"Assalamu'alaikum." Terdengar ucapan salam seorang gadis dari balik pintu kantor pesantren. Ucapan salam itu terdengar begitu jelas oleh kiai Amin yang sedari tadi sibuk dengan pekerjaannya.
Kiai Amin adalah Pimpinan sekaligus Pengasuh di pesantren IQRO'.Pesantren IQRO'sendiri merupakan salah satu pesantren modern di Surabaya yang menerapkan sistem pendidikan umum dan keagamaan. Sehingga banyak siswa yang berminat untuk mengenyam pendidikan di pesantren tersebut. Santri datang dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Bogor, Kalimantan, Sulawesi, Madura dan Bali. bahkan dari negara tetangga Malaysia. Serta kota-kota besar lainnya di seluruh dunia. Tak hanya ilmu agama yang mereka dapatkan di pesantren. Ilmu umum pun mereka dapatkan sebagaimana ilmu umum di sekolah umum lainnya.
Kiai Amin yang sedang sibuk dengan pekerjaan di kantor, segera menemui seorang gadis yang sedari tadi mengucapkan salam. Sebelumnya kiai Amin sudah menyangka orang itu adalah putrinya sendiri. Tak bisa ia lupakan suara anaknya. Ia adalah Khumaira anak gadis kiai Amin dan nyai Aminah. Lama sudah anak gadis itu tidak berkunjung ke rumahnya, walau sudah libur sekolah sekalipun. Ia tak pulang ke rumah dengan alasan masih banyak kegiatan di pesantren. Selain itu juga, letak pesantren IQRO' putri tidak jauh dari rumahnya. Apalagi pesantren tersebut merupakan cabang dari pesantren IQRO' putra, yang dikelola oleh saudara dari kiai Amin, yaitu kiai Musthofa bersama istrinya nyai Musyarofah."Wa'alaikumsalam. Eh, ternyata beneran kamu, Nak. Ayo, masuk!"
"Ndak usah, Bah. Di sini saja. Maira sebentar saja kok, Bah. Cuma mau ketemu Abah."
"Kamu sendirian?"
"Nggak, Bah. Tadi Maira sama Sri, tapi dia ke perpustakaan."
"Loh, kenapa gak kamu ajak ke sini dulu, Ra?"
"Dia gak bisa, Bah. harus buru-buru ke perpus."
Dari kejauhan sana, Farhan dan Qodir sedang mengendap di balik pohon berusaha memperhatikan gadis yang sedang bersama kiai Amin. Mereka penasaran dengan gadis itu. Serasa pernah bertemu namun terasa asing pula bagi mereka. Karena memang sudah cukup lama Khumairah tidak pernah pulang ke rumah. Ia sibuk dengan kegiatan di pesantren. Meskipun anak gadis kiai Amin itu nyantri di pesantren pamannya, ia tak mau jika harus sering pulang ke rumah atau tinggal di rumah pamannya. Khumaira tidak ingin membuat teman-temannya merasa dibedakan dalam belajar.
Perbincangan antara ayah dan anak gadisnya itu cukup lama, hal itu memberikan waktu cukup lama untuk Farhan dan Qodir memandangi putri kiai Amin lebih detail lagi, begitu juga mereka membicarakan tentang Khumaira."Qod, kayaknya saya pernah lihat gadis itu sebelumnya. Tapi lupa. Di mana, ya?" ujar Farhan sembari menerka kembali sosok wanita yang sempat ia temui.
"Ya ... Di sinilah, Han. Kan, dia putri bungsu Kiai Amin. Dia itu santriwati di pesantren sebelah. Dulu sih, sering ke sini. Namun, semenjak dia kelas 1 MA, udah jarang pulang. K arena di sana sudah ada paman dan bibinya," jelas Qodir.
"Oh, pantesan aku jarang lihat dia. Cantik ya, Qod?"
"Iya, Han."
Panjang lebar Qodir menjelaskan tentang putri kiai Amin. Saat ngobrol pandangan mereka tak lagi tertuju pada gadis tersebut. Setelah mengembalikan panangannya, ternyata gadis itu sudah tak lagi di sana. Kedua santri itu kebingungan mencari gadis yang sempat mereka bicarakan tadi.
"Loh, Qod. Kemana tuh gadis yang bersama Kiai Amin tadi?" tanya Farhan seraya menyisir beberapa sudut teras kantor.
"Iya ya, Han kemana? Bukannya tadi masih di sana?"
Farhan dan Qodir sibuk mencari gadis itu. Sampai-sampai tak merasa ada seseorang sedang berdiri di belakang mereka. Parahnya dia adalah kiai Amin bersama dengan Khumairah. Kiai Amin sudah mendengar apa yang sedang mereka bicarakan dari tadi. Maka dari itu, kiai Amin diam dan mencoba menanyakan apa yang sedang mereka lakukan di bawah pohon dengan sembunyi-sembunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khumaira
Teen FictionCinta bukan hanya menaruh rasa kemudian membiarkan tumbuh begitu saja, melainkan memupuknya dengan penuh kasih sayang, ketulusan dan keyakinan akan apa yang telah Tuhan tumbuhkan, hingga kelak buah manis akan dipetik.