˙Antologi Rasa˙

395 50 7
                                    

Story from: Seventeen Fanfiction Indonesia

»»Let's Reading««









Rasa adalah salah satu yang tidak pernah bisa dilawan oleh manusia.

»»««

Pertama kali aku bertemu dengannya saat hari pertama aku bekerja di sebuah bank swasta. Saat itu aku benar-benar mengantuk setengah mati, kepalaku tak sengaja terbentur salah satu sisi lift yang kupakai untuk turun ke bawah, untuk keluar kantor mencari asupan gizi sekaligus cuci mata.

Saat itu juga aku mengutuk seluruh orang yang pernah memberiku tes wawancara sebelum aku dipastikan diterima di salah satu gedung pencakar di daerah Gangnam ini. Orang-orang tersebut sudah menyuruhku datang ke kantor sialan ini tepat sebelum jam delapan. Membuatku tergesa-gesa harus mempersiapkan segala macam atribut yang sudah ditentukan oleh pihak kantor sehari sebelum aku masuk kerja. Ah, dan jangan lupa juga, membuatku harus terbangun jam tiga dini hari demi memanaskan mesin mobil di garasi dan berangkat lebih awal supaya tidak terjebak macet.

Kalau saja lift yang membawaku turun ke lantai dasar tiba-tiba terbanting kemungkinan aku tidak akan sadar saat itu. Tetapi tiba-tiba seluruh sarafku seolah hidup ketika pintu lift terbuka. Aku mendengar suara tawanya saat itu ketika pintu lift benar-benar terbuka lebar. Ia tertawa dengan ceria, menampilkan seluruh gigi putihnya dengan sempurna kepada seorang laki-laki yang juga melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift ini bersamanya.

Saat itu lift seketika berubah menjadi harum aromanya. Wangi, seperti bunga chammomile. Kepalaku yang semula terbentur, seolah-olah menjadi baik-baik saja setelah mengirup aroma parfum darinya yang tak sengaja mengibaskan rambutnya.

“Ah, kau anak baru ya?” tanya seseorang dari mereka. Aku kembali tersadar, sedikit celingukan menatap keduanya, lalu aku menganggukkan kepala dengan singkat.

Management Associate?” tanya pemuda manis itu yang barusan mengibaskan rambutnya kearahku.

Aku mengangguk sekali lagi, “iya, lalu kau?” pemuda itu hendak membuka mulut yang lalu buru-buru kusela, “maksudku kalian?”

Mereka sama-sama mengangguk dan tersenyum, “iya, kami juga baru di sini dan sama-sama di MA sepertimu,” jelas sang pemuda manis yang sudah mencuri perhatianku sejak beberapa detik yang lalu.

“Oh, begitu.”

Pria yang bersamanya mengulurkan tangan kearahku, “Namaku Ong Seongwoo, panggil saja Seongwoo,” ujarnya setelah beberapa sepersekian detik kuamati uluran tangannya untuk memahami apa maksud darinya.

Kuterima ulurannya dan mengucapkan nama lengkap pemberian kedua orang tuaku, “Kang Daniel,” balasku sembari menjaga imej di depan mereka.

Setelah melepaskan genggamanku dari pria yang bernama Seongwoo itu segera kuulurkan tanganku tadi kepada pemuda manis yang sedari tadi mengamatiku atau mengamati kami, “Lalu kau?” sapaku untuk memulai perkenalan dengannya.

Pemuda itu tersenyum anggun di depanku dan menjabatnya dengan elegan, “Park Jihoon,” balasnya dengan suara yang masih kuingat hingga detik ini.

Entah perkenalan itu harus kusesali atau tidak, kusyukuri atau tidak, kunikmati atau tidak, dia, Jihoon, menganggapku hanya sebagai teman. Sahabat. Sahabat yang terlalu dekat. Setiap apa yang dilakukannya, entah dia tadi pagi ia sarapan dengan apa, bagaimana cara memasaknya, atau sehabis mendapatkan mood buruknya-nya dengan setiap umpatan kata yang dilimpahkan kepadaku.

Dan bodohnya aku menerima semua ceritanya dengan ikhlas, atau bahkan terlalu ikhlas.

Pasalnya, setiap kali ia habis pulang kencan entah dengan siapa, kenalnya darimana, apakah kencannya sukses atau tidak, atau kencan tersebut diakhiri dengan ciuman panas dari pihak sang dominan dan berakhir di ranjang meskipun aku sangat yakin Jihoon tidak akan pernah melakukan hal tersebut, bahkan ciuman yang hanya menyentuh bibir saja.

All About NielWinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang