05

648 80 34
                                    

Kadang pertanyaan itu melintas di pikiran Seungcheol sendiri.

Apa mereka baik-baik saja?

Awalnya Seungcheol juga tidak mau memberi terlalu banyak harapan pada apa yang selalu dia katakan, bahwa mereka akan baik-baik saja.

Tapi pada kenyataannnya mereka telah baik-baik saja selama dua bulan. Dua bulan tanpa seorangpun mengetahui alasan sebenarnya kenapa Lee Jihoon begitu dekat dengan guru bahasa Korea-nya. Kenapa dia selalu pulang dengan suasana hati yang bagus setalah mengunjungi rumah teman ayahnya. Tidak pernah ada yang tahu. Tidak pernah ada yang tahu dengan apa yang mereka lakukan di balik pintu kamar Seungcheol setiap Jihoon berkunjung.

Terlalu banyak yang disembunyikan, terlalu banyak resiko. Bukannya Seungcheol tidak menyukai pekerjaannya, bukan juga karena Seungcheol tidak menghormati kedua orang tua Jihoon. Dia hanya tidak bisa melepaskan Jihoon.

Terlalu serakah memang. Tapi pada titik ini Seungcheol tidak berdaya. Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menjaga hubungan mereka.

"Hyunghh...." Jihoon melenguh.

Pemuda itu ambruk di atas Seungcheol setelah ejakulasi, berusaha menggapai udara sebanyak-banyaknya.

Seungcheol menyusul, spermanya keluar di dalam kondom. Dia memindahkan Jihoon hingga pemuda itu berbaring di sampingnya agar dia bisa melepas proteksinya.

Mereka tersenyum. Selalu begitu. Entah karena senang atau karena ingin mengejek dunia di luar sana yang telah mereka bodohi.

"Appa mau aku pergi ke asrama setelah lulus." Ujar Jihoon.

Seungcheol tidak bisa pura-pura tidak terkejut. Dia terkejut, itu jelas.

"Di mana?"

Tidak banyak universitas yang punya asrama di sekitar tempat Seungcheol tinggal dan kelulusan Jihoon tinggal beberapa hari lagi.

"Busan."

Saking terkejutnya Seungcheol sampai terlonjak. "Apa? Kenapa jauh sekali? Bukankah di sini juga ada?"

Jihoon mengerjab, tidak kelihatan panik atau sedih sama sekali, malahan bibir pemuda itu mengulas sebuah senyum yang bisa dikatakan pongah. "Setidak ingin itu ya berpisah denganku." Alisnya naik-turun. "Tenang saja, aku sudah menolak dan Appa bilang tidak apa-apa."

Seungcheol menghembuskan napas lega. Dia cubit hidung Jihoon sebagai hukuman. "Awas jika kau bercanda begitu lagi."

Jihoon tertawa. Sejurus kemudian ekspresinya kembali serius. "Bagaimana jika aku benar-benar pergi?"

"Pergi bagaimana?"

"Hilang contohnya."

"Tidak mungkin. Aku pasti akan menemukanmu."

"Yakin sekali. Memang Hyung memasang chip di badanku?"

Seungcheol mengangguk. "Saat kau tidak sadar," bisiknya. Tangannya yang ada di punggung Jihoon perlahan bergerak semakin ke bawah hingga berhenti di belahan pantatnya, di dekat lubang analnya. "Di sini."

Semburat merah menjalar di pipi Jihoon hingga telinga. "Hentikan!"

Seungcheol tersenyum namun dengan yakin dia berujar, "aku serius."

"Tentang memasang chip di tubuhku?"

Dia tatap manik kecoklatan Jihoon dalam-dalam. "Tentang aku yang akan selalu menemukanmu."

Karena Seungcheol sudah berjanji, mereka akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. Jihoon tidak pantas meragukannya, apalagi memikirkan hal-hal konyol macam kepergian dan bla bla bla.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Are We Okay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang