Tapi apa harus begini? Batin Pang.
Pang melamun. Tring.... bel sekolah berbunyi. Dia bangkit dari tempat duduknya.
"Mau kemana? Itu bel buat kelas 1" suara guru mengagetkannya. "Apa kau lupa bel Kelas 8 pukul 12.30?" tanya guru itu menyebalkan. "Sekarang, pikirkan caranya agar kau bisa belajar lebih baik dan naik ke kelas lain. Tes penempatan sebentar lagi. Kau paham?" Pang malas mendengar itu, ketika guru berbalik ke depan. Pang lihat jendela terbuka.
Tersenyum, ketika melihat makanan yang ada di nampannya penuh. Tinggal cari tempat untuk duduk,
"Maaf. Kau tak apa-apa?" tanya Pang, dia tak sengaja menabrak seseorang yang duduk. Ketika ingin mencari tempat duduk. Orang itu melihat Pang dengan sinis, lalu melihat ke bajunya. Tak ada lencana disana.
"Mana lencanamu?" tanyanya sambil berdiri, terkejut. Dia berjalan balik arah. "Tunggu." "Bersihkan" ucapnya dengan tersenyum. "Tidak apa-apa. Cuma ketumpahan sedikit." Jawab Pang. "Maksudku, bersihkan sepatuku." Ujarnya menrendahkan. Pang melirik ke bawah, sepatu sisawa sombong itu di sodorkan padanya untuk di bersihkan. Terkejut, marah, pang tidak bisa lagi tersenyum. Dia ingin memberi pelajaran pada anak sombong ini. "Apa?" jawab Pang sinis.
"Kubilang, bersihkan sampah di kakiku." Pang ingin mengabaikannya, dia berjalan melewati orang itu. Brak, Pang terjatuh. "Apa masalahmu?" tanya Pang dengan tangan yang memegang kerah orang itu. Sekarang, dia menjadi pusat perhatian siswa di kantin. "Ada masalah?" tanya Bu Ladda. Pang melepaskan tangannya. "Aku tanya, ada masalah?" tanya Bu Ladda, dengan berdiri di samping murid sombong itu. "Dia yang mulai" Pang menjawab. "Bu, dia tidak pakai lencana." Balasnya. "Aku curiga dia siswa kelas lain yang menyusup ke kafetaria." Lanjutnya. "Jangan ganti topik." Ujar pang kesal. "Diam." Bu Ladda menimpali. "Dimana lencanamu?" "Ketinggalan di kelas." Jawab Pang. Bu Ladda berjalan mendekat ke arah Pang. "Kau dari kelas mana?" tanyanya.
***
Nack mengambil makanannya, ketika dia berbalik dia melihat sahabatnya Pang sedang beradu agrumen dengan Wave, teman sekelasnya yang menyebalkan dan Bu Ladda. Nack berjalan, dan langsung merangkul leher Pang.
"Pang! Lama banget ambil piringnya!" Pang bingung, dia tak tahu harus menanggapi Nack seperti apa. Nack melihat ke sekeliling, dia melihat Bu Ladda. "Swadahikap. Bu!" kata Nack dengan melakukan Wai.
"Dia temanmu?" tanya Bu Ladda.
"Ya, Bu." Jawab Nack tersenyum. "Lencananya ketinggalan di kelas. Dia siswa kelas 1, sepertiku." Lanjut Nack dengan menunjukan lencananya yang dipakainya.
"Masa? Aku juga kelas 1. Kenapa aku tak pernah melihatnya?" tanya Wave. Tanyanya dengan curiga. Nack tersenyum meremehkan, pang dia tak tahu harus seperti apa di situasi seperti ini. "Wave. Coba kutanya. Apa kau tahu nama teman sekelasmu? Coba sebut namaku" tantang Nack. Wave diam, dia memang tak mengingat nama-nama orang yang sekelas dengannya.
"Semoga saja kalian jujur. Awas kalau kalian ketahuan bohong." Ujarnya meninggalkan murid-murid yang masih bersitegang ini.
"Enaknya jadi lintah. Bisa mengarang apapun" Wave menyindir Pang.
"Kau kebanyakan bicara, Wave!" teriak Nack.
"Kau juga." Wave mengangkat dagunya mengarah ke arah Nack. "Hanya karena kita sekelas, bukan berarti kau bisa seenaknya. Sebab setelah Tes Penempatan, aku akan masuk Kelas Berbakat" ujarnya sombong. "Tapi kau tetap akan sekelas dengan lintah ini." Nack tersenyum. "Kau pikir, Cuma kau yang bisa masuk Kelas Berbakat? Lihat saja. Aku juga akan masuk Kelas Berbakat. Dan bukan Cuma aku. Tapi temanku juga" Nack merangkul Pang. "Nack?" tanya Pang kaget. "Berdoa saja" Wave berjalan melewati mereka.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GIFTED
Fantasy'Ritdha High School, sekolah yang tidah hanya punya murid berbakat tapi punya "GIFTED PROGRAM", Kelas berbakat yang hanya segelintir dari murid "Spesial" yant terpilih untuk belajar di program ini. Sayangnya, "Pang" kelas sepuluh murid dari kelas te...