Siang hari. Langit cerah, suasana ramai. Tapi ada satu hal yang membuat segalanya tampak buruk.
Aku sedang berada di kantin Universitas. Menikmati jam makan siangku, sebelum hal ini dirusak oleh pria Park yang menyebalkan, Park Ji-min.
Aku melirik sekilas kearah Jimin, dia sedang fokus dengan ponselnya, dan sesekali mengumpat kasar membuatku jengah. Entah apa yang sedang di lihatnya, aku tidak peduli. Bagiku keberadaan Jimin disini hanya mengganggu.
Aku menghela napas kasar lalu meletakkan sumpitku, dan Jimin mulai memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Matanya menatapku lekat, sudut bibirnya mulai terangkat memperlihatkan senyum manisnya.
"Sudah selesai? Ayo kita pulang."
Jimin masih setia dengan senyumnya, tidak peduli denganku yang sudah memperlihatkan raut benci.
"Kau tidak perlu mengantarku, Jim."
Kataku dingin dan berusaha bangkit. Aku terkejut saat tiba-tiba Jimin menarik tanganku kasar, membuatku merasa sedikit panik karena beberapa mahasiswa mulai memperhatikan kami.
Jimin berjalan cepat, tidak peduli denganku yang mulai kesulitan menyamai langkahnya.
"Jimin lepas!"
Aku sedikit berteriak dan berusaha untuk melepaskan genggaman Jimin karena hal ini mengundang banyak perhatian. Aku terlalu fokus berusaha melepaskan genggamannya sampai tidak sadar kami sudah berada di lahan parkir, tepatnya di depan mobil Jimin.
"Kau ingin membuatku di anggap seperti wanita murahan atau bagaimana?! Jimin, aku ini sudah punya kekasih!"
Kini aku benar-benar berteriak kencang. Jimin menghela napas kasar kemudian melepaskan tanganku.
"Aku hanya ingin mengantarmu pulang, apa aku salah?"
Jimin kembali melembut, dan kini mulai menatap kearah pergelangan tanganku yang sedikit memerah karenanya. Raut wajahnya berubah sedikit pucat,
"Ma-maafkan aku, Ji. Apa sangat sakit?"
Jimin berusaha meraih pergelangan tanganku kembali, tapi aku langsung menepisnya. Aku memejamkan mata sebentar, berusaha untuk menenangkan diri.
"Jimin, berhenti menggodaku. Aku sudah memiliki kekasih, Kim Taehyung. Apa itu kurang jelas bagimu?"
Aku memberi tekanan pada kalimat terakhir agar hal itu dapat Jimin dengar dengan jelas. Tapi sial, yang kudapatkan malah jawaban tidak masuk akal darinya.
"Kau bisa menjadikanku yang kedua,"
Sontak aku mematung, menatap Jimin heran. Ini sungguh gila, aku tidak bisa menebak isi pikiran pria di hadapanku. Aku mulai berpikir bahwa dia memang sudah tidak waras.
"Ji, apa kau tidak pernah berpikir Taehyung bisa saja mengkhianatimu? Kau pasti tau maksudku bukan?"
Aku mengernyit, bingung. Akan kemana arah pembicaraan ini dan sedikit menebak hal gila apa lagi yang mungkin bisa keluar dari mulutnya.
"Maksudku, kau tau bukan budaya barat seperti apa? Bagaimana kalau kekasihmu itu nantinya meniduri banyak wanita disana? Lagipula, kekasihmu itu tampan."
Jimin sangat santai saat mengatakannya, berbeda denganku yang daritadi hanya bisa diam dan mematung mendengarkannya. Aku tidak ingin terpengaruh oleh ucapan Jimin, tetapi otakku melakukan kebalikannya. Aku menggeleng singkat dan menepis pemikiran bodoh pria Park.
Tanganku mengepal, aku menatap Jimin sengit,
"Kami sudah berjanji untuk terus bersama! Dan ucapanmu tidak akan memengaruhiku!"
Aku mulai berjalan menjauh, dan bisa kudengar Jimin mengatakan sesuatu
"Dan perjanjian ada untuk di khianati, Ji."
***
Please leave your vote and comment 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Someonus
FanfictionAku menyesal karena peduli padanya. Seharusnya saat itu aku membiarkan dirinya hancur, bukan malah memeluknya. Andai saja aku bisa memutar waktu, aku ingin kembali di saat aku bertemu dengannya. Kemudian menutup mata dan hatiku, membiarkannya hancur...