Sabar?
Kata yang gampang diucap namun tidak untuk dijalankan. Kata yang sering didengar tanpa dipelajari lebih lanjut. Kata yang bermakna konotatif dan bersifat memaksa. Kata yang sangat dibenci sang pemeran utama."Ra dipanggil Bu Sri" ucap lestari temannya.
"Apaan lagi sih, demen banget tuh guru jumpa sama gue" kata Dara sambil menghentak-hentakan kakinya lalu pergi menuju ruang Bu Sri, guru kesiswaan mereka.
Sepanjang jalan dari kelas XI IIS 4 menuju ruang anker seluruh siswa -ruang kesiswaan- dilantai satu, banyak bahkan mungkin hampir seluruh mata menatap Dara, tatapan kagum, jijik, bahkan benci.
Ah, Dara tak memperdulikan mereka. Kadang, saat dia ingin dia akan melirik tajam satu persatu dari mereka, terlebih mereka yang bergeng seperti geng Yuliana ini.
"Mata lah, minta dicongkel. Hah!" Tajam Dara pada Yuli dan teman satu gengnya.
"Kenapa? Ga boleh?" Pancing Yuli
"Boleh. Kalau Lo mau jadi bahan gue yang selanjutnya"
"Anj-" buru-buru Wanda menahan Yuli, takut Yuli akan memperburuk suasana dan mood nya Dara.
"Dara, cepat kemari" teriak Sri yang baru saja keluar dari ruang kesiswaan di sudut sekolah tersebut.
"Siyap ibuu" jawab Dara sedikit berteriak sambil mengacungkan jempol kirinya. D
"Ibu tercinta gue udah manggil, katanya gue mau diberi belaian cinta kasih dalam sejuknya ruang berAC. Jadi gue caw dulu ya teman dahh"
"Iya Bu?" Senyum hangat Dara menyapa Sri guru kesiswaan mereka.
"Gausah senyum senyum. Kamu itu harus dibilangin bagaimana lagi sih?" Kata Bu Sri menahan emosi.
"Iya Bu saya ngerti" ucap dara sopan.
"Daraaa, perbuatan kamu kali ini benar benar tidak dapat ditoleransi. Hampir saja kamu membunuh Nia. Kamu-" suara Bu Sri tertahan dengan emosi yang masih memuncak.
"Yaelah bu, baru terkurung 3 jam masa langsung mati" jawab Dara sambil memutar kedua bola mata nya dengan malas.
"Apa kamu bilang? Kamu itu-"
"Ibu gimana sih, padahal suara saya jelas banget tadi." Dara membuang napas malas "udah deh daripada capek, mending ibu buat surat panggilan orang tua atau sekalian saya dikeluarin. Kan selesai" ucap dara enteng lalu pergi dari sana.
"Kalau bisa, sudah dari dulu kamu saya keluarin Daraa" geram Sri.
***
Suara tertawa sekumpulan siswi di sudut kanan kantin tak kunjung menjadikan siswi lain yang melihatnya tertular atau tersenyum sedikit saja. Menurut mereka tak ada yang lucu dari tangis tertahan seorang gadis yang seragamnya telah basah karena tertumpah kuah bakso panas. Ralat, ditumpahkan.
Semua mata memandang prihatin, namun tak ada yang berani melawan. Dari dulu.
Dara sedang tersenyum manis menatap gadis -yang sudah dia kenal 12 tahun belakangan- dihadapannya, bukan jenis seringaian kejam. Senyumnya lebih ke senyum manis dengan mata yang sedikit menipis dan menunjukan kedua gigi kelincinya. Tak ada segurat rasa bersalah disana, ataupun sedikit kekhwatiran setelah menuangkan semangkuk bakso panas pada seorang siswi teladan yang menjadi wakil ketua OSIS SMA nya.
"Lo!" Suara Geraman itu tak keluar dari sang gadis berbaju kuah bakso.
Dia, sang ketua OSIS yang dikabarkan menjalin hubungan kasmaran dengan wakilnya dalam organisasi. Menyampirkan jaketnya pada siswi berbaju kuah bakso dengan mata memerah.
Tentu saja Dara mengenalnya, menjadi siswi paling teladan mengharuskannya berurusan dengan BK, PKS, Kepsek dan OSIS tiap harinya.
"Oalah cinlok mas? Hm?" Remeh Dara berhasil menyulut emosi Raden sang ketua OSIS.
"Lo! Sampah kayak Lo gabisa aja keluar dari sekolah ini?" Ketua OSIS yang terkenal ramah dan sangat baik itu sudah menjelma menjadi monster. Menyebabkan beberapa siswi memandang takjub, ada yang terheran bahkan sampai menganga.
Namun tak berhasil menyulut emosi Dara. Buktinya, Dara semakin tertawa karenanya."Gengs, coba perhatiin ketua OSIS SMA Bakti Kusuma yang selalu dibanggakan dengan keramahan dan kepintarannya ini sekarang sudah menunjukan wajah aslinya, Topengnya kemana mas?" Dara sudah berhenti tertawa, giliran teman temannya yang tertawa.
Kali ini beberapa siswa memandang lucu, lucu melihat Raden yang dikenal bijak dan selalu memiliki suara menjadi kicep. Beberapa memandang bosan, bosan akan Dara yang selalu membuat onar dan menjadi pemenang perdebatan adalah keputusan akhir.
"Kenapa mas Raden? Baru sadar berurusan dengan orang yang salah?"
Belum sempat Raden membuka mulut, Dara sudah lebih dulu bersuara. Sudah dibilang, pemenangnya Dara itu merupakan keputusan mutlak.
"Pertama, ini urusan gue sama dia. Ga peduli Lo siapa nya dia, bapak kek, oom kek, ataupun pacar dia. Karena saudara ataupun kawan gue juga ga ikutan kok. Gue ngelakuin semuanya pakai tangan gue sendiri"
"Kedua, Lo bebas mau ngelakuin apa aja akibat perbuatan gue, tapi jangan ngelarang gue. Lo ga punya hak untuk itu."
"Ketiga, tunjukkin dong kekuasan Lo sebagai ketua OSIS, masaan mau ngeluarin gue yang gaada prestasinya untuk sekolah mesti ngemis minta ke gue. Dan oh iya, gue pikir Lo cukup pintar membedakan mana manusia dan mana sampah. Ternyata engga?"
"Kokbisa sih Lo masuk SMA? Nyogok? Eh jadi ketos pula lagi, ckckck. Jadi pertanyaan gue. Kalau gue sampah masuk organik apa anorganik nih?" Dara tersenyum manis setelahnya.
Suara tawa dan hinaan orang mulai terdengar, jarang jarang kan bisa menghina ketua OSIS yang hampir tidak punya cela itu.
"Bapak Raden selaku ketua OSIS yang terhormat dan sangat saya nantikan untuk berjumpa diruang BK, saya meminta bapak untuk pergi dari sini karena urusan saya cuman sama ibunda kanjeng Lia" kata Dara sambil pura pura menundukkan kepalanya.
"Gue bener bener ga terima ada satu sampah yang mengusik ketenangan orang disini. Oh iya kalau Lo tanya Lo itu sampah organik atau anorganik itu gaada jawabannya, karena Lo adalah sampah sosial. Merusak dan mengusik orang lain itu termasuk sampah, gue pikir menjadi anak ips membuat Lo lebih ngerti ini dibanding gue."
Suasana kantin semakin mencekam. Mereka lupa, bahwa sang ketua OSIS mereka yang ramah ini sangat pandai dalam berbicara.
"Gue ga tertarik belajar sampah-sampahan, karena gue ga pernah niat jualan sampah. Mungkin elo iya" suasana mencekam tadi tidak larut juga dengan tawa sekumpulan geng Dara.
"Gue bersumpah, ini ikrar gue. Ga lama lagi, Lo bakalan keluar dari sekolah ini. Dan gue pastiin, gue pasti campur tangan didalam itu." Sang ketua OSIS yang tadi sudah sedikit tenang, mengucapkan ikrar dikantin yang ramai disamping seorang gadis berbaju kuah bakso yang saat ini sudah ditutupi jaket tebal miliknya. Dan dihadapan cewe war sekolahan yang saat ini sedang tersenyum miring, bukan senyum manis seperti yang selalu diberikannya saat berhasil membuli orang lain.
"Gue tunggu ikrar Lo kesampean."
"Aminin" ucapnya sambil menoleh teman satu gengnya.
"Aminnn" ucap mereka serempak. Lalu memerhatikan drama Korea live, yaitu ketua OSIS mereka pergi menjauh diikuti sang wakil.
"Etttettet, kita belum selesai bi" entah itu baby ataupun babi. Yang penting Dara menarik rambut si gadis yang sudah menatapnya dengan emosi memuncak.
Kemana Lo semua anjing umpatnya dalam hati.
"Let's do the game. And fun it" teriak Dara sembari mengeluarkan senyum termanis yang dimilikinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Is it Love?
RomansaAnak yang terlahir di keluarga broken home cenderung memiliki ketakutan dalam memilih pasangan dan menjalin hubungan. Namun, kebanyakan dari mereka menjalin hubungan percintaan dan menikah di usia yang disarankan pemerintah, seakan tidak takut pada...