Setiap Jumat, akulah yang menyeretnya ke seorang barber di ujung jalan, agar bersih dagu itu dari gerigi hitam menyebalkan tanpa debat.
Namun pekan ini sisa uangku tidak cukup.
Oh, tentu Jin takkan keberatan bila kuambil selembar dari dompetnya, tetapi alih-alih di kesempatan ini aku ingin membujuknya agar kembali berkawan dengan pisau cukur.
Perihal setan perak yang Jin bicarakan, katanya setan itu menyukai barang-barang mengilat. Dia menengkari Jin setiap malam demi memperebutkannya.
Mereka tinggal seatap kira-kira sejak setahun silam, tak pernah pisah walau empat kali Jin pindah rumah.
Itulah sebabnya Jin tidak lagi menyimpan pisau cukur, pun barang-barang mengilat lainnya termasuk paku, piring-piring keramik, dan pengupas kulit buah.
Jin tega membuang meja marmer serta tembikar hias kesayangannya, serta cendera mata dari beling. Bahkan melepas kaca di seluruh jendela rumah kayunya, demi menghindari perseteruan versus setan perak.
Aku tidak mengerti dan mulai enggan peduli, pada setan perak yang tak pernah kujumpai.
Maka kubelilah pisau cukur dari swalayan mini dalam perjalanan menuju rumahnya. Pisau cukur merah muda, satu pak isi dua, termurah dari semua yang ada.
Hari ini dia masih duduk di sisi jendela membaca buku resep.
"Aku yang akan mencukurmu kali ini Jin," kataku.
"Pakai kuku?" Jin bercanda.
"Pusar nenekmu cukur jenggot pakai kuku!" balasku. "Aku menyiapkan pisau cukur dan—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pisau Cukur ✔️
Kısa HikayeKim Seokjin punya banyak uang, tapi beli pisau cukur saja tidak mampu. Supranatural / Psychology.