bag 7

67 10 1
                                    


Pagi-pagi sekali Rose sudah tiba di kantin fakultasnya. Meski hari ini mood nya sedang sangat buruk tapi ia tidak berniat untuk membolos.

Mata sembabnya semakin kentara setelah tengah malam tadi ia kembali menangis dan akhirnya tertidur sebelum akhirnya bangun pukul 3 pagi tadi.

Ia sendirian di kantin dengan segelas es coklat yang penuh es batu. Matanya sesekali melirik ponsel berharap Romeo mengirim pesan atau menghubungi Rose lagi.

Namun nihil, dan itu membuat Rose kecewa dengan pria tampan jangkung itu.

Tiba-tiba saja tangannya ditarik dengan kasar, membuat Rose terkejut. Dirinya tambah terkejut lagi saat mengetahui bahwa Romeo lah yang menariknya.

Cowok itu membawanya ke taman sepi di samping kampus mereka. Tangan Rose dihempaskan kasar dan itu membuatnya meringis. Sontak gadis itu menatap kecewa melihat Romeo bersikap seperti ini untuk pertama kalinya.

"Ngapain kemarin nangis gak jelas." Ujar Romeo tanpa memikirkan perasaan Rose yang terluka.

Gadis itu terdiam, mencoba mengalihkan matanya agar tidak menatap mata hitam pekat milik Romeo.

"Rose." Ujar Romeo. Lelaki itu menghela nafasnya lelah.

"Siapa gadis itu?." Tanya Rose mengalah. Meski ia tidak menjawa pertanyaan Romeo dahulu.

"Juliet." Ujar Romeo singkat. Ia menatap Rose yang masih menundukkan wajahnya dengan memejamkan mata.

"Maksudnya, apa statusnya dalam hidupmu rom." Ujar Rose lagi. Kali ini ia menatap mata Romeo dengan berani.

"Sahabatku, tunggu... kau marah karena dia?." Tanya Romeo pada Rose.

"Tidak." Ujar Rose tanpa ekspresi.

"Lalu kenapa kemarin menangis? Jangan membuatku bingung Rose." Ujar Romeo menyelidik.

"Pacarku sungkan mengakuiku sebagai kekasihnya di depan sahabatnya, apakah itu wajar?." Tanya Rose sembari memberi senyum miring.

Kali ini Romeo terdiam. Membuat Rose semakin menyunggingkan senyum sinisnya.

"Tidak ada yang murni dalam persahabat antara lelaki dan perempuan. Kali ini, siapa yang memilikinya?." Tanya Rose pada akhirnya. Gadis itu menatap Romeo yang masih terdiam seolah kehilangan kata-katanya.

Mudah ditebak. Batin Rose

"Kami hanya sahabat." Ujar Romeo dengan entengnya.

"Bohong." Jawab Rose .

"Terserah, aku lelah." Ujar Romeo.

"Aku juga, tapi apa harus aku lagi yang memperjuangkan semua ini?." Tanya Rose lirih. Gadis itu menunduk lagi.

Romeo diam, lalu mengelus puncak kepala Rose dengan lembut sebelum berkata,

"Kau kacau, tenangkan dirimu." Ujar Romeo. Ia kemudian meniggalkan Rose sendirian yang masih tak bergeming.

"Kau brengsek Romeo, dan sialnya aku mencintaimu." Gumam Rose sembari menatap kepergian kekasihnya itu.

.
.
.
.

Tak ada yang tidak tahu tentang hubungan Romeo dan Rose di kampus. Ke-duanya adalah pasangan yang banyak dibicarakan lantaran rupa mereka yang sempurna.

Apalagi sebelum mereka berpacaran. Awalnya Romeo adalah lelaki tak tersentuh dan tak pernah dekat dengan wanita manapun, hingga kemudian sang primadona kampus terang-terangan mengejarnya.

Lalu entah bagaimana tiba-tiba penghuni kampus dikejutkan akan berita mereka menjadi sepasang kekasih. Padahal Romeo terlihat membenci Rose dahulu.

Entah bagaimana ke-duanya akhirnya menjalin hubungan

Lalu saat penghuni kampus melihat mereka tidak saling bertegur sapa selama seminggu belakangan ini, rumor lain tersebar.

Mereka putus.

Setelahnya banyak lelaki lain yang mulai mencoba mendekati Rose kembali. Bahkan mereka tak segan segan mengirimi gadia itu bungan ke rumahnya.

Semua itu justru membuat Rose muak bukan tersanjung. Gadis itu berjalan dengan wajah malasnya menuju kelas bahasa yang akan dimulai siang ini.

Dirinya langsung saja mendudukkan diri di bangku kosong paling depan. Lalu saat matanya merasa tidak asing menatap seseorang, Rose kembali memfokuskan matanya.

Disana, di ujung ruangan, gadis yang Rose ketahui bernama Juliet tengah duduk sembari tersenyum melihat ponselnya. Hal itu membuat Rose kesal.

Kenapa gadis itu disini? Batin Rose marah.

Dan kenapa juga harus senyum-senyum ngeliatin ponsel? Siapa coba yang tengah dihubungi gadia itu. Batin Rose lagi.

Rose segera mengalihkan pandangannya agar tidak menuju ke Juliet. Gadis itu pura-pura memainkan ponselnya meski ia tidak terima Juliet berada satu kelas dengannya.

Pintu yang kembali terbuka membuat Rose berfikir bahwa dosennya telah tiba, namun nyatanya salah. Orang yang datang bukan dosen bahasa, tetapi seorang Romeo yang tampak tampan dengan balutan kemeja berwarna abu.

Romeo tak menghampiri Rose, melainkan menuju gadia yang berada di pojok ruangan.

Rose masih mengamati dengan mata elangnya, mengamati bahwa saat ini Romeo tengah memberikan Juliet sebotol air mineral yang terlihat ditolak gadis itu. Tapi sepertinya Romeo berhasil membujuknya hingga Juliet mau menerimanya.

Hal itu membuat Rose kesal, padahal selama berpacaran dengan Romeo, lelaki itu tidak pernah bersikap se-manis itu padanya. Para mahasiswi yang berada di dalam kelas itu mulai membicarakan Rose. Bahkan dengan terang-terangan mengolok-olok Rose.

"Pantesa diputusin, dapet yang lebih cantik sih."

"Akhirnya tu cewek sombong putus juga sama Romeo."

"Sweet banget gak sih sama cewek baru."

Rose yang mendengarnya sakit hati, namun gadis itu tidak menunjukannya. Lalu Rose melirik ke arah Romeo dan Juliet.

Juliet seperti bingung saat mendengar suara-suara tersebut. Ia kemudian menatap Romeo meminta penjelasan. Namun Romeo hanya menggeleng dan tersenyum tipis.

"Harusnya lo kasih senyum itu buat nyemangatin gue rom, kenapa malahan lo kasih sama cewek gak tahu diri macam dia?." Gumam Rose pada dirinya sendiri.

.
.
.

"Kita belum putus, tapi kenapa seolah-olah hubungan ini lebih buruk dari kata putus?." Itu suara Rose. Gadis itu tengah duduk di bangku penumpang yang berada di samping Romeo.

Rose sudah tidak tahan, rasanya terlalu menyakitkan. Dan tadi, ia memberanikan diri untuk datang berbicara dengan Romeo.

Lelaki itu diam, memandangi setir mobil dengan pandangan kosong.

"Aku tahu kamu tidak mencintaiku, tapi bisakah hubungan ini terus berlanjut?." Ujar Rose lagi. Gadis itu tidak ingin dengan mudahnya melepaskan Romeo.

"Aku tidak tahu." Balas Romeo. Lelaki itu kemudian memberanikan menatap Rose yang terlihat semakin kurus.

Pipi gembil favoritnya sudah menyusut, badan Rose juga tampak lebih kurus.

"Apa kamu tidak makan dengan baik?." Tanya Romeo kesal.

"Jangan mengalihkan pembicaraan." Ujar Rose tegas.

"Makanlah yang banyak, kau semakin kurus." Ujar Romeo tanpa menghiraukan peringatan Rose.

"Apakah kita bisa memperbaiki hubungan kita lagi?." Tanya Rose ragu.

Romeo hanya terdiam sebelum mengangguk.

"Benarkah?." Tanya Rose senang.

"Iya, tapi bisakah tidak terlalu cemburu padaku Rose, Juliet hanya sahabatku." Ujar Romeo lembut.

"Iya." Jawab Rose. Meski gadis itu dalam hati mengumpati Juliet dan ingin menampar gadis tidak tahu diri itu.

problem of love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang