Halaman Kesebelas

362 59 22
                                    


Dedicated for all of my love

> NOTEBOOK <

.

.

.

"Seungyeon-ah... Jimin masih tertidur. Kurasa, dia akan bangun sebentar lagi karena dia sudah tidur sejak pagi. Bisakah kau menjaganya sebentar saja? Bibi sudah minta izin ibumu untuk membiarkanmu di sini. Bibi tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi." tutur Somin pada Seungyeon yang baru saja meletakkan tas sekolahnya di atas sofa.

"Baiklah, Bi. Aku akan di sini untuk menjaga Jimin. Mungkin nanti Ibu juga akan datang untuk membawakan makanan. Ibu bilang, dia harus mampir sebentar ke rumah sahabatnya. Ada urusan. Jadi, tidak masalah kalau aku di sini untuk menjaga Jimin."

Somin mengelus lengan Seungyeon sebelum keluar rumah. "Kau memang gadis yang baik. Terima kasih ya, Nak." Somin mencubit pelan dagu Seungyeon.

Setelah Somin pergi, Seungyeon menutup pintu dan mengeluarkan baju ganti dari dalam tas sekolahnya. Seperti biasa, ia menggunakan toilet di ruang tamu untuk berganti baju agar merasa lebih leluasa untuk berkegiatan selama menunggui Jimin.
Seungyeon cukup lama menggunakan kamar mandi karena ternyata ia merasa sedikit gerah dan memutuskan untuk mencuci muka dan membersihkan badannya sedikit.

Setelah keluar dari kamar mandi, Seungyeon dikejutkan oleh sesosok yang berdiri di depan kulkas dalam diam. Rambutnya berantakan dengan sweater rajut berwarna maroon menutupi tubuhnya. Ia tidak bergerak. Hanya memperhatikan pintu kulkas yang penuhdengan sticky-note kuning.

"Jimin-ah? Kau sedang apa?" Seungyeon mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil sambil menghampiri Jimin. Jimin tidak merespon. Bahkan tidak menoleh. Seungyeon memegang lengan Jimin, namun pemuda itu malah menepisnya. Memandang sinis pada Seungyeon. Seolah Seungyeon adalah orang asing.

"Kau siapa?!" tanya Jimin. Seungyeon tersentak. Namun, dengan cepat ia bisa membaca keadaan. Seungyeon hanya belum terbiasa dan ini adalah saatnya untuk mulai memahami situasi.

"Aku Seungyeon, Jimin-ah. Sahabatmu. Kau ingin sesuatu?" Seungyeon mengatakannya dengan perlahan. Berusaha meyakinkan Jimin sambil menunjuk-nunjuk dirinya sendiri. Jimin masih menatap heran pada Seungyeon. Tentu saja Jimin tidak akan langsung mengerti dengan penjelasan Seungyeon. Alih-alih mempermasalahkan hal itu, Jimin mengembalikan pandangannya pada pintu kulkas. Tidak ada yang ia lakukan selain menjelajahi sticky-note kuning yang tertempel rapi.

"Kau ingin makan sesuatu? Biar aku ambilkan ya." Seungyeon menarik sedikit tangan Jimin agar pemuda itu bergerak mundur sedikit. Lalu, Seungyeon membuka pintu kulkas. Berpikir sejenak dan mengambil satu bucket es krim yang mungkin mencuri perhatian Jimin.

Benar saja. Ketika Seungyeon mengeluarkan bucket es krim itu, mata Jimin berbinar. Mengikuti tangan Seungyeon yang membawa es krim ke atas meja. Seungyeon berusaha secepat mungkin untuk mengambilkan mangkuk dan sendok. Namun, tangan Jimin ternyata lebih cepat. Jimin sudah membuka tutup bucket es krim dan mengambil es krim dari dalamnya dengan tangan kosong. Tanpa basa-basi, Jimin memasukkan es krim ke dalam mulutnya. Tidak peduli jika itu membuat wajahnya berantakan. Yang penting, mulutnya dapat merasakan sejuk dan manisnya es krim yang ia idamkan. Seungyeon yang melihat itu terkejut dan secara tidak sengaja menjatuhkan sendok dan mangkuk yang ia pegang. Segera ia menahan tangan Jimin agar tidak menyendok es krim dengan tangannya lagi. Jimin tentu menolak untuk dilarang. Ia menahan tangannya dan bersikukuh untuk tetap melahap es krim.

"Ji-jimin-ah... Makanlah dengan sendok, Jimin. Jangan seperti ini! Kumohon." Seungyeon menggunakan seluruh tenaganya untuk menahan tangan Jimin. Namun, Jimin memiliki tenaga yang cukup kuat untuk tetap melanjutkan kegiatannya. Seungyeon bergelut cukup lama dengan Jimin hingga Seungyeon tidak tahan lagi. 

"Jimin-ah!" Seungyeon menampar pipi Jimin. Membuat Jimin akhirnya berhenti.

Jimin mengerjap kebingungan. Matanya menatap nanar pada meja dihadapannya. Seungyeon terengah. Rasa bersalah tentu langsung menyergap hatinya. Namun, tidak ingin berlama-lama, Seungyeon segera menarik lengan Jimin menuju wastafel. Seungyeon membersihkan sisa es krim dari tangan Jimin. Ia juga mengusap wajah Jimin dengan air. Menghilangkan sisa-sisa noda dari es krim yang lengket karena sudah mengering. Jimin tidak melakukan perlawanan. Ia mengikuti setiap gerakan Seungyeon. Seolah ia terhipnotis dengan tamparan Seungyeon tadi.

Setelah selesai membersihkan Jimin, Seungyeon mendudukkan Jimin di kursi meja makan. Kali ini, Seungyeon kembali mengambil mangkuk dan sendok yang tadi terjatuh. Memasukkan es krim ke dalamnya dan menyodorkan sendok pada Jimin.

"Sekarang, makanlah dengan sendok. Ini..."

Jimin hanya menatap sendok itu. Tidak mengambilnya. Seungyeon menggenggamkan sendoknya pada tangan Jimin. Jimin memegang sendok dengan cara yang aneh. Seperti anak kecil yang baru saja belajar memegang sendok.

Seungyeon mengembuskan napas panjang. Ia mengambil paksa sendok dari tangan Jimin dan menyendok es krim. Bukannya memasukkan ke dalam mulut Jimin, Seungyeon menyuapkannya pada mulutnya sendiri. Ia melahap es krim seperti Jimin yang sangat menginginkan es krim..

"Begini... Makan seperti ini. Ini adalah cara makan yang benar. Kau paham?" Seungyeon menatap Jimin dengan serius. Berharap Jimin mengerti. Jimin mengerjap pelan. Ia memandangi wajah Seungyeon dengan tatapan polos.

Seungyeon menyuapkan kembali es krim ke dalam mulutnya. Suapan besar yang banyak. Membuat pipinya menggembung.

"Eum... Es krim ini enak sekali, Jimin-ah. Kau harus mencobanya. Makanlah." Seungyeon akhirnya menyuapkan es krim ke mulut Jimin. Tanpa ragu, Jimin membuka mulutnya. Merasakan es krim dengan cara yang benar. Jimin tersenyum sabit saat merasakan manis di lidahnya. Seungyeon ikut tersenyum. Lega karena akhirnya Jimin bisa makan dengan normal. Seungyeon terus menyuapkan es krim dan Jimin memakannya dengan lahap. Jimin bertingkah seperti anak kecil.

Hati Seungyeon terasa teriris melihat Jimin yang bersikap seperti ini. Seungyeon tidak kuat menghadapi ini, namun ia harus bertahan. Seungyeon tidak boleh menjadi cengeng. Seungyeon yang harus bisa diandalkan disini.

"Enak, Jimin-ah?"

 
Jimin mengangguk mantap. Pipinya yang gembul mengunyah riang es krim yang ia makan. Melihat senyum Jimin membuat Seungyeon semakin tidak kuat. Tidak kuat menahan air matanya. Selama ia menyuapi Jimin, Seungyeon tersenyum. Dalam senyumnya itu, tangis mengalir, tanpa Jimin sadari.

To be continued

.

.

.

NOTEBOOK <

Terinspirasi dari salah satu drama Korea, kalo gak salah judulnya "Thousand years of promises"

10 Oktober 2021
<08.14 pm>

Notebook ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang