Setelah keluar dari ruangan, dia segera mengunci rapat ruangan itu. Tidak lain tidak bukan agar tidak ada orang yang memasuki bangunan itu kecuali Endy. Dengan keringat yang membasahi badan dan kaosnya serta handuk putih yang tersampir di atas kepala, Endy segera melirik arloji di tangannya yang telah menunjukkan pukul lima sore yang berarti dia telah berlatih seharian penuh. Tinggal beberapa jam lagi untuk battle dance itu dimulai. Kali ini penantangnya pastilah semakin banyak. Kenyataan bahwa sebelum-sebelumnya Endy berhasil mengalahkan para penantangnya pasti telah santer terdengar dan mengundang lebih banyak penantang lagi. Tidak ada ketentuan apapun untuk memenangkan pertandingan ini, dia hanya harus memenangkan taruhan dari para penonton. Apabila banyak yang bersorak untuk dirinya, berarti dialah pemenangnya. Dan Endy selalu yakin bahwa dia selalu mendapatkan sorakan kemenangannya.
Memaksa untuk terus menyeret raganya meninggalkan bangunan tua tempatnya berlatih, Endy menyusuri kembali jalan pulangnya. Saat mendapati lima langkah dari pintu, Endy menghentikan tapakannya, berfikir sejenak. Dia berencana ingin jalan-jalan sebentar menuruti entah kemana kakinya menapak. Dia hanya merasa penat dan tidak ada yang bisa diajak bercerita disaat seperti ini. Erik bukanlah orang yang akan paham tentang masalah-masalah Endy dalam gerakan tariannya. Oh ayolah! Kakaknya yang kesepian itu hanyalah tau tentang musik dan adiknya, Endy. Dia tak akan sudi repot-repot menghafal berbagai macam gerakan tarian, menonton review penari lainnya untuk evaluasi adiknya, atau juga menghafal dancer-dancer terkenal di planet Bumi yang dia huni. Endy curiga, jangan-jangan kakaknya itu lupa jika masih hidup dan berada dalam Bumi.
Endy merasa hidupnya berwarna hanya saat dia menari dan saat dia mendengarkan semua musik baru yang diciptakan oleh kakaknya. Endy dan Erik cukup menderita sehingga hanya bergantung satu sama lain. Kedua orang tua mereka telah meninggal saat mereka masih kecil. Saat itu Erik masih berusia empatbelas tahun dan Endy berusia sepuluh tahun. Orang tua mereka meninggal akibat kecelakaan pesawat saat terbang pulang dari Jepang. Dan semenjak mereka ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka, Erik dan Endy dibesarkan oleh kakek mereka yang seorang penambang batu bara sampai Erik lulus SMA. Namun tak selang beberapa bulan setelah Erik lulus dari bangku SMA, kecelakaan itu telah merenggut nyawa kakek mereka. Kakek mereka meninggal karena tertimbun longsoran tanah saat sedang bekerja di tambang. Dan semenjak itu pula, Erik dan Endy berusaha mati-matian untuk bertahan hidup. Erik bertekat suatu saat akan mendaftarkan Endy ke perguruan tinggi seni agar Endy bisa meneruskan bakatnya dan suatu saat bisa menjadi seseorang yang tidak akan membutuhkan bantuannya lagi dan kebalikannya, Endy akan memudahkan Erik dengan prestasinya.
Memikirkan semua kepenatannya, telah menuntun Endy memasuki sebuah halaman bangunan yang terhampar luas dan hijau. Tak sadar bahwa kakinya telah mengantarkannya memasuki tempat yang asing. Endy hanya bisa berdiri diam menatap sekeliling yang dipenuhi mainan dan anak-anak yang sekarang sedang memandang aneh Endy.
“Ehm, kakak tampan, siapa? Kakak, sedang apa berdiri di sana? Kemarilah dan bermainlah bersama kami!” ajak seorang gadis kecil dengan suaranya yang menggemaskan, berjalan menghampiri Endy dan menariknya masuk ke tengah halaman yang rindang.
“Oh, aku hanya tidak sengaja memasuki tempat ini…maaf aku..harus.. pergi.” Jawab Endy dengan nada dan raut wajah yang sedikit kaget mendengar ajakan gadis kecil tadi.
“Hei, hei!" Suara seseorang menginterupsi.
"Waah, kau tega sekali menolak ajakan kekasih kecilku ini.” imbuh seseorang itu yang ternyata seorang pemuda di depan pintu bangunan. Pemuda itu berjalan menghampiri Endy di ikuti seorang lagi yang kelihatannya adalah temannya.
“Aku hanya...” Endy mencoba menjawab yang akhirnya disela.
“Ehm, kalalu ada gadis kecil yang cantik mengajakmu bermian, kau harus menurutinya kalau tidak mau diserang olah teman-temannya.” Kata orang kedua yang tadi berdiri di depan pintu bangunan.

KAMU SEDANG MEMBACA
7 Keberuntungan
JugendliteraturBagi sebagian orang, hidup adalah hal yang sangat mereka benci. Tak ada semangat sama sekali dalam kehidupan mereka. Namun sebagian lagi dari mereka pernah melewati masa dimana mereka ingin menetap di masa itu. Masa dimana hidup terasa sangat inda...