Prolog

15 3 2
                                    

Rumbai-rumbai yang berjuntai diterpa seberkas cahaya pagi, membayangan di tembok kamarnya. Hiasan dari benang wol itu terpapar lebih estetik dari pagi-pagi yang lain. Hari ini spesial. Berbeda untuk hal yang tidak biasanya. Ya, memang seperti itu, bukan? Darian dengan gagahnya mematut diri di depan cermin yang lebih tinggi dari tinggi badannya itu. Tak terlupa untuk momen spesial ini ia sematkan dasi kupu-kupu sebagai keharusan. Kamar kosnya adalah sejarah, sedang rumbai-rumbai menyertai sebagai kenangan. Ia tersenyum sedikit kaku menerawang betapa cepatnya waktu berlalu. Kembali ia rapalkan ketakutannya menjadi sesuatu yang ia pikir lebih positif.

Hari ini bukanlah akhir, tapi awal.
Kali ini bukanlah perpisahan, tapi pertemuan.
Entah untuk yang terakhir ataupun bukan.

Yah, kalimat terakhirnya membisik begitu saja. Ia pun terkejut mendapati dirinya merasa begitu berbeda. Janggal. Dirinya buru-buru mengenyahkan kalimat terakhir yang dilamunkan saat smartphonenya berdering menampilkan nama yang sudah tak menjadi asing. Nama gadis. Bukan gadis spesial, ya mungkin spesial karena mereka sudah berteman sangat lama. Persahabatan antara laki-laki dan perempuan, benarkah masih bisa disebut demikian? Mereka berdua bersikeras menjawab, ya. Darian mendapat omelan panjang karena ia masih belum bergegas menjemput sahabatnya itu. Mereka berjanji untuk berangkat bersama. Padahal masih ada waktu 5 menit lagi dari janjinya, dasar perempuan, omelnya dalam hati.

Rencana-rencana yang tak pernah direncanakan, Tuhan merealisasikan untuk mereka berdua. Untuk bertemu lantas bertemu kembali atau berpisah. Selamanya.

Merayakan KepergianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang