“Buat apa rupa yang cantik dan harta yang banyak, tetapi hati tidak cantik?”
──Naomi Olivia──
***
UDARA pagi yang masih dingin menyeruak masuk melalui jendela kala Naomi membuka jendela kamarnya setelah membuka gorden biru muda yang menutupi kaca jendela.
Naomi menghirup udara pagi itu dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ia memang rajin dan terbiasa bangun sebelum adzan Shubuh berkumandang. Selain untuk berberes rumah dan mempersiapkan segala hal untuk sekolah, Nao memang senang menghirup udara pagi yang belum tercemari oleh polusi apapun itu. Udara di pagi hari itu rasanya seperti membersihkan paru-parunya yang kotor oleh udara kota yang berpolusi.
Merapikan tempat tidur dan menyiapkan peralatan sekolahnya, Nao bergegas mengambil sapu dan menyapu seluruh ruangan rumah besar tak berpenghuni itu setelah ia membersihkan debu dengan vacuum cleaner. Dilanjutkan dengan mengepel rumahnya kemudian mencuci pakaian kotor lalu mengeringkannya secara otomatis. Setelah semua selesai, ia bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Nao tinggal di sebuah rumah yang cukup besar bak istana. Dekoran-dekoran apik disana-sini, berbagai perabotan mahal di segala sisi, dan pendingin ruangan di setiap ruangan.
Namun, Nao tidak menyebut rumahnya dengan 'rumah'. Ia hanya menyebutnya sebagai 'ruang kosong dan hampa' karena hanya ditinggalinya seorang diri, yaitu dirinya sendiri. Kedua orangtuanya tengah berada di Dubai karena perjalanan bisnis. Sementara Kakaknya yaitu Noulan tengah menempuh dunia perkuliahan di Singapura.
Tiap harinya, Naomi seorang lah yang merawat ruang kosong dan hampa itu. Kedua orangtuanya tidak memperkerjakan seorang pembantu. Entahlah mengapa. Naomi seakan disiksa dengan mengurus rumah besar itu sendirian.
Sendirian.
Naomi sudah terbiasa akan hal ini. Ditinggal sendiri, hidup sendiri, tanpa orangtua yang mendampingi. Tidak apa-apa. Naomi mengerti, mereka memiliki kesibukan masing-masing.
Selama ia merendam tubuhnya di bathub-nya itu, Naomi termenung. Apakah orangtuanya itu masih mengingat dirinya disini? Uang untuk ia bertahan hidup saja tidak pernah diberi. Paling-paling hanya sang Kakak-lah yang memberikannya uang setiap bulan meski tak seberapa.
Terpaksa, ia memutuskan untuk bekerja paruh waktu, menjadi seorang pelayan di sebuah restoran impiannya. Naomi suka sekali memasak. Ia berangan-angan dapat mendirikan restoran bintang lima yang populer di kalangan masyarakat.
Sayangnya, itu hanya sebatas angan. Ia tidak berani berangan-angan, jika akhirnya angan-angan konyolnya itu terbang dan lenyap bersama angin.
Naomi adalah wanita tak berani bermimpi.
Adzan Shubuh berkumandang, menyentak Naomi dari lamunan. Naomi bergegas berwudhu dan keluar dari kamar mandinya. Aroma bunga dari sabun menguar bersamaan dengan Naomi yang keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk kimono-nya.
Setelah selesai berganti pakaian dengan kaus dan celana pendek, ia menunaikan sholat Shubuh sebelum ia bersiap berangkat ke sekolah.
***
Pagi yang sedikit gelap karena matahari sedikit tertutupi oleh awan kelabu. Buru-buru Naomi turun ke bawah dan menyampirkan tas birunya yang tergeletak di sofa ruang tamu. Mengenakan sepatu terlebih dahulu, setelah itu mengunci pintu rumahnya rapat-rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends
Teen Fiction________________ Sebesar dan sekecil apapun kesalahan yang kau perbuat, kita tetap sahabat. Meski kecewa dan amarah itu ada, namun tali persahabatan ini akan tetap terikat kuat dalam diri kita. Tidak akan ada seorangpun yang dapat memutuskannya. Kar...