05

3.9K 537 74
                                    

"Hei, kau menangis? Apa sesakit itu, Kookie?"

Jungkook menggeleng, menyeka air mata dengan lengan jaket. Lututnya memang lecet, namun bukan itu yang membuatnya cengeng. Melainkan keadaan abangnya saat ini. Jimin terluka persis sepertinya. Hanya saja abangnya berdarah lebih banyak. Jungkook melihat Jimin meringis saat bangkit dari jatuhnya tadi. Pasti itu sakit, sangat sakit. Jungkook langsung lari menghampiri, menepuk baju Jimin yang kotor padahal dirinya juga masih berdebu.

Ini salahnya karena merengek bermain sepeda di tanjakan. Padahal ia tahu Jimin baru, masih belum benar-benar lihai mengendarai kendaraan roda dua tersebut.

Baru saja kemarin dinyatakan bisa naik sepeda, tapi Jungkook sudah minta bonceng dan bermain jauh. Akhirnya jadi seperti ini. Jimin terjatuh menghantam aspal, dua kaki serta sikunya terluka. Sedangkan Jungkook terguling ke pasir, hanya dapat luka goresan, sakitnya tak seberapa. Pikir yang lebih muda ini tidak adil. Makanya ia menangis.

"Maafkan aku, hyung"

Malahan, abangnya tertawa kecil. Menepuk pundak Jungkook ramah. Jari mungilnya meremas lengan parka sang adik, "ayo kita bersihkan lukanya dulu, baru pulang. Kalo tidak nanti kita dimarahi."

"Aku akan tetap bilang ke ibu. Ini salahku, jadinya hyung terluka begini. Aku harus bertanggung jawab." sanggah Jungkook dalam sedannya.

Ganti lengan Jimin yang ditarik pergi, kaki dan siku dialiri air keran dekat taman bermain. Umur mereka masih terlalu muda waktu itu. Tapi Jimin bisa lihat sisi matang adiknya berkembang pesat. Jungkook tidak mau dilindungi Jimin, katanya dia yang akan melindungi abangnya. Kalau sudah kejadian seperti ini, barulah Jungkook menangis.

"Aku gagal melindungimu, hyung."

___

"Aku gagal melindungimu, hyung."

Seperti hari ini.

Sisi kuatnya runtuh tak bersisa. Bekas darah yang mengering di telapak tangan seakan membeberkan betapa tidak berguna dirinya saat ini.

Beberapa waktu lalu Jimin dibawa ke unit gawat darurat. Namun dokter yang mengenal pasiennya saat itu langsung mengarahkan mereka ke ruang ICU. Katanya kasus Jimin berbeda. Entah apa makna dibalik kata-kata itu. Yang pasti tidak akan baik.

Jungkook menoleh ketika Taehyung dan Yoongi memanggil namanya. Ia sempat menghubungi sahabatnya untuk minta bantuan keperluan rawat inap karena ia tidak bisa meninggalkan Jimin walaupun sedetik saja. Yoongi kala itu langsung mencengkram kedua bahunya, menatap ngeri pada kemeja Jungkook yang penuh noda merah. Suara beratnya tercekat saat bertanya.

"Jimin... Kenapa?"

"Pingsan, berdarah. Dia berdarah."

Taehyung menggenggam lengan Yoongi, menurunkannya lembut. "Dokter sedang mencoba menanganinya. Kita berdoa saja."

Cukup mudah membuat Yoongi menurut kali ini. Pria itu duduk disebelah Jungkook. Diam dalam pikirannya sendiri.

Pointer mata Taehyung beralih pada sahabatnya yang berpenampilan kacau. Menghela napas, pemuda bersurai gelap itu menyodorkan tas berisi kaos bersih di dalamnya.

"Aku bawakan ini dari apartemenmu. Kau harus ganti pakaian, Jungkook."

"Aku tidak mau pergi sekarang."

"Dokter tidak akan mengijinkanmu masuk ke ruang ICU dengan keadaan seperti itu."

Tidak menjawab, Jungkook hanya menyambar tasnya dan pergi ke toilet terdekat. Taehyung menatap iba. Langkah gontai pemuda itu menjelaskan betapa kacau pikirannya saat ini.

After DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang