[Hari Ketujuh]
Seulgi menunggu di mobilnya—di parkiran, siang itu Irene meminta untuk dijemput.
Maka disinilah dia.
Di depan ruko-ruko penjual kain.Irene sedang berburu kain yang nantinya akan dia jadikan hadiah untuk Bu Wati; wali kelasnya sewaktu SD dulu.
Irene sangat dekat dengan Bu Wati, selain mantan wali kelasnya, beliau adalah tetangga Irene.
Karna beliau jugalah, Irene dahulu memilih untuk bersekolah di SD Pelita Jaya.
Dan di sana lah dia bertemu dengan Seulgi lalu semenjak itu mereka selalu bersama.
Ohya.
Seulgi adalah kakak kelas Irene, dia berada dua tingkat diatas Irene.Saat pikiran Seulgi tengah melayang ke masa-masa sekolah mereka..
Pintu mobilnya pun terbuka dan masuklah gadis tercantik yang pernah Seulgi lihat.
"Hai.." pelan Irene sembari meletakan plastik belanjaannya dikursi belakang.
Seulgi tersenyum kecil.
Ada kemajuan.
Semenjak kejadian di perpustakaan beberapa hari yang lalu, Irene mulai menghangat. Dan walaupun masih canggung, Seulgi tetap bersyukur.
Setidaknya Irene tidak se-dingin hari pertama.
"Udah?" tanya Seulgi
Irene pun mengangguk, sejenak menatap Seulgi. Lalu buru-buru mengalihkan pandangannya.
Dan iya, walaupun suasana diantara mereka tidak se-dingin es lagi, Irene tetap tidak bisa menatap Seulgi lama-lama.
Hanya sedetik dan paling lama lima detik.
Menatap Seulgi secara langsung lalu pada akhirnya membuang muka.
Seulgi pun tersenyum kecil, dia ikut mengangguk, kemudian menyalakan mesin mobilnya, memasukan gigi, dia lalu memantau kaca spion dan dengan begitu mobilnya mulai berjalan mundur; keluar dari parkiran.
Bunyi peluit dari petugas penjaga parkiran memenuhi pendengaran Seulgi dan Irene.
Seulgi pun langsung menurunkan kaca mobilnya, dan memberikan uang sebesar Rp. 5000,- pada Mas Anto (Seulgi mengetahuinya dengan membaca papan nama yang dibordir dengan sempurna pada baju yang terletak di bagian dada kanan pria itu)
"Makasih bang" ucap Seulgi ramah
Yang dibalas dengan senyuman hangat Mas Anto.
Seulgi menaikan kaca, memutar steer, dan kembali memasukan gigi, kemudian mobilnya pun mulai melaju membelah jalanan.
"Mau kemana lagi rene?" datang pertanyaan Seulgi
Namun pertanyaannya tak dijawab.
Saat lampu merah menyala, Seulgi pun berhenti. Dia lalu menggunakan kesempatan itu untuk menatap Irene.
Dan dia sedikit terkejut ketika dia melihat yang ingin dia tatap ternyata sedang menatapnya.
Tatapan itu, ternyata masih menghipnotis.
Irene menatap Seulgi, kali ini dia tidak buru-buru menarik pandangannya.
"Masih sama ya" ucap Irene pelan
"Huh?" dahi Seulgi berkerut—tanda bahwa dia tidak mengerti.
"Selalu ramah sama orang lain, siapapun itu"
Dan disana.
Seulgi melihat ada yang melembut disana; di kedua mata Irene yang menghipnotis itu.Kedua mata yang selalu menatapnya dengan penuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Hari Melepas Irene Bae [END]
Fiksi PenggemarPada akhirnya dia harus melepaskannya. Namun dia sadar ternyata melepaskannya bukanlah sebuah perkara yang mudah. Melepaskannya? Iya. Barangkali itu keputusan terberani namun tetap yang paling menyakitkan yang pernah dia ambil.