Masih pagi

457 58 1
                                    

Nitnot tiba tiba muncul dari keheningan. Entah dia yg ternyata ajaib atau gue yg terlalu fokus dengan adegan canggung yg sedang gue jalani bersama Pak Narjo.

"Anjir, ternyata dari dekatpun Nitnot masih mirip sapi." Maaf not, gue keceplosan dalem hati.

Gue menaruh harapan pada nitnot untuk mampu mencairkan suasana.
"Ayo not bantu gue yg sedang menderita ini" gue berucap dalam hati. Hampir mirip adegan sinetron.

Nitnot berdiri diantara kami. Benar benar diantara kami. Jadi posisinya Pak Narjo dengan sapu lidinya di sebrang jalan, dan gue dengan sendal beda warna bangsat ini di sisi jalan yg lain.

Nitnot memandang gue, kemudian memandang Pak Narjo, balik ke gue lagi, dan balik menoleh ke Pak Narjo. Mungkin di usianya yg baru 14 tahun, dia belum pernah mengalami momen canggung seperti ini.

Gue kedipkan sebelah mata sebagai kode. Berharap si bocah tambun yg masih SMP ini paham maksud gue.

"Mas coba tebak. Apa bedanya kepala dengan kelapa? Kalo kepala di cukur jadi botak, kalo kelapa dicukur jadi batok. Hahaha" Tiba-tiba Nitnot melontarkan tebakan garing yg langsung dia jawab sendiri.

Hening....

"Aduh, sontoloyo tenan" batin gue.

"Hahaha" gue kembali melanjutkan tawa gak ikhlas yg tadi sempat terhenti. Mulut gue pegel. Gue pandang Pak Narjo, berharap kata botak tidak dia dengar.

"Hahahahahaha" Nitnot tertawa palsu sambil melirik gue. Gue melihat keringat dingin turun di dahi kirinya. Dipojok matanya mulai terlihat samar air mata, air mata ketakutan.

Sepertinya Nitnot mulai merasa kalau dia salah bicara. Raut mukanya tegang, kakinya kaku. Kedua tangannya pun lurus canggung disisi kiri dan kanan tubuh. Mirip seperti orang yg sedang upacara bendera. Bedanya yg ini sambil mangap dan ketawa.

Hening.

Kali ini lebih parah. Tiga orang sekaligus berada di tempat yg salah. Seharusnya gue tau, gue gak usah ber-ekspektasi terlalu tinggi pada Nitnot.

Hari ini semua memang serba salah. Mungkin gue kena karma

Semoga tidak ada orang yg merekam kejadian ini diam-diam. Belakangan ini, hal apapun yg diluar kewajaran mudah sekali viral. Dan gue yakin kita bertiga dalam posisi yg tidak wajar.

"Mandi sana! Bocah bocah gak jelas!" Pak Narjo membentak memecah diamnya. Gue melihat rona mukanya menyala menahan marah. Eh, gue gak yakin. Bisa jadi itu efek pantulan cahaya matahari yg mengenai kepalanya. Bisa jadi...

Pak Narjo mendengus, kemudian berbalik.

"Pak maaf sapunya ketinggalan" gue mengingatkan Pak Narjo yg sudah setengah berputar menuju rumahnya tanpa membawa sapu. Berharap perbuatan terpuji ini sedikit meluluhkan hati Pak Narjo yg gak tau kenapa tersinggung dengan gue.

"Tempatnya memang disitu" jawabnya ketus. Gue salah. Lagi.

"Pak" Nitnot menambahkan.

"Apa lagi?" kali ini Pak Narjo sepertinya merasa dipermainkan.

"Sendalnya ketingg.."

Belum sampai Nitnot menyelesaikan kalimatnya Pak Narjo segera berbalik, mengambil sendal, dan sekalian sapunya. Ternyata sapunya memang tidak seharusnya disitu.

Tak lama, Pak Narjo masuk ke dalam rumahnya.

"Bego koe not" kata gue sedikit menghardik. "Koe ngapain sih gak jelas bener. Pinter dikit ngapa. Kalo bercanda yg pas lah"

"Mana yg lebih gak jelas. Bocah smp salah ngomong atau bocah kuliah salah make sendal?" Nitnot ngeledek gue sambil menyeka keringat. Santai sekali.

Balada BaladoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang