Lee Jihoon itu segalanya di mata Seungcheol.
Jihoon itu anak seniornya saat SMA yang membuat pemuda itu seperti keponakannya sendiri. Jihoon juga secara mengejutkan adalah muridnya, murid tingkat akhir di sekolah menengah atas yang mengikuti kelas bahasanya secara rutin, jenis murid teladan yang tidak segan membantu guru baru seperti Seungcheol--di samping fakta bahwa hanya Jihoon lah satu-satunya orang yang mengenalnya dengan baik saat itu--.
Tapi bukan hanya semua yang sudah di sebutkan tadi. Jihoon itu segalanya. segalanya itu termasuk hal-hal lain yang tidak pernah Seungcheol katakan kepada siapapun tentang Jihoon di matanya. Tentang perasaan Seungcheol yang sebenarnya.
Mereka bertemu belum lama. Baru enam bulan yang lalu, saat Seungcheol harus pindah dari Daegu ke Seoul karena pekerjaan.
Kembali lagi, Ayah Jihoon adalah seniornya di masa SMA. Mereka berada di jurusan yang sama dan mengikuti beberapa kegiatan yang sama bahkan sempat bekerja sampingan di tempat yang sama sebelum pria itu lulus dan pindah ke Seoul untuk mengikuti semacam akademi kepolisian.
Sedangkan Seungcheol masih terus berada di Daegu untuk sekolah dan kuliah, walaupun begitu dia masih berhubungan baik dengan Lee Yunho, ayah Jihoon. Yunho menikah muda pada usia 20 tahun. Bahkan Seungcheol datang jauh-jauh dari Daegu untuk menghadiri acara pernikahan orang yang sudah dia anggap sebagai kakaknya tersebut.
Kemudian saat anak pertama mereka lahir Seungcheol juga tidak luput menjadi orang yang mendengar kabar baik itu langsung dari mereka.
Walaupun Seungcheol tidak pernah bertemu dengan keduanya sejak acara pernikahan itu mereka tetap menyambut Seungcheol ketika mendengar kabar tentang kepindahannya.
Yunho mengundang Seungcheol makan malam di kediaman keluarga kecilnya dan berjanji bahwa putranya sendiri akan menemani Seungcheol keliling Seoul jika dia mau.
Seungcheol tidak memikirkan apapun saat menerima undangan itu dengan senang hati selain makan malam hangat bersama keluarga yang bahagia dan sebuah permulaan yang baik di tempat yang baru.
Seungcheol juga tidak banyak memikirkan tentang anak Yunho. Saat mendengar bahwa Yunho memiliki anak laki-laki, yang Seungcheol bayangkan adalah seorang remaja yang tidak berbeda dengan kebanyakan remaja lain. Mungkin hanya sedikit lebih rajin dan disiplin mengingat siapa ayahnya.
Tapi Jihoon jauh di luar ekspektasi nya.
Seungcheol tentu tidak menduga anak itu akan menarik begitu banyak perhatiannya hanya dengan sebuah kerjapan mata, kaos oblong, celana pendek dan sepasang kaos kaki balel garis-garis yang dipakai serampangan ketika pemuda itu membukakan pintu untuknya. Dan sebuah sapaan tidak wajar seperti, "kau bukan si pengantar pizza kan?"
Jihoon tentu tidak bermaksud menyinggung penampilannya; topi baseball merah dan jaket bomber sanada. karena si pengantar pizza ternyata berdiri di belakang Seungcheol.
"S-selamat malam." Pria ceking itu berkata dengan canggung dan seketika Seungcheol tersinggung ketika mendapati penampilan mereka yang tidak jauh berbeda.
Jihoon mengambil pizza-nya, menyerahkan uang pas dan tips.
Setelah pengantar pizza pergi barulah pemuda itu kembali memerhatikan Seungcheol. "Tukang pos ya?"
Terhina sudah selera berpakaian Seungcheol malam itu. penampilannya tidak pernah luput membuat semua orang terkagum-kagum. Biasanya begitu. Tapi mulai saat itu Seun gcheol merasa perlu belajar kiat berbusana dengan remaja yang bahkan tidak bisa memakai kaos kaki balel garis-garis dengan benar.
"Siapa ji?" Suara feminine itu lebih dulu terdengar sebelum sosoknya.
"Tidak tahu." Jawab Jihoon. "Anda siapa ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Okay?
FanfictionSeungcheol sudah berjanji, mereka akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. Jihoon tidak pantas meragukannya. Saat Seungcheol membuat pengakuan di depan orang tua Jihoon, "Aku mencintainya", dua kata itu harusnya tidak bisa berdampak besar bag...