya yang paling menyebalkan. Terbukti dengan adanya karpet bulu-bulu halus yang terhampar di dekat kaki Guanlin yang mana sering digunakan Jihoon untuk kegiatannya entah itu duduk, tidur, belajar, bermain, dan lain sebagainya.

Guanlin mendecak sebal melihat Jihoon yang sedang membelakanginya karena menyusun lego-lego yang menurut Guanlin sangat kekanakan. Bagaimana tidak, Jihoon sudah menginjak umur 20 tahun dan kelakuannya masih setara dengan adik sepupu mereka yang berumur 9 tahun.

"Ck, kalau lagi main tuh jangan berserakan kayak gini. Sakit tau gak keinjek kaki!" Suara berat Guanlin memutus konsentrasi Jihoon pada mainan favoritnya. Ia merengut tak suka mendengar nada Guanlin yang lagi-lagi tak bersahabat di indra pendengaran Jihoon. Selalu seperti ini. Ingin rasanya Jihoon menjitak jidat Guanlin tapi apa daya tinggi tubuh mereka berbanding jauh.

"B-be-risik, a-an-lin s-sana j-jang-ngan ga-ngg-u! D-das-ar ba-c-cot!"

Jihoon kembali membalikkan tubuhnya dan melanjutkan menyusun lego-lego untuk membentuk sebuah bangunan sesuai dengan khayalannya. Guanlin seketika mendelik mendengar kalimat terakhir yang terlontar dari bibir Jihoon. Bacot katanya? Siapa yang mengajarkan Jihoon berkata kasar seperti itu? Seingat Guanlin ia tidak pernah mengumpat seperti itu.....atau mungkin pernah? Entahlah Guanlin tidak ingat.

Langkah kaki panjang Guanlin membawa tubuh Guanlin ke hadapan Jihoon, dilihatnya Jihoon mengerucutkan bibir sambil terus mengotak-atik mainan legonya. Guanlin mengerluarkan sesuatu dari kantungnya tak lupa ia membuka bungkusan yang menutupi seluruh bagiannya, lalu dengan cepat Guanlin memasukkan benda itu ke dalam mulut Jihoon menyebabkan Jihoon mendongak kesal karna perlakuan Guanlin yang terlampau tiba-tiba.

"Gak usah protes! Permennya tinggal satu, kalau mau banyak sana beli sepabriknya sekalian." Dan setelahnya Guanlin berlalu begitu saja meninggalkan Jihoon yang kekesalannya menjadi bertambah.

Beberapa hari yang lalu memang Jihoon sempat menitip permen kepada Guanlin yang tentu saja Guanlin sangat malas menurutinya, apalagi Jihoon menitip dua bungkus permen dan dengan rasa yang sama pula. Sudah tiga hari ini Jihoon menagih tapi tidak kunjung diberikan oleh Guanlin. Bukannya apa-apa permen yang diinginkan Jihoon sudah sangat langka, bahkan Guanlin yakin produk tersebut sudah tidak dicetak lagi tapi mungkin keberuntungan sedang berpihak pada Guanlin. Guanlin yang tadinya hanya ingin membeli susu Greenfields menjadi berbalik arah membelikan permen titipan Jihoon yang untungnya entah untung atau tidak tersisa satu biji.

Manis. Permen dan sedikit perlakuan Guanlin.



➖➖➖➖➖



"Jihoonie hari ini mau makan apa, nak?" Seperti biasa Bunda menanyakan menu makanan apa yang diinginkan Jihoon, dan seperti biasa pula Jihoon akan menjawab 'apa yang dimasak Bunda, Jihoon selalu suka dan selalu menghabiskan tanpa sisa' membuat Bunda tersenyum dan mengecuk pucuk kepala Jihoon.

Guanlin yang melihat adegan ibu dan anak dari kursi seberang hanya memutar bola matanya malas, sudah menjadi tontonan sehari-hari melihat Bunda yang berbicara halus kepada Kakaknya, sedangkan kepada Guanlin Bunda berubah menjadi galak. Tujuannya hanya ingin mendidik Guanlin saja, bukannya tidak sayang.

Bunda sayang Guanlin, banget. Tapi tertutup oleh curahan kasih sayang yang lebih sering ditujukan kepada Jihoon. Karna memang Jihoon sedikit istimewa, dan Guanlin paham itu. Ia tidak cemburu, mungkin sedikit, sedikit saja itupun ketika Guanlin baru menginjakkan pendidikan sekolah dasar.

The Idiot  +panwinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang