Prolog

391 10 2
                                    

"Ibu..,aku ingin membaca." Ujarnya polos.

"Nanti ibu ajarin Rudi membaca ya. Besok lusa, Ibu pergi ke kota , dan belikan Rudi buku baca huruf Braille ya." Jawab Ibunya sambil tersenyum, walaupun Ibunya tau, Rudi tak akan melihatnya.

"Terimakasih Bu, Rudi sayang Ibu." Rudi memeluk Ibunya yang berada disampingnya.

"Sama-sama Rudi, Sayang." Ibunya mencium keningnya.

Hari-hari Rudi dipenuhi dengan keceriaannya, walaupun Rudi memiliki kekurangan, ia tak akan jatuh karenanya.

***

Rudi terus bernyanyi, sambil mengandeng tangan Ibu dan Kakaknya hingga keperbatasan desa.

"Rudi, Ibu berangkat dulu ya." Pamit Ibu Rudi, sambil mencium pipinya, Rudi yang baru berumur 8 tahun balas mencium Ibunya.

"Rino, jaga Rudi baik-baik ya, sampai Ibu pulang kerumah." Kali ini Ibunya ganti mencium Ferino Septian atau Rino , kakak Rudi yang berumur 13 tahun.

"Pasti Bu, Rino jagain Rudi." Jawabnya bersemangat.

"Kalau begitu, Ibu berangkat dulu ya, Nanti sore, Ibu pulang bareng Ayah kalau nanti Ibu bertemu Ayah di Kota." Ujar Ibunya. Rudi yang mendengarnya berteriak senang.

"Rudi yang pinter ya, Ibu berangkat dulu." Pamit Ibunya, yang setelah itu langsung menaiki angkutan umum menuju kota.

"Rudi pulang yuk?" Ajak Rino.

"Nggak Mau!" Ujar Rudi.

"Rudi ingat pesan Ibu kan?" Rayu Rino,"Rudi kan nggak boleh nakal."

"Nggak mau! Rudi nggak mau dirumah, Rudi pengen main Mas Rino! Rudi pengen jalan-jalan Mas!" Pinta Rudi, Rino yang melihat adiknya memandangi langit, merasa iba.

"Ya sudah, kita ke sawah Pak Harjo aja yuk, duduk-duduk di saung." Ajak Rino.

"Tapi Rudi kan nggak bisa lihat Mas."jawab Rudi, "Terus, nanti Rudi ngeliatin apa Mas, kalau di sawah?"

"Rahasia dong! Rudi mau nggak?" Tanya Rino, Rudi mengangguk senang. Kemudian, Rino menuntun Rudi hingga tiba disawah.

"Rudi, kamu bisa angkat kaki kamu kan? Naik ke saung ini." Pinta Rino.

"Bisa Mas." Jawab Rudi sambil naik ke saung dibantu Rino.

"Rudi, ini rasanya ada disaung, sebentar ya." Rino berlari ke arah sungai kecil dan mengambil air yang jernih itu dengan gelas plastik bekas minuman dan membawanya kembali ke saung, kemudian membasahi telapan tangan kanan Rudi dengan air tersebut.

"Dingin sekali airnya." Rudi terkikik.

"Nah, satu lagi. Sebentar ya!" Rino kembali berlari ke arah Mas Galang salah satu pekerja di sawah itu. Rino meminta makanan burung dara, yang biasa disebar di jalanan kecil sekitar sawah untuk memberi makan burung dara.

Rino kembali dan menaburkan makanan burung dara tersebut ke tangan Rudi yang basah.

"Nah, Rudi sekarang angkat tanganmu, nanti pasti ada banyak burung dara datang, Rudi pengen kan, nangkep salah satu dari mereka?" Tanya Rino, Rudi kembali mengangguk antusias.

"Tapi, Rudi harus janji, nggak boleh bawa burung itu pulang." Rudi kembali mengangguk.

"Nah, Rudi, ANGKAT TANGANMU SEKARANG!" Perintah Rino, kemudian Rino bersiul dengan kencang, dan puluhan burung dara menyerbu kearah tangan Rudi yang terkikik geli.

Begitu, hari-hari Rudi diwarnai keceriaan bersama kakaknya Rino yang sangat sayang kepadanya. []

Diary RudiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang