04(!)

634 62 16
                                    

Padahal mau dibikin penasaran dulu tapi vote udah keburu sampe 10, kurang mendukung memang 😔

****

Jadi begini, Seungcheol memang menyukai Jihoon, remaja 18 tahun yang belum tamat sekolah (sebenarnya hampir tamat sekolah) sedangkan dia memang pria lajang berusia 36 tahun tapi 'Cabul' adalah hal terakhir yang ingin Seungcheol dengar tentang dirinya.

Tapi apakah namanya tetap cabul jika Jihoon yang menginisiatif semuanya?

Berbaring di atas ranjangnya tanpa sehelai benang pun, bukan Seungcheol yang meminta. Setidaknya tidak secara frontal.

"Jihoon apa kau yakin?"

"Kau bercanda? Aku sudah bugil begini dan kau masih bertanya apa aku yakin?"

"O ... Oke.."

"Ya, oke. Sebaiknya kau yakinkan dirimu sebagai seorang pria dan cepat setubuhi aku sebelum nyamuk melakukannya."

Itu dia. Seungcheol juga merasa bahwa dia tidak bisa mengulur-ulur waktu lebih lama lagi atau penisnya akan mengeras sampai menjadi prasasti.

"Tentu Jihoon, tentu."

Seungcheol naik ke atas tempat tidur, menindih Jihoon tepat waktu sebelum tubuh pemuda itu menggigil kedinginan karena telanjang di ruangan berpendingin udara.

Terlihat jelas kegugupan di mata Jihoon, bibirnya pun menyunggingkan senyum malu-malu walaupun sudah terlambat untuk semua itu.

Seungcheol tidak akan berhenti saat sudah sampai sini apalagi Jihoon sudah memastikan kalau lampu hijaunya tidak akan berubah menjadi kuning atau merah.

"Aku mencintaimu." Aku Jihoon. Pipinya Semerah tomat, entah karena malu atau karena gairah yang sudah di ubun-ubun, jika karena keduanya pun Seungcheol tidak masalah.

Dia suka Jihoon yang begini, sebenarnya dia selalu suka Jihoon, tapi telanjang di atas tempat tidurnya dan malu-malu minta disentuh, ini bukan pemandangan setiap hari.

"Aku juga," Seungcheol mencium bibirnya. "Juga mencintaimu."

Jihoon terkekeh seolah ada yang lucu. "Jadi kemana citra sebagai pria terhormat yang kau junjung tinggi itu?"

"Persetan dengan pencitraan." Seungcheol terkekeh sembari mengecup leher Jihoon.

"Persetan dengan semuanya." Tambah Jihoon.

Seungcheol mengangkat kepalanya. Mengusap pipi Jihoon sedangkan matanya tidak lepas dari manik kecoklatan milik pemuda itu. "Ya, persetan dengan semuanya."

"Kita akan baik-baik saja."

"Persis seperti yang kau katakan." Seungcheol berjanji.

Mereka tersenyum dan rasa-rasanya Seungcheol bisa puas hanya dengan momen itu sebelum Jihoon menarik tengkuknya, menciumnya dalam, mengingatkannya kembali akan tujuan awal mereka.

Seungcheol memimpin. Dia sentuh semua bagian tubuh Jihoon yang bisa dia sentuh, yang berarti semuanya. Dia cium kepala pemuda itu, kemudian turun ke jidat, hidung, pipi dan bibirnya, sedangkan tangannya meraba punggung polos Jihoon yang melengkung.

"Ahh ..." Jihoon mendesah kala ciuman Seungcheol sampai di perpotongan lehernya.

Dada Jihoon pun sibuk menjadi urusan tangan Seungcheol. Dia memainkan puting Jihoon dengan ibu jarinya, sebelum memilinnya, mencubitnya terlalu keras hingga Jihoon mengerang.

"Kenapa?" Seungcheol bertanya dengan khawatir.

"Sakit."

"Maaf." 

Are We Okay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang