Lima

21.5K 825 13
                                    

Sebelum baca bagian lima, aku mau ingetin dulu. Bagian ini mengandung banyak kata-kata kasar bahkan tindakannya pun tak patut dicontoh. Tapi kalau kalian ikut terbawa, itu artinya kalian merasakan apa yang terjadi. Ambil sisi baiknya ya🙏

Cuss.. dibaca aja, jangan lupa tinggalkan jejak kalian dibawah😉

🕊️🕊️🕊️

Aysha Ailani Arkam

🕊️🕊️🕊️

Aysha POV

"Sha, Aysha." Samar-samar aku mendengar suara Abah dari dalam kamarnya, seperti tengah memanggilku.

Prangg!

Kali ini bukan lagi samar-samar aku mendengar suara Abah, tapi aku mendengar jelas seperti suara gelas jatuh.

"Abah?" Aku pun menghentikan kegiatanku di dapur dan bergegas ke kamar Abah.

"Astagfirullah, Abah." Pekikku saat melihat Abah terjatuh tepat disamping tempat tidurnya.

"Sha kan udah bilang, kalau Abah butuh sesuatu panggil Sha." Sambungku seraya membantu Abah untuk kembali ke tempat tidur.

"Dada Abah sakit Sha, Abah cuma mau ambil obat aja tadi." Ujar Abah dengan suara yang terdengar enggap.

"Bentar ya bah, Sha ambil obat Abah dulu." Aku langsung bergegas ke kamarku untuk mengambil obat yang baru saja di resepkan kak Ilham tadi siang.

"Lohh mana obatnya?" Aku berusaha mencari obat itu dari dalam tasku. Mengobrak-abrik isi tasku.

"Apa mungkin tertinggal? Atau aku lupa mengambilnya dari kak Ilham tadi siang? Aku harus kesana, Abah butuh obat itu!"

Aku mengambil jilbab instan ku, memakainya lalu bergegas keluar. Namun saat aku baru saja membuka pintu rumah, aku melihat wa Abdul telah berada di depan pintu rumah. Menyenderkan salah satu tangannya pada daun pintu.

"Assalamualaikum Aysha,"

"Wa mau apa lagi? Kan tadi kak Ilham udah kasih uangnya." Aku perlahan mundur, masuk kembali ke dalam rumah saat wa Abdul makin mendekat.

"Ohh, jalmi eta teh namina Ilham? Iraha jalmi eta teh arek kawinin maneh? Hah?!" Suara wa Abdul makin meninggi.

"Sha, Aysha." Abah terus memanggilku.

Beberapa kali aku melirik kearah pintu kamar Abah dari sudut mataku. Berharap Abah tak akan keluar dari kamarnya dan menyadari kedatangan wa Abdul.

"Maaf Wa, Sha ngga ada waktu. Mending wa pergi sekarang,"

"Maneh teh teu sopan ke urang!"

Brakk!

Wa Abdul mendorong pintu dengan sebelah kakinya, hingga pintu itu tertutup sendiri dan menimbulkan suara yang cukup keras.

"MANEH NGUSIR URANG?! MANEH TEH MAKIN KURANG AJAR KE URANG!" Pekik wa Abdul seraya menarik belakang kerudungku kencang, hingga membuat aku terasa seperti tercekik.

"Ampun wa, ampun." Ucapku sedikit memohon. Aku terus memegangi kepalaku, berusaha menahan kerudungku yang ditarik wa Abdul.

"NAON? URANG TEH TEU NGADANGU? HAH?!"

Wa Abdul makin menguatkan tarikannya.

"Ampun Wa. Sha minta ampun,"

"Urang arek lepasin maneh, tapi maneh kudu kasih urang duit!"

"Sha ngga punya, Sha bener-bener ngga punya uang." Ucapku lirih. Aku bener-bener takut.

"Maneh kan bisa menta ka lalaki eta deui. Urang denger, lalaki eta teh tajir."

"Ngga wa, Sha ngga akan minta lagi sama kak Ilham. AYSHA MALU WA!! AYSHA MALU!!" pekikku hingga membuat Wa Abdul menghempasku ke sofa.

"Urang teh teu hayang nyaho, maneh kudu kasih urang duit!" Menarik paksa kedua tanganku kebelakang dan mengikatnya dengan taplak meja yang diambilnya dari meja tamu.

"Tapi Aysha ngga punya uang wa!" Aku mencoba memberontak, mencoba melepaskan diri.

"A Abdul, lepasin Aysha a." Aku melihat Abah kini telah berdiri di depan pintu kamarnya. Dia menatap ke arah kami.

"Anak maneh teh teu sopan ka urang! Urang ka dieu teh ngan minta hak urang, maneh kan ngahutang ka urang. Balikin!" Wa Abdul bangkit dari duduknya dan perlahan berjalan mendekati Abah.

"Utang yang mana lagi wa, kak Ilham kan udah bayarin semuanya." Ungkapku yang mencoba mengingatkannya akan kejadian tadi siang

"Eta baru bungana, urang menta sesana?" Wa Abdul menghentikan langkahnya dan menatapku.

"Aysha kan udah bilang, Aysha ngga punya uang."

"Maneh kan bisa menta ka lalaki eta, calon salaki maneh kan." Wa Abdul menatapku bulat-bulat.

Wa Abdul lagi-lagi menyebut kak Ilham sebagai calon suami aku? Didepan Abah lagi?

"Calon suami?" Gumam Abah pelan dengan napas yang tak beraturan dan masih memegangi dadanya.

"ABAHHH?!" Pekikku saat melihat perlahan Abah mulai jatuh ke lantai.

"Wa lepasin Aysha wa, Aysha harus nolongin Abah!" Aku terus memberontak, mencoba melepaskan ikatan ditanganku.

"Aysha tenang, Abah tersayang Aysha akan baik-baik aja. Paling juga cuma pingsan. Kalau terjadi apa-apa sama Abah, Aysha kan masih punya saya yang akan jaga Aysha sekaligus miliki Aysha." Wa Abdul perlahan mendekatiku. Suara dan tatapannya pun seketika berubah.

"Wa mau apa? Wa jangan macem sama Sha! Atau Sha akan teriak!!" Ancamku.

"Aysha bilang apa?" Suara wa Abdul terasa menggema di telingaku saat ia berkata tepat didepan telingaku.

"Sha tau kan, Aysha itu cantik dari siapa? Dulu.. Saya tuh suka banget sama Mayna, ibu kamu. Tapi sayang, dia lebih milih Rahman, bapak kamu yang penyakitan itu. Semenjak Rahman dan ibunya muncul, Rahman tuh ngerebut semua yang saya punya. Bahkan bapak saya pun lebih sayang ke dia dibanding saya, anaknya sendiri." Wa Abdul memainkan jemarinya didekat pipiku, seakan berniat menyentuhnya.

"Ga masalah saya ngga dapat ibunya, setidaknya saya mendapatkan kamu, sayang." Aku menjauhkan kepalaku dari tangannya, sebelum benar-benar menyentuh pipiku.

"Jangan harap!!! Aysha ngga akan biarin siapapun nyentuh Aysha!" Pekikku.

"AYSHA!"

Prakkk!

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, kalau hari ini aku akan mendapatkan satu tamparan lagi di pipiku. Bekas tamparan kemarin pun rasanya masih terasa sampai detik ini.

"KAMU BILANG APA?! HAHHHH,"

Prakkk!!

Wa Abdul lagi-lagi menamparku.

"Ampun wa, ampun." Aku langsung memejamkan mataku saat aku melihat tangan wa Abdul mulai melayang kembali.

"Apa? Saya ngga denger tuh," bisik wa Abdul ditelingaku.

"Ampun, ampun wa." Ucapku seperti orang meracau. Aku menundukkan kepalaku, aku benar-benar takut.

Brukk!

Aku merasakan seperti ada sesuatu yang terjatuh ke lantai. Aku pun membuka mata dan mendapati wa Abdul tersungkur begitu aja ke lantai.

"Kak Ilham," gumamku lirih, samar-samar aku melihat kak Ilham. Dalam pandanganku, aku melihat ia tengah menatap wa Abdul seraya memainkan kedua tangannya. Dan.. perlahan pandanganku mulai kabur.

To be continue...

Bekasi, 20 Februari 2019

AKU (BUKAN) ISTRI SIMPANAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang