Kisah Pertama

64 6 7
                                    


Cahaya senja menerobos tirai di ruang guru, membuat mataku sakit. Jika saja aku tidak mendapat hukuman konyol ini, aku pasti akan bersantai di atas tempat tidurku sambil memakan keripik kentang dan membaca komik.

Tapi sialnya -terima kasih kepada Luna, si cewek menyebalkan itu- aku harus menghabiskan waktu soreku di ruang guru sendirian. Yah, walau sebenarnya aku ditemani oleh guru matematika sekaligus wali kelasku, Raka, yang sedang asyik tidur dengan tangan menopang kepalanya.

Aku membuang napas kasar. Sudahlah, lebih baik segera kuselesaikan ini dan pulang.

Tak sampai sepuluh menit kemudian tiba-tiba terdengar suara alarm yang mengagetkanku. Raka yang sedari tadi tidur langsung terbangun dan mematikan alarm hp-nya. Ia melihat jam dan langsung berteriak histeris.

"Ya ampun sudah jam segini! Bisa-bisa nona Karen pulang sebelum aku bisa berbicara dengannya!"

Nona Karen yang dimaksudkannya adalah guru kesenian yang baru diterima bulan lalu. Tampaknya pria genit ini naksir pada guru muda tersebut.

"Kamu masih mengejar guru muda itu? Dia tidak cocok untukmu, dasar om-om genit," ucapku santai.

Raka memelototiku tajam. "Aku tidak minta pendapatmu, sepupu kurang ajar. Lagipula aku bukan om-om! Usiaku baru 29 tahun!"

Aku hanya tersenyum miring. Seperti katanya, aku dan Raka adalah saudara sepupu. Dia adalah anak laki-laki dari kakak perempuan papaku. Tentu saja hubungan ini kami rahasiakan, karena aku tidak mau orang menganggap nilai-nilaiku selama ini adalah hasil dari perbuatan curang.

"Ngomong-ngomong, gimana hukumanmu? Sudah selesai?" tanya Raka padaku.

Aku menggeleng. "Tentu saja belum. Kamu menyuruhku menulis kalimat aku berjanji tidak akan meninju teman sekelasku lagi sebanyak 500 kali, dan itu bukan jumlah yang sedikit. Tanganku sampai mau copot rasanya."

Raka mengerang kesal. "Kenapa kamu lama sekali menulis! Itu hanya 8 kata!"

Aku mengangkat bahu cuek. "Kenapa kamu memberiku hukuman yang merepotkan ini? Ini salahmu, kalau saja kamu tidak memberiku hukuman konyol ini, kamu bisa bertemu dengan 'Nona Karen' mu sekarang."

Kulihat Raka mengerang kesal lagi, dan aku memberinya cengirang tak berdosa. "Yah, kalau mau, kamu bisa pergi dan tinggalkan aku disini."

"Dan membiarkanmu lari sebelum menyelesaikan hukumanmu seperti dulu? Jangan harap. Aku tahu kamu itu iblis dibalik senyuman baik mu."

"Wow, sepupuku yang super genit dan mata keranjang ini ternyata sangat mengenaliku. Aku terharu."

Raka mendengus kesal. "Oh, seandainya ada seseorang yang bisa menggantikanku mengawasimu."

Seakan Tuhan menjawab doanya, pintu ruang guru diketuk, dan masuklah seorang laki-laki dengan seragam yang lengkap dan rapi. Di lengan sebelah kirinya terdapat pita merah, yang menandakan bahwa dia adalah ketua Dewan Kedisiplinan Sekolah.

Aku melirik wajah Raka, yang seketika langsung cerah seakan-akan melihat penyelamat nyawanya -oh tunggu. Dia memang melihat penyelamatnya.

"Hadynata! Kebetulan yang luar biasa. Apa yang membawamu kesini?" tanya Raka pada laki-laki itu.

"Selamat sore, Pak Raka. Saya kemari hanya ingin mengantarkan laporan kedisiplinan hari ini. Saya tidak bermaksud mengganggu anda."

Raka menggeleng. "Tidak, kamu tidak mengganggu saya. Malah, saya butuh bantuanmu. Maukah kamu menggantikan saya menjaga Sadie? Dia sedang menjalankan hukuman, dan kalau saya tinggalkan dia, saya yakin dia akan kabur."

These Stories are OursWhere stories live. Discover now