"Kamu?!!"
"Ya, ini aku."
Sontak Sofia segera memeluk seseorang yang berada di hadapannya. Lama berpelukan, Sofia akhirnya melepaskan pelukkannya. Dan ia mengajak tamunya itu untuk masuk ke dalam.
"Bagaimana kabarmu?" Tanya Sofia bersemangat setelah ia duduk di sofa.
"Alhamdulillah, aku sehat. Lalu, bagaimana denganmu?" Ia adalah sahabat Sofia sejak SMP. Wanita terhebat, menurut Sofia. Wanita bercadar yang mengetahui semua hal tentang Sofia. Wanita yang selalu berada di samping Sofia ketika Sofia sedang dalam masa-masa sulit. Nayla Fazilla Zhariifah, seperti itulah namanya. Nama yang sangat indah, seindah parasnya.
"Ya, seperti biasa. Tak ada yang berubah. Bagaimana dengan kuliahmu di Cairo? Menyenangkan?" Sofia sangat antusias dengan kedatangan sahabatnya ini. Hingga ia lupa dengan sarapannya yang belum selesai. Sedangkan Kevin, ia sudah kembali masuk ke kamarnya sejak tadi.
"Sangat menyenangkan. Akhirnya aku bisa meraih impianku sejak kecil. Menjadi seorang dokter lulusan Al-Azhar University." Ia tersenyum dibalik cadarnya.
"Selamat atas keberhasilanmu, Nay. Aku sangat merindukanmu."
"Terima kasih. Aku juga sangat merindukanmu."
"Oh, iya. Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Untuk melepas rindu, hehe." Sofia terkekeh. Nayla hanya mengangguk.
"Baiklah, aku bersiap-siap dulu. Kamu tunggu di sini." Sofia segera berlari menuju kamarnya dan berganti pakaian.
Setelah selesai berganti pakaian, Sofia segera mengajak Nayla untuk jalan-jalan.
***
Sofia dan Nayla memutuskan untuk jalan-jalan ke taman. Taman ini berada tak jauh dari apartement Sofia. Di taman ini, banyak sekali kenangan masa-masa SMP dan SMA antara Sofia dan Nayla. Di sinilah tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama.
Mereka berdua duduk di bangku taman. Pepohonan dan bunga-bunga menghiasi taman ini.
"Nay, kamu rencananya akan bekerja di mana?" Sofia memulai percakapan mereka.
Nayla berfikir sejenak sebelum menjawab. "Mungkin nanti aku akan melamar pekerjaan di rumah sakit."
"Kalau begitu, aku yang akan menjadi pasien pertamu." Sofia tersenyum dengan mata berbinar.
"Jangan bicara seperti itu. Kata-katamu adalah doa." Nayla mengingatkan.
"Ah, aku hanya bercanda. Siapa juga yang ingin sakit." Sofia terkekeh pelan.
"Kamu ini ada-ada saja. Lalu bagaimana denganmu? Kamu belum memberitahuku apa pekerjaanmu."
"Hehe. Aku hanya mengajar di sebuah sekolah. Dan rencananya aku akan melanjutkan sekolahku di Paris. Kamu tahu kan, kalau aku sangat memimpikan untuk bisa berkuliah di sana." Mata Sofia berbinar terang.
"Semoga kamu bisa berkuliah di sana, Fi. Aku akan selalu mendoakanmu."
"Terima kasih, Nay. Kamu sangat mengerti aku. Terima kasih atas semua waktumu untukku." Sofia memeluk Nayla erat. Nayla pun membalas pelukkan Sofia.
Setelah pergi ke taman, Sofia mengajak Nayla ke mall. Lama mereka berkeliling di mall, hingga Sofia merasa lapar.
"Nay, ayo kita ke resto di sana. Aku sangat lapar." Sofia menatap Nayla dengan tatapan memohon.
"Baiklah. Aku juga merasa lapar." Nayla pun menarik Sofia menuju resto.
Di dalam resto tersebut, mereka duduk di dekat jendela. Tak butuh waktu lama, pesanan mereka pun tiba. Mereka mulai memakannya dengan santai.
Tak terasa waktu kian berlalu. Sekarang matahari sudah berada di atas kepala. Dan sebentar lagi azan dzuhur akan berkumandang. Mereka berdua masih hanyut dalam obrolan mereka.
"Fi, kita ke masjid, yuk. Sebentar lagi dzuhur," ucap Nayla sembari membereskan barang-barangnya di atas meja.
Namun Sofia menggeleng pelan dan berkata, "sebenarnya aku ingin jujur padamu, Nay. Tapi aku mohon, kamu harus mengerti perasaanku. Aku takut nanti kamu tidak bisa menerima ini." Sofia menunduk dalam.
Nayla mengernyit, bingung. "Apa yang ingin kamu katakan? Aku akan mendengarkannya."
"Sebenarnya aku...."
***
To Be Continued
22 Februari 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJRAH (Kembali Pada-Mu)
EspiritualSofia Putri Wijaya, seorang Atheis. Ia tidak mempercayai Allah karena masalah di masa lalunya. Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang laki-laki yang taat pada Allah dan aturan agama Islam yang bernama Muhammad Angga. Sejak saat itu,prinsipnya mu...