Pagi ini Marcel datang lebih awal karena ada sesuatu yang harus dia kerjakan. Apa lagi kalau bukan urusan OSIS. Mungkin Marcel adalah ketua OSIS ter-rajin yang pernah ada. Seakan hidupnya separuh di dedikasikan untuk sekolah. Salut banget kan ya??? Hehehe.
"Pagi Cel." sapa Riana saat memasuki ruangan OSIS yang memang cuma ada Marcel di sana.
Marcel hanya balas dengan deheman. Namun Riana tetap tidak peduli dengan respon Marcel. Padahal sering kali ia di giniin oleh ketua OSIS itu.
"Lo udah sarapan cel?" tanya Riana basa-basi.
Marcel hanya mengangguk tanpa menoleh ke arah Riana yang sudah duduk di hadapannya. "Hari ini kita ada razia lagi cel?"
Marcel mengangguk, "razia di depan gerbang, catat anak-anak yang telat. Laporannya kasih gue." perintah Marcel tegas.
Memang kalau masalah OSIS, Marcel tidak sayang dengan suaranya makanya ia akan berbicara panjang lebar. Tetapi kalau untuk basa-basi gak penting Marcel akan menutup mulutnya rapat.
"Oke siap pak ketu, laksanakan." ujar Riana lalu berjalan keluar. Sedangkan Marcel kembali mengerjakan tugasnya. Tugasnya memang sedang banyak karena sebentar lagi pangkat ketuanya akan berpindah ke adik kelas yang nantinya mencalonkan sebagai ketua OSIS. Marcel sudah kelas 12 dan sudah harus pensiun untuk masalah ini.
****
Sekarang sudah pukul 6 lewat 15 menit, artinya 15 menit lagi bel masuk sekolah akan berbunyi. Ini bukan karena bangun kesiangan, namun ini karena maminya yang memaksanya untuk sekolah. Niat awalnya Renata memang tidak akan masuk sekolah hari ini, karena ada tugas yang belum ia kerjakan dan harus di kumpulkan hari ini. Tapi... Ah sudahlah, pokoknya hari ini adalah hari sial untuk Renata.
Renata mengendarai mobilnya menuju sekolah, Raya? Itu anak masih molor. Lalu kenapa Renata tidak ke rumah Raya saja? tidak bisa, mata-mata orangtuanya banyak. Nanti yang ada kartu kreditnya di sita. Auto nangis darah.
"Arghh mami nyebelin." gerutunya di dalam mobil.
Teng.
Tepat pukul 6.30 Renata baru saja sampai di depan gerbang yang sudah di tutup rapat. Memang sekolahnya ini memiliki kedisplinan tinggi.
Mau tidak mau Renata kembali mengumpat. "Anjir udah di tutup lagi, perasaan baru jam segini." Renata turun dari mobilnya lalu mengetuk pagarnya dari luar.
"Awss sakit, keras banget sih ini pager." ringisnya.
Belum ada tanda-tanda pintu gerbangnya akan di buka. Renata sibuk ngoceh tidak jelas tanpa di sadari ternyata banyak juga siswa yang terlambat.
"Loh re, tumben telat." ujar Gilang anak kelas sebelah. Gilang ini temannya Devan.
"Eh iya nih Lang, biasalah kelakuan anak sekolah." ujar Renata.
Gilang tertawa. Bohong kalau Gilang tidak suka dengan Renata. Kalau bukan karena Devan, mungkin Gilang udah pelet eh pepet Renata terus deh. Sayangnya Devan udah cinta banget sama ini cewek.
Tak lama pintu gerbang kembali di buka oleh satpam. Siswa yang telat di persilahkan masuk dengan kunci kendaraan mereka di berikan kepada satpam tersebut.
"Kalian masuk dan baris di lapangan, kunci mobil dan motor kasih bapak." ujar si satpam. Semuanya memberikan kuncinya lalu berbaris di lapangan. Dan ternyata sudah ada beberapa anggota OSIS yang sedang berbincang di sana.
"BARIS YANG RAPI!" teriak anggota OSIS membuat nyali mereka sedikit ciut.
Wejang demi wejang di berikan oleh anggota OSIS. Dan terakhir hukuman yang di berikan mereka untuk siswa yang telat. Ngapain pakai ceramah kalau ujung-ujungnya tetap di kasih hukuman?
"Untuk yang cowok, bersihin toilet lantai 2" ucap Riana tegas
"Untuk yang cewek, bersihin lapangan indoor dan outdoor." Teriaknya lagi.
"Dan setelah itu, minta surat izin masuk ke ketua OSIS, kalau tidak ada surat izin gak bisa masuk kelas. Ngerti semua?" teriak Riana lagi.
"Ngerti kak." sahut mereka serempak lalu bubar menjalankan tugas.
Untung saja hari ini yang telat lumayan banyak, kalau cuma sedikit pasti capek banget. Waktu berjalan begitu saja, pekerjaan sudah selesai. Mereka mengantri untuk meminta surat izin ke Marcel. Tapi tidak dengan Renata. Ia sengaja berbaris paling belakang agar lama masuk ke dalam ruangan itu. Pertama karena malas itu pelajaran yang memang tugasnya belum ia kerjakan apalagi gurunya killer dan kedua karena males ngelihat wajah si manusia es.
"Duluan aja nih Re." tawar Gilang yang berbaris lima orang di depannya.
Renata menggeleng, "gapapa lo duluan aja, gue sengaja biar gak ikut pelajaran." ternyata eh ternyata ucapannya terdengar oleh salah satu anggota OSIS.
Jadilah Renata di paksa masuk lebih dulu ke dalam sana. "Kamu masuk duluan!" ujar Riana ketus.
"Loh itu kan yang baris di depan banyak, saya kan paling belakang." bela Renata.
"Gue denger lo sengaja baris di belakang biar gak ikut belajar. Jadi lo masuk duluan biar lo bisa ikut pelajaran."
"Kok situ yang repot? Emang kalo saya gak ikut pelajaran itu ngerugiin situ? Enggak kan?"
Riana terpancing emosi, "lo songong banget sama kakak kelas. Sekarang juga lo masuk ke ruang OSIS" perintahnya.
Kegiatan itu di perhatikan mereka semua yang ada disana, tidak ada yang melerai mereka. Bagi anggota OSIS tingkah Riana sudah benar, tapi bagi yang di hukum mereka mendukung Renata. Karena yang di bilang Renata juga benar.
"Suruh aja yang antri paling depan, gue mah orangnya santai." desis Renata.
"Gue bilang lo yang masuk lebih dulu." emosi Riana.
Renata hanya diam seolah tidak mendengar apa yang barusan Riana ucapkan. Hingga Marcel keluar dari ruangannya. Banyak yang terpana pada lelaki itu, tapi tidak dengan Renata. Malah sekarang Renata memasang wajah juteknya.
"Keluar lagi tuh manusia es" cibirnya pelan.
Marcel mendengar itu, namun ia tak membahasnya. Tidak penting menurutnya. "Kenapa?" tanya Marcel entah pada siapa. Tetapi Riana yang peka langsung menjawab pertanyaan ketuanya.
"Ini dia sengaja baris paling belakang biar lama dan gak ikut pelajaran, gue suruh dia masuk duluan tapi dia malah songong dan tetep gak mau." jelas Riana.
Marcel memandang Renata sebentar. "Masuk." ujarnya singkat.
Renata diam tak menjawab bahkan seolah tak mendengar, "masuk atau gue bikin surat panggilan orangtua?" tegas Marcel membuat semua disana ternganga.
Dengan kesal Renata menginjak kaki Marcel lalu masuk kedalam ruang OSIS tersebut jangan lupakan mulutnya yang komat-kamit bagaikan Mbah dukun.
Bersambung..
Masih seru gak nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Cold ( REVISI )
Teen Fiction15-Maret-2019 (Rank #7 Remaja) 19-Maret-2019 (Rank #1 SMA) 27-Maret-2019 (Rank #1 teen fiction)