“Apapun yang terjadi, hadapi saja. Yakinlah, semuanya akan baik-baik saja.”
──Naomi Olivia──
***
SINAR rembulan, kerlap-kerlip bintang dan dinginnya angin malam menemani gadis berkulit sawo matang dengan lesung pipi di pipi kirinya yang duduk di balkon. Matanya betah menatap indahnya langit malam seraya menenggak secangkir susu hangat.
Matanya kosong, memandang lurus ke depan. Besok adalah hari dimana ia pindah sekolah setelah sebelumnya bersekolah dan tinggal di Bandung. Dan kemarin ia baru saja pindah ke Jakarta dan menempati rumah ini. Kenapa dirinya pindah? Karena papanya dipindahtugaskan untuk bekerja disini.
Besok, mama dan papanya kembali sibuk bekerja. Sementara sang kakak sibuk berkuliah dan lebih memilih tinggal di apartemen yang jaraknya dekat dengan kampus.
Sejak dulu, Mamanya selalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai dokter di rumah sakit milik keluarga. Sementara papanya selalu sibuk dengan pekerjaannya. Dan sang Kakak? Kakaknya kadang-kadang menyempatkan diri pulang ke rumah untuk melihat Nao. Tapi hanya berlangsung satu sampai dua hari, setelah itu Kakaknya pergi lagi, membuat Nao sedikit ... kurang kasih sayang orangtuanya.
Bukan itu yang membuatnya kini melamun dengan pandangan kosong. Yang ia takutkan dari sekolah karena bullying yang pasti akan diterimanya sewaktu-waktu. Sifatnya yang tertutup dan dingin membuatnya selalu dikucilkan. Ditambah, Nao yang malas merawat wajah─paling hanya sekadar cuci muka─itupun hanya beberapa hari sekali, membuat kulitnya sedikit tak terawat dan kusam. Pastilah tidak akan ada yang mau berteman dengannya.
Nao yakin, tidak akan ada yang mau menemaninya karena sifatnya yang cuek, arogan, sombong, dan acuh ini. Ditambah wajahnya tidak sebening dan semulus perempuan zaman sekarang. Tapi jangan salah, dengan polesan make-up, Nao bisa saja menjadi cantik secara instant.
Tapi tidak, Nao sama sekali tidak suka berdandan. Sama sekali. Bahkan sekadar memoles bibirnya dengan lipbalm agar tidak terlalu pucat pun tidak pernah. Memakai bedak, meski hanya sekadar bedak bayi pun tidak pernah ia lakukan. Sudah pasti, tidak akan ada yang mau berteman dengannya. Nao juga tidak berniat memiliki teman, tidak ada teman dalam kamusnya.
Semenjak ia dikhianati oleh yang namanya 'teman', Nao menjadi pribadi yang tertutup, tidak menerima siapapun masuk ke dalam dunianya. Lagipula, ia sudah nyaman dengan dunianya yang hampa tanpa warna.
Bukan hanya itu masalahnya. Warna kulitnya lah yang pasti akan menjadi bahan bullying teman sekelasnya. Ia mewarisi warna kulit dan hidung dari ayahnya yang keturunan orang Timur Tengah, dan ia mewarisi hampir seluruh gen ayahnya sehingga ia seperti orang Timur Tengah yang kental.
Nao menyandarkan kepalanya di pembatas balkon seraya menatap lekat-lekat langit bertabur bintang itu.
Apapun yang terjadi, hadapi saja. Yakinlah, semuanya akan baik-baik saja.
***
Jauh dari kota tempat Naomi tinggal, tepatnya di kota Denpasar---Bali, seorang gadis berkacamata bersama keluarganya sibuk mengemas barang-barang dalam koper karena mereka malam ini juga harus pindah ke Jakarta karena papanya diharuskan menetap dan bekerja disana.
Mau tak mau, gadis bernama lengkap Tifanny Aurora itu menurut untuk pindah meski tak tega melepas kota Denpasar---tanah kelahirannya yang tercinta juga dengan teman-temannya dan segala kenangan di kota tercinta itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends
Teen Fiction________________ Sebesar dan sekecil apapun kesalahan yang kau perbuat, kita tetap sahabat. Meski kecewa dan amarah itu ada, namun tali persahabatan ini akan tetap terikat kuat dalam diri kita. Tidak akan ada seorangpun yang dapat memutuskannya. Kar...