Langit yang selalu cerah oleh terpaan sinar mentari perlahan sirna kemudian akan tergantikan oleh gemerlapnya cahaya buatan manusia.Burung-burung yang biasanya berkicau menyambut hari dan bersenang-senang, kini juga harus terbang meninggalkan dunia yang penuh asa manusia.
Di trotoar terlihat seorang gadis menyeret langkahnya pelan.
Kalau saja orang yang selalu dipanggil 'Mamah' oleh dirinya itu tidak memberi perintah untuk membeli mie pasti juga gadis itu tidak akan keluar dari rumah. Karena pada dasarnya, gadis itu adalah anak rumahan yang jarang keluar rumah jika tidak ada urusan penting.
Bukannya tidak mau, lebih tepatnya sih tidak ada yang mengajaknya berlibur atau sekedar berjalan-jalan di sekitar komplek rumahnya.
Tentu saja gadis itu adalah Aquila.
Langkah kakinya dia percepat menuju minimarket yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah.
"Untung saja dulu sejak ada papah, aku gak pernah diantar kemana-mana entah itu siang atau bahkan malam."
"Hmh ada sisi positifnya juga sih, aku jadi pemberani. Tapi- kenyataannya papah emang gak suka aku."Aquila mengembuskan napasnya pelan. Malam-malam begini memang asik untuk over thinking dan juga bernostalgia.
Sesampainya di area minimarket, manik mata milik Aquila tepat sekali membidik sasarannya pada seorang lelaki yang baru saja keluar dari minimarket.
Postur tubuhnya seperti Jevan. Namun entah lah Aquila tidak ingin berada berlama-lama di luar rumahnya.
Tampak tak acuh, Aquila memasuki minimarket walaupun dirinya berpapasan dengan lelaki yang sudah menjadi atensi indah Aquila.
Aquila berdecak sambil mencari-cari makanan titipan mamanya. Mamanya itu perempuan ribet, tapi Aquila sayang kok.
"Eh, La?"
"Kebetulan kita ketemu."Dengan cepat Aquila menoleh, mendapati Haidar yang tampangnya terlihat kebingungan.
"Kenapa tuh mukanya kaya muka gabisa jawab pertanyaan dari guru?"
"Astaga jangan buka kartu lah."
Aquila ketawa garing, memang tidak ada yang lucu namun ingin menghibur diri saja.
"Cariin ini dong, yang biasanya buat cuci piring tuh apa ya namanya?"
"Kalo gak salah tadi ibu aku bilang mama telon? Apa apa deh? Tapi perasaan mama telon kan yang buat bayi, masa iya multifungsi ya bisa buat nyuci piring juga?" bingung Haidar sambil sesekali dia menggaruk tengkuknya.Sebenarnya Aquila ingin tertawa tapi dia urungkan karena melihat ekspresi Haidar yang sangat menyedihkan.
"B-bukan, yang buat bayi itu minyak telon gak ada mamanya."
"Oalah? kirain aja, kan bayi biasanya diurus sama mama-mama. Kali aja nama barang-barangnya ada mama-mamanya."
"Kayak mama telon, mama kayu putih, mama-""Jadi mau dibantuin ga nih?" potong Aquila. Bukannya apa, namun Aquila ingin cepat menyelonjorkan kakinya di rumah.
"Iya atuh, cariin tuh mama telon. Eh namanya beneran mama telon emang, La?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Onism
Romance➳ Ini bukan tentang kisah Aquila dan Altair dalam perbintangan. Namun, ini adalah kisah tentang seorang gadis yang menunggu waktu di mana dia akan dipertemukan dan disatukan kembali dengan sang pemeran utama hatinya. Perjalanan ini cukup sulit, di m...