TAKKCasstor menendang pohon dengan kakinya, cukup keras. Setelah pertemuan dirinya dengan raksasa, dia sangat kebingungan. Berulang kali dia menendang batang pohon, kadang pula mengambil rumput untuk dimakan. Rasanya dia butuh ketenangan!
“Aku hanya minta satu hal padamu. Bawakan aku timun perak!”
“Green Philloutropus menyebalkan! Aneh! Raksasa hijau lumutan!” Casstor terus memaki-maki ketika dirinya mengingat konsekuensi yang harus dia laksanakan. “Mana ada timun perak! Itu raksasa ngawur kali ya?!”
Casstor berhenti menendang batang pohon. Dia lalu berjalan dengan menunduk. Sebenarnya dia masih kesal, ketika hewan-hewan kecil lewat dia menendangnya dan memukul mereka tanpa ampun. Sampai hewan-hewan itu meronta-ronta untuk dilepaskan, barulah Casstor berhenti.
Di bagian barat, terdengar suara berisik dari daun-daun yang saling bersentuhan. Ada pula suara batang dari semak-semak yang saling menyahut dan semakin dekat. Bukannya merinding dan kabur seperti tupai, burung, kelinci, maupun hewan lainnya, Casstor malah menentang arus. Padahal bisa saja itu adalah pemburu yang mengincar hewan-hewan hutan untuk dijual. Ah, Casstor mana peduli soal itu.
SRAK SRAK
Suara itu semakin dekat, dengan penampakan hitam yang muncul berseberangan dengan posisi Casstor sekarang. Dia mulai menunduk, ada batu berukuran sedang tidak jauh dan cukup untuk melepaskan rasa kesalnya. Dengan mulut lebar, Casstor mengambil batu tersebut dan meletakkan di depan kaki kanan depannya. Ketika warna hitam pekat tersebut berganti, dia langsung menendang batu tersebut ke arah penampakan.
“Akh!” Penampakan itu meringis dengan nada yang sangat lembut. Casstor mana peduli jika yang jadi sasaran adalah anak perempuan. Tidak, itu bukan urusannya.
“Rasakan itu!”
Casstor berlari dengan tawa menggelegar di hutan. Hewan-hewan lainnya memandang heran, ingin rasanya menjitak kepala kancil yang satu itu, tapi tidak berani. Mereka hanya bisa memandang dari jauh sosok Casstor yang berlari di tengah hutan dan menuju ke danau Maumaru.
Danau Maumaru sangat tenang dan tidak ada hewan lain, selain dirinya. Tidak, bukannya tidak ada. Mereka bersembunyi karena ada Casstor si kancil pembuat onar. Dia bukan kancil cerdik seperti di dongeng-dongeng pengantar tidur anak-anak. Nyatanya, Casstor lebih suka bertindak tanpa berpikir dibandingkan menggunakan otak yang katanya cerdas. Ketimbang mereka jadi sasaran si kancil pembuat onar, lebih baik mereka bersembunyi di balik semak-semak. Menunggu hingga dia pergi.
Matahari yang tidak lagi tertutup awan mulai menerangi danau Maumaru yang cahayanya membuat muka Casstor terpantul di air. Masih sama seperti dulu, dia masih menjadi kancil. Terbayang jika nanti dia berubah menjadi manusia seutuhnya. Wajah tampan, mungkin melebihi raja yang tengah menjabat pada saat ini. Casstor tidak mau sombong, tapi dia memang merasa kalau dirinya sangat tampan saat jadi manusia nanti. Semua orang nantinya akan terkagum-kagum. Aku yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANCIL & TIMUN PERAK (Siluet Berkarya)
خيال (فانتازيا)Apa jadinya jika sebuah cerita ditulis oleh puluhan orang? Satu ide tapi dengan puluhan eksekusi? Jika kamu penasaran, masuklah dan temui Cass dan Lyam. Mereka berdua akan mengajakmu bertualang dalam sebuah kisah persahabatan yang unik. Mengangkat...