Special last chapter of After Dawn
'Daydream'
.
.
.
"hidup menyebalkan lalu kau mati, seandainya aku seberuntung itu"
(Jacob, Breaking Dawn)
.
.
.
Daripada cinta tidak terbalas karena hatinya tidak hanya milikmu, bukankah lebih menyakitkan kalau kalian tidak bisa bersatu meskipun itulah yang kalian mau? Tapi ada benarnya, kedua pilihan itu menyebalkan. Hatiku tidak pernah merasa tenang barang sesaat. Bahkan apabila Jimin-hyung berada di dekatku, rasanya Tuhan tidak akan pernah benar-benar membiarkan hal itu bertahan lama.
Kadang, aku berpikir ini semua salahku.
Kalau saja aku tidak jatuh cinta pada saudara kandungku, kalau saja aku bisa menyimpan perasaan ini dan membuatnya tidak terlihat jelas selama beberapa waktu hingga abangku menikah, atau kalau saja aku tidak egois. Mungkin semua peristiwa ini tidak akan pernah terjadi. Termasuk kenangan manis yang kami buat bersama.
Aku tidak keberatan bila harus hidup menderita sendirian. Asalkan Jimin-hyung tidak tahu perasaanku....
Namun sebagian besar dalam diriku juga menolak apabila ia mencintai orang lain. Benar-benar keterlaluan. Bahkan disaat seperti ini aku masih bisa bersikap egois.
Jungkook. Bagaimana kalau kau terima saja? Semuanya sudah terjadi dan yang harus kau lakukan adalah menanggung akibat dari dosa kalian. Memang sedikit tidak adil karena sekarang Jimin-hyung bahkan sekarat sendirian. Namun dia bertahan hidup untukmu. Jadi bisakah kau membiarkan segalanya berlalu dan berjuang saja bersamanya?
Yah. Lagipula kalian sudah mengucapkan sumpah sehidup semati. Tuhan tidak akan pernah berpihak pada orang-orang yang menentang takdir. Nikmati saja.
.
.
.
"Jungkook."
Dipelukanku, pria mungil ini menggeliat malas. Tubuhnya sangat ringan. bobotnya jauh lebih berkurang dari yang kukira. dan aku bodoh karena baru menyadari. Aku melihat Jimin-hyung mengucek mata sebelum turun dari pangkuanku. Pipi bening abangku sedikit merona. Mungkin malu karena sudah tertidur dipelukanku hingga pagi hari.
ku sunggingkan sebilah senyum dalam diam. Melarikan jemari pada tatanan abstrak surai cerah disebelahku. Jimin-hyung menyandar, menutup mata. Seperti bersiap untuk tidur lagi.
"Tidak kerja?" katanya parau. Aku menjawab dengan menggeleng. "kenapa?"
"hari ini Hyung operasi, ingat?"
tawa kecilnya mengudara lembut. "mana mungkin aku melupakan hari kesembuhanku Jungkook. tidak sabar rasanya untuk kembali kerumah dan memasak jajjangmyeon porsi jumbo untuk kita berdua" Aku tidak membalas perkataannya. Tiba-tiba saja hatiku berubah gugup. harusnya aku senang karena Jimin-hyung berusaha memberi motivasi untuk dirinya sendiri, tapi aku malah merasa takut dan terdiam seperti orang dungu. "jangan diam saja, kita tahu operasinya akan berjalan lancar."
"yeah." bibirku terasa kering bahkan hanya untuk mengucapkan kata sesingkat itu.
"ekspresimu itu menakutiku, Kookie." Jimin-hyung tertawa saat berkata begitu, tapi aku bisa merasakan ia sama cemas denganku. Seandainya bisa berkata jujur, aku juga ketakutan. Saking takutnya, aku tidak bisa mengatakan hal seperti semua baik-baik saja atau semacamnya. rasanya semua itu percuma karena semua tahu Jimin tidak bai-baik saja. kondisinya lemah dan beratnya semakin merosot. Aku tidak bisa berpikir Tuhan akan memberi kami keajaiban terlebih atas apa yang kulakukan tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Dawn
Losowe(Sequel Bittersweet) "tidak ada yang namanya keajaiban untuk pendosa seperti kita." . . . [[Jikook/Kookmin; Taegi]] [[Incest!AU]] [[Cover by: Pausgede]] #3rd for Angst (11.18.19)