"BAWA MENYINGKIR!"Aku bahkan belum selesai bicara tapi Jin sudah mengubah air muka, membuatku terperenyak seketika oleh suara tingginya nan seberat godam.
Lima detik.
Lima detik dan nada guraunya lenyap diganti sergah amarah. Seolah-olah kubawa ini bukan pisau cukur melainkan granat nanas yang siap kulempar agar meledak rumahnya menjadi puing-puing kecil.
Benci sekali aku berselisih dengannya. Maka kubuang napas dan mengangguk.
"Ya," janjiku. "Nanti setelah selesai aku mencukurmu."
Barulah Jin meletakkan bukunya dan mengajakku ke serambi belakang. Kududukkan ia di kursi rotan menghadap halaman, lalu kami rampungkan urusan ini tanpa banyak bicara.
.
~
.Aku mungkin mengecewakan Jin sebab hasilnya kurang halus, namun aku merawat lebih baik dari barber tua langganannya.
Kukeringkan minyak wajahnya dengan masker lempung, kusemprot pelembab uap. Kuoles gel lidah buaya pada dagu dan pipinya sebagai aksi preventif iritasi. Terbaik yang dapat kulakukan agar Jin berhenti membenci pisau cukur.
"Aku tidak benci pisau cukur, hanya benci kalau setan perak memainkannya malam-malam," rundungnya.
Melalui permukaan kolam ikan yang ditumbuhi teratai, Jin menatap refleksi diri, lantaran tak punya sepotong pun cermin dalam rumah. Meneleng ke kanan, ke kiri, mengeksaminasi hasil kerjaku.
Kukira Jin akan protes, hingga ia menarik kedua sudut bibirnya—tak mampu kupastikan apakah itu kepuasan atau ia mendadak ingat lagi cara bahagia, namun hatiku menghangat.
Entah kapan terakhir kulihat Jin yang narsistik menjadi diri sendiri, tersenyum pada pantulan bayangannya.
Selanjutnya ia mengangkat kepala. Kami biarkan detik-detik terlewat selagi bersua pandang dalam bungkam.
Sepasang manik legam di bawah alisnya memendam lejar, namun
kulihat harmoni secerah mentari pagi meradiasi dari sana."Terima kasih," ungkapnya.
Satu yang menyesakkan batinku adalah fakta bahwa aku tak tahu berapa menit, atau bahkan berapa detik tersisa hingga setan perak keparat merenggut harmoni itu dari matanya.
"Karena tetap mencintaiku meski aku berantakan."
Dulu Jin pernah sangat mencintaiku.
"Karena tidak meninggalkanku seperti yang seluruh dunia lakukan."
Dan sebanyak bumi mengorbit matahari, aku mencintainya, Kim Seokjin pusat semestaku berevolusi sepanjang fana hidup yang penat.
"Karena mencukur jenggotku saat aku lupa bagaimana melakukannya. Terima kasih."
Barangkali pada momen itu Herakles meminjamkan kekuatannya sehingga aku mampu menahan rebak air mata.
Kuharap dia benar.
Kuharap aku masih memberinya cukup cinta yang tak lagi dia peroleh dari siapa pun, lebih-lebih dari setan perak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pisau Cukur ✔️
Short StoryKim Seokjin punya banyak uang, tapi beli pisau cukur saja tidak mampu. Supranatural / Psychology.