Hanya suara tawa yang mengisi keheningan apartemen Seungcheol. Keduanya, Jihoon dan Seungcheol sama-sama mengabdikan perhatian mereka pada Spongebob Squarepants.
Namun sesekali Seungcheol bisa merasakan bahwa Jihoon memperhatikannya diam-diam dan setiap hal itu terjadi Seungcheol akan menoleh secepat mungkin hanya agar bisa menangkap wajah malu-malu Jihoon. Kemudian bocah itu akan kembali menonton tv seolah dia tidak baru saja tertangkap basah memerhatikan seseorang diam-diam.
"Jika Spongebob dan Sandy menikah, aku tidak akan heran jika mereka memiliki anak hiu." Seungcheol memulai percakapan setelah terlalu lama mereka hanya diam dan tertawa.
Setelah beberapa detik Jihoon baru terkekeh, itu pun singkat bahkan terkesan dipaksakan, seolah bocah itu tidak menganggap gurauannya lucu atau malah tidak mendengarkan Seungcheol sama sekali dan butuh waktu untuk menebak apa yang dia katakan.
Dalam beberapa detik saja keadaan langsung berubah menjadi canggung.
Susah payah Seungcheol menegak ludah.
Jihoon memang tidak banyak bicara apalagi jika sedang dalam mode malas-malasan. Jika bocah itu sudah bergelung dalam posisi ternyamannya di depan layar tv maka itu menjadi peringatan bagi semua orang untuk tidak mengajaknya bicara, atau memintanya melakukan sesuatu.
Seungcheol memang tahu sebanyak itu hanya dalam enam bulan. Mengejutkan bukan?
Tapi jika ini benar hanya mode malas-malasan Jihoon, bocah itu tidak akan terus memerhatikan nya diam-diam seolah Seungcheol tidak tahu.
Seungcheol tahu Jihoon sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin ingin mengatakan sesuatu, dan entah kenapa itu membuatnya gugup.
Jihoon menguap, meregangkan tubuh hingga tulang-tulang di punggungnya berbunyi, kemudian lengannya jatuh dan memeluk leher Seungcheol.
Dagu Jihoon menusuk bahunya dan terpaan lembut hembusan napas pemuda itu di lehernya membuat bulu-bulu halus di tubuh Seungcheol meremang.
"Aku menyukaimu." Kata-kata itu meluncur begitu ringan bagai hembusan angin, seolah tak ada arti di baliknya.
Namun Seungcheol mendengarnya dengan begitu jelas, sejelas suara detak jantungnya yang meloncat bak berada di atas sebuah genderang yang dipukul begitu keras.
Jika Seungcheol berusia 10 tahun saja lebih muda dari sekarang dia mungkin akan tersipu dan langsung mencium Jihoon. Membalas pengakuan cinta bocah itu dengan kata-kata yang lebih manis.
Tapi kewarasan Seungcheol masih ada, walaupun hanya sebesar butiran debu, jadi dia memilih mengabaikan Jihoon, pura-pura tidak mendengar apa yang bocah itu katakan dan bertingkah senormal mungkin.
Pokoknya jangan berhenti makan dan jangan sampai menoleh, pikirnya fokus saja pada Spongebob.
Mungkin Jihoon asal bicara. Mungkin Jihoon tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Mungkin maksud Jihoon berbeda dengan apa yang ada di pikiran Seungcheol. Mungkin--
"Hyung, aku menyukaimu."
Seungcheol menoleh kali ini dan dia menyesal. Mereka begitu dekat, hidung keduanya bahkan hampir bersentuhan. Di momen-momen biasa mungkin Seungcheol akan mengkhawatirkan kerutan-kerutan di wajahnya yang tidak akan luput dari penglihatan Jihoon dari jarak sedekat ini. Tapi Jihoon baru saja mengatakan bahwa bocah itu menyukainya, haruskah Seungcheol mengkhawatirkan kerutan-kerutan di wajahnya kali ini?
Justru debaran jantungnya lah yang mengkhawatirkan. Agaknya microphone telah dipasang di dadanya dan Seungcheol khawatir jika Jihoon dapat mendengarnya.
Walaupun begitu Seungcheol hanya membiarkan dirinya terpaku beberapa saat dan dia tahan hasrat untuk bertanya pada Jihoon,"apa maksudmu?" Karena dia tidak perlu lagi mendengar kata-kata itu dari Jihoon hanya untuk membesarkan harapannya yang masih abu-abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Okay?
FanfictionSeungcheol sudah berjanji, mereka akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. Jihoon tidak pantas meragukannya. Saat Seungcheol membuat pengakuan di depan orang tua Jihoon, "Aku mencintainya", dua kata itu harusnya tidak bisa berdampak besar bag...