Part 05

13 2 0
                                    

Untukmu maaf selalu ku sebar luaskan, tapi untuk kecewa maaf aku rasa tak semudah itu, karna ini pasalnya tentang hati, hatiku sudah tergores oleh kecewa yang kamu pikir mudah hilang hanya dengan maaf, nyatanya kamu salah maaf saja tak menghilangkan kecewa yang sudah membekas.

***

Sebelum menemui David yang kata Kak Nana sudah menungguku di lantai bawah aku merapihkan dulu penampilanku yang sedikit acak-acakan bukan apa-apa tak mungkin aku menemui David dengan keadaanku yang berantakan nanti makin kacau deh urusannya bisa-bisa Mami tahu kalau aku jadi sedikit menyedihkan hanya karna patah hati.

Setelah membasuh wajahku dan mengikat rambut panjangku aku beranjak menemui David.

Kulihat David tengah menonton Tv di ruang Tv dan ada secangkir teh hijau yang sepertinya sengaja dibuatkan oleh Kak Nana.

“Dav … “ sapaku, David terlihat terkejut tapi tak ayal dia menolehkan kepalanya ke arahku yang jaraknya hanya beberapa meter saja dari tempatnya duduk.

“Eh Sar … Syory gue keasyikan sampe gak tau lho udah ada di sana.” Balasnya dia tersenyum kikuk sembari menggaruk belakang kepalanya.

Aku tersenyum tipis, sambil ku langkahkan kakiku mendekat dan ikut duduk di shopa di sebelahnya.

“Gak papa kok Dav, lho udah lama ?”
“Belum kok, baru 15 menitan aja mungkin.”
Aku manggut-manggut saja, kemudian setelah percakapan itu aku dan David sama-sama Diam. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri yang aku sendiri tak tahu itu apa, lalu David dia terlihat seperti gelisah sekali kali matanya menatap ke bawah lalu ke atas seperti ada yang sedang dipikirkan.

“Sar ?” Panggil David.
“Hemm ?” Sahutku.

Aku mengamati ekpresi David, laki-laki itu tampak seperti ingin mengatakan sesuatu tapi kelihatannya ragu-ragu. Aku juga bingung tidak biasanya David datang ke rumahku kalau tidak dengan sahabatku yang lain, bukan tidak pernah juga sih dulu dia sempat mengantar jemputku tapi tidak lama mungkin sekitaran satu minggu aku keburu tidak enak kalau merepotkan dia terus.

“Kenapa Dav ?” tanyaku, “Tumben lho kesini.”

“Emangnya gak boleh yah gue  main ke rumah lho ?”

“Emm … ngga gitu juga sih maksud gue kan lho jarang main kerumah gue kalau gak sama anak-anak yang lain, jadi gue heran aja.”

David tersenyum samar, “Sar, maaf sebelumnya … lho putus sama pacar lho ?”

Aku tertegun, kenapa David tiba-tiba nanya itu, dari mana dia tahu bukannya aku hanya memberitahu kayla saja. Apa kayla yang bilang, tapi dia sudah berjanji untuk tidak memberitahu tentang putusnya aku dengan Zio pada siapapun termasuk David.

“Sar gue minta maaf,”

Aku masih terdiam di tempatku tak merespon kata-kata David.

“Dav lho tau dari siapa ?”
“Hanum … Dia, dia cerita sama gue kalau lho putus sama pacar lho”
Lagi lagi Hanum.

“Udahlah Dav, gak usah dibahas mungkin emang udah takdirnya gue sama Zio putus, gue sendiri juga gak tau penyebab gue putus sama dia itu apa tapi, ya gimana lagi dia yang minta mungkin emang karna dia udah gak mau sama gue.”

Sebisa mungkin aku menekan rasa kecewa yang ada dalam diriku, sebenarnya aku tak seikhlas itu untuk merelakan Zio dengan Hanum tapi, mau bagaimana lagi memang sudah bukan hak dan urusanku lagi jadi ya biar saja aku hanya berharap aku cepat sembuh dari patah hati ini, biar aku gak selemah ini.

“Tapi, Sar gue rasa semua ini ada hubungannya sama gue …”

Kata-kata David sontak mengembalikanku dari lamunanku sendiri.

“Maksud lho ?”
“Kita jangan ngomong di sini, ikut gue!”

Aku menurut, dengan mengikuti David berdiri dan mengikutinya keluar dari rumah.

*

Aku dan David sudah duduk di depan penjual bubur ayam yang kebetulan nongkrong di depan gerbang rumahku.

“Sekarang lho ceritain semuanya, gue gak mau ada yang ditutupin. Kalo lho emang masih nganggap gue sahabat lho.”

Kataku pada David dengan penuh penekanan.

David menghembuskan nafasnya perlahan sebelum matanya yang berwarna coklat itu memandangku dengan tatapan yang sulit gue artikan.

“Sar, gue minta maaf mungkin gara-gara gue juga lho harus putus sama Zio.”

Aku masih tak mengerti dan sepertinya David mengerti akan hal itu.

“Selama ini Hanum suka sama Zio.”
Aku tahu itu, kalau dia tidak suka sama Zio mana mungkin dia mau jadi pacarnya mantan sahabatnya.

Aku jadi kesal, kenapa David ngomongnya bertele-tele sekali sih.

**

“Sebenernya lho ngajak gue kesini ada apa sih Dav, kalo Cuma untuk ngomongin itu percuma gue udah tahu. Gue juga tahu kalo Hanum sekarang pacaran sama Zio, dan menurut gue itu udah cukup buat gue tahu satu hal kalo selama ini Hanum suka sama cowok gue dan pantas aja dia ngebet banget dari dulu pengen gue putus sama dia, munafik.”

Aku beranjak dari tempatku duduk hendak pergi, tapi David menahan gerakanku.

“Lho gak mau tahu penyebab Zio putusin lho ?

“Dia pengen jadian sama Hanum itu alasannya, udahlah gue males harus ngomongin para pecundang itu.”

“Hanum ngehasut Zio buat putusin lho, dia bilang lho selingkuh dan yang paling parah adalah Hanum bilang lho selingkuh sama gue … “

Aku menghentikan gerakan kakiku saat mendengar lontaran kata-kata yang David ucapkan.

“Sar, maafin gue karna gue jadi penyebab lho putus sama Zio, gue emang sayang sama lho gue emang cinta sama lho bahkan dari saat lho belum ketemu sama Zio. Tapi, gue gak punya cukup keberanian buat ngungakapin perasaan gue itu sama lho karna gue sadar perasaan gue itu salah dan gak seharusnya gue sayang sama sahabat gue sendiri.”

Aku masih diam di tempatku memijakan kakiku saat ini, mencoba meresapi kata-kata David yang sejujurnya cukup menohok hatiku, selama itu kah laki-laki itu mencintaiku, timbul rasa tak nyaman saat tahu kalau selama ini David harus menahan perasaan sakitnya sendiri saat aku selalu bercerita soal Zio pada dia dan yang lainnya.

“Gue berusaha bahagia hanya dengan ngeliat lho bahagia dengan Zio, gue ngerasa Zio adalah orang yang tepat buat ada di samping lho meskipun gue mati-matian harus menahan perasaan sakit gue sendiri saat itu. Tapi, ngeliat sekarang lho sakit hati, ngeliat lho sekarang harus patah hati dan kecewa karna dia sumpah demi tuhan gue nyesel … gue nyesel karna gak berusaha buat rebut lho dari dia,”

Jeda sejenak, David terlihat diam tak melanjutkan kata-katanya sedangkan aku, aku masih menunduk menahan berbagai macam perasaan yang seperti menyerbu tiada henti, kenapa semua bisa serumit ini ya tuhan … andai aku tak terjebak dengan perasaan ini, andai aku tak mudah lemah dan terbodohi oleh kata cinta mungkin semuanya tak akan semenyesakan ini.

***
Tbc

LDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang