Part 2

20 6 0
                                    

Di ujung jalan besar ini terdapat toko kelontong yang tidak begitu besar tapi juga tidak begitu kecil, rapi dan bersih namun udaranya sedikit pengap, mungkin karena AC-nya yang beberapa hari ini sudah tidak berfungsi. Barang yang dijual di kelontong ini cukup lengkap, tempatnya pun cukup strategis. Berada persis di sudut pertigaan jalan, kelontong ini dikelilingi beberapa bangunan. Di sebelah kanan kelontong - seberang jalan, ada kantor polisi yang tak pernah sepi. Di depan kelontong - di seberang jalan lainnya, ada panti asuhan yang tidak begitu
besar tapi memiliki halaman depan yang hijau dan luas dengan berbagai mainan. Sedangkan di sebelah kiri kelontong, hanya ada sepetak tanah kosong yang beberapa meter ke kiri barulah ada sebuah toko buku yang belum lama ini baru saja di buka.

Bima berhenti di depan panti asuhan setelah berjalan dari arah utara jalan. Ingin menuju kelontong yang berada di seberang, dengan sedikit mencodongkan kepala serta menolehkannya kekanan dan kekiri dan memastikan bahwa tidak ada kendaraan yang melintas, Bima segera menyeberangi jalan dan segera masuk ke dalam kelontong dan memulai kerja paruh waktunya. Sampai pukul lima sore nanti Bima akan menjaga kelontong yang satu jam kemudian dia harus berganti menunggu sebuah tempat pengisian bahan bakar sampai sekitar pukul sepuluh malam. Dimana disela-sela kedua kerja paruh waktunya, selama satu jam setelah pulang dari kelontong Bima akan selalu meluangkan waktu untuk pulang dan menengok sebentar ayahnya. Memastikan apakah beliau baik-baik saja atau mungkin membutuhkan beberapa bantuan untuk memasak makanan.

“Syukurlah kau sudah datang. Cepat gantikan aku menjaga kelontong ini. Hari ini tolong jaga kelontong sampai malam ya! Upahmu akan aku tambah sesuai per jam tambahannya. Aku
harus menghadiri pemakaman teman lama ku.” sambut pemilik kelontong yang tidak bisa dibilang mengenakkan.

“Tapi aku masih ada pekerjaan setelah ini. Dan aku belum sempat memberitahukan bos ku yang di sana.”

“Kebetulan, nanti aku akan melewati tempat pengisian bensin itu. Nanti akan aku sampaikan pada bosmu itu. Dia temanku, tenang saja.”

“Baiklah.” jawab Bima tanpa bisa menolak kembali.

Setelah berbincang dengan Bima, pemilik kelontong segera meninggalkan Bima yang telah berpindah ke belakang mesin kasir.
“Wah! Padahal aku hanya berpaling sebentar, tapi kakek gendut itu sudah menghilang sekarang. Hebat!” kata Bima sedikit mengomel.

Sekitar tigapuluh menit Bima menunggu sambil menata beberapa barang - masih termasuk barang yang dijual di samping mesin kasir, akhirnya pelanggan pertama datang untuk berbelanja. Meski Bima masih sedikit kesal dengan bosnya tadi, tapi pelanggan tetaplah Raja kalau sudah masuk ke tempat Bima bekerja.

“Selamat siang, silahkan berbelanja.” sapa Bima pada pelanggan pertamanya dari balik meja kasir dengan suaranya yang berat.

Di dalam kelontong terdapat empat lorong yang masing-masing lorongnya terdapat rak tempat barang kebutuhan di pajang. Dan di setiap lorong serta sudut atas atap toko terdapat CCTV yang mempermudah Bima untuk mengawasi para pelanggannya. Bagi Bima pelanggan
memanglah Raja, tapi Bima tetap tidak bisa sepenuhnya percaya pada beberapa Rajanya. Terkadang ada beberapa Raja yang berbuat curang dengan menyembunyikan barang belanjaan ke dalam saku ataupun jaketnya agar tidak semua barang yang dia beli harus dia bayar.

Sepertinya hari ini akan berlangsung sangat lama. Bima merasa telah melayani banyak pembeli siang ini, tapi jam dinding di belakang meja kasir tepat di belakang tempat Bima
sekarang ini berdiri terlihat enggan berganti dari angka tiga. Sambil menunggu pelanggan kembali berdatangan, Bima menggunakan waktunya untuk menghitung jumlah uang yang telah dia masukkan mesin kasir selama satu jam dia menunggu kelontong. Dia juga menata uang dan
menukar beberapa uang kertas menjadi koin-koin receh untuk dijadikan kembalian nantinya. Setiap uang kertas dia pisahkan sesuai nominalnya, seratus ribu, limapuluh ribu, duapuluh ribu, sepuluh ribu, lima ribu, dua ribu, dan seribu rupiah.

7 KeberuntunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang