ENAM

49.9K 1K 30
                                    

        Sania menemui pembantunya. Kebetulan sang pembantu yang merangkap baby sitter itu sedang keluar dari kamar anak satu-satunya. Rumah besar ini memang terlalu sunyi untuk mereka bertiga. Kalau suami ada di rumah sih, ketentraman itu pasti terasa. Tapi kalau tidak ada seperti ini, rasanya sunyi mencekam. 

        Sania belumlah seburuk itu menduga. Ia masih berharap suaminya masih benar-benar di Bandung, dan sedang mengolkan tendernya. Ini Negara Indonesia, untuk mendapatkan tender pun harus mengadakan pendekatan dengan pemilik tender. Tanpas semua itu, akan kalah dengan lainnya. Ia masih percaya pada Yoga. Masalahnya belum ada tanda-tanda Yoga selingkuh. Tapi teman-temannya yang wanita sibuk, wanita karier, telah menjadi korban. Menjadi istri pertama dari sebuah rangkaian rumah tangga yang aneh.  

        Tak pernah sekalipun Sania membayangkan kalau dirinya bakal dimadu, menjadi istri pertama, sementara suaminya akan menggilir setiap minggunya, seperti yang dialami Irene dan Ika. 

        Jika mereka tak terima, mengapa tak menuntut cerai saja? Apakah sikapnya ini dianggap kuno? 

        Tapi Sania mulai merasakan gelisahnya perasaan. Makanya ia ingin jalan-jalan. Tidak kemana-mana, hanya sekedar cari angin saja. Siapa tahu kegundahan hatinya akan hilang. Siapa tahu kegelisahan itu justru bisa lenyap? 

        "Bik..." 

        "Ya, Nya?" 

        "Ardhy sudah tidur?" 

        "Sudah Nya..." 

        "Jaga dia baik-baik ya Bik, saya mau keluar...!" 

        "Enggak makan dulu, Nya...!" 

     "Ah, nanti aja Bik, belum lapar. Biarkan dalam meja begtu. Kalau lapar, aku akan langsung mengambilnya....!" 

         "Tuan belum kembali, Nya?" 

       "Ia di Bandung Bik, lagi mencari tender. Dua hari enggak pulang. Jadi besok Bibik masak untuk Ardhy dan Bibik aja. Oh, ya. Suami Bibik kapan datang dari kampung?" tanya Sania. 

        "Mungkin dua hari lagi, Nya..." 

        "Ya, udah, biar disini saja. Tak usah kemana-mana. Merawat kebun taman, dan segala yang di rumah ini kan bisa...!" 

        "Nyonya mau menerima?" 

        "Iya bik, rumah ini kan sepi, apalagi kalau nggak ada Mas Yoga seperti ini. Kalau ada suami bibik kan ramai. Ada lelakinya, enak. Rumah terasa lebih tenang. Terasa lebih tentram. Bibik juga bisa tenang bekerja, bukan begitu Bik?" 

        "Iya, Nya...!" 

        "Baik, biar di rumah ini saja. Nanti aku yang bayar setiap bulannya, jangan kuatir, asal ia mau menganggap rumah ini seperti rumah sendiri. Merawatnya, menjaganya...!" 

        "Baik Nya...!" 

        "Kan bibik jadi satu rumah terus.....!" 

        "Iya Nya...!" 

        "Udah, ya. Saya mau keluar sebentar. Kalau ada tamu, saya enggak ada, jangan diterima, siapa pun dia orangnya ya , Bik. Ini Jakarta lho semua bisa terjadi" kata Sania memperingati. 

        "Iya, Nya...." 

        Sania kemudian keluar dengan pakaian santai. Celana jeans biru dengan Tshirt putih, jaket warna hitam. Persis ketika ia masih gadis, suka memakai jaket kulit seperti itu. Ia hanya ingin membuat santai hatinya saja, itulah sebabnya ia ingin keluar rumah. Ingin membuat perasaanya sedikit rileks. 

Gairah... Istri PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang