Chapter 8

97 27 17
                                    


Casstor terbangun tepat ketika mereka hampir tiba di pesisir. Matahari telah meninggi, kira-kira terlihat sudah dibalik daun pohon seperti kelapa tapi memiliki tubuh lebih pendek dan batang berwarna coklat muda. Selama tinggal di hutan Casstor belum pernah melihat pohon seperti itu, anehnya hanya ada satu sementara sepanjang penglihatan hanya ada gundukan pasir yang sesekali tertiup angin dan menari membentuk jaring-jaring yang membuat pemandangan tak jelas.

“Turun kau! Kau kira badanmu itu kecil?” Keluhan Tira membuat Casstor cepat-cepat turun menginjakkan kakinya di atas pasir basah yang sesekali tertutup air ketika ombak datang. Semakin jauh semuanya semakin tak masuk akal, pikir Cass. “Maaf aku hanya bisa mengantarmu hingga di sini. Aku tidak bisa berjalan di permukaan yang tidak ada air.” Sedetik mata Cass melihat ke arah Tira lalu mengangguk.

Cass menghela napas, satu demi satu ia ambil langkah menuju gundukan pasir kering yang tak terkena ombak. Cass berbalik. “Ada apa di depan sana?” tanyanya setengah berteriak. Tira tak pernah sekalipun keluar dari laut ini, dia hanya melihat dari kejauhan dan hasilnya, “Hanya ada pasir.”

Kemudian mereka berpisah. Cass kesulitan menggunakan tangan dan kakinya. Ia baru sadar ada sesuatu yang berbeda. Dia berdiri. Bukan seperti hewan mamalia berkaki empat kebanyakan tapi manusia. Ia terdiam dan memperhatikan kedua kaki dan tangannya bergantian. Tak ada lagi kuku-kuku kaku yang hanya berjumlah dua setiap bagiannya, kini ia memiliki lima jari.

Lagi-lagi aku berubah menjadi manusia, pikir Cass. Sedikitnya ia merasa bahagia kemudian teringat sesuatu dan resah kembali. Ia ingat Lyam yang masih belum bisa ia temukan. Ia akan sangat bahagia jika sahabatnya itu bisa melihat perubahan ini.

“Iya, aku harus terus berjalan maju untuk menemukan Lyam.” Cass meyakinkan dirinya sendiri. Sejak awal ia tak memiliki rasa ragu dan takut lalu mengapa ia harus berhenti hanya karena tidak tahu apa yang akan ia hadapi di depan sana.

Tak ada satupun benda di sana sepanjang Cass berjalan, pohon satu-satunya yang ia lihat di pinggir pantai tadi semakin menjauh di belakang sana. Cahaya matahari semakin menyengat dan angin semakin kuat meniup butiran-butiran halus berwarna coklat muda.

Sesekali tubuhnya terhuyung angin yang tiba-tiba berhembus kencang. Cass sempat terjatuh dan hampir terjebak dalam gundukan pasir, tekadnya membuat ia mampu bangkit dan tetap berjalan. Jika saja Lyam ada di sini perjalanan ini tidak akan terasa berat. Mereka akan berbagi dan bercerita. Jika hanya sendiri Cass bosan dengan pasir-pasir yang ia lihat. Tidak hanya butirannya, gundukan yang seperti gunung itupun terlihat sama.

Bayangan berbetuk kotak terlihat di depan sana. Cass berkali-kali harus mengucek matanya karena pasir itu tanpa ijin masuk membuat matanya perih. Cass mencoba mengangkat kakinya lebih cepat kemudian merasa kesal melihat apa sebenarnya bayangan itu. Ini petunjuk arah dan di sana tertulis Goa Tanzil. Ada gua di depan sana? Cass melihat ke langit, matahari mulai condong ke barat dan warnanya berubah jingga. Cass baru sadar jika ia berjalan selama berjam-jam tanpa istirahat. Ia pikir lebih baik mengikuti petunjuk arah ini dan beristirahat sejenak di goa tersebut – jika tak ada bahaya yang menunggu di sana.

“LYAAAAMMM!” panggil Cass untuk meruntuhkan rasa sepinya dan memberinya kekuatan untuk berjalan.

Langit mulai memerah kemudian berubah ungu dan gelap. Matahari bersembunyi di bagian lain dunia. Cas tiba di mulut gua yang terbuat dari batu-batu tak beraturan. Cass menendang salah satu batu terbawah, tak terjadi sesuatu apapun. Ia sempat merasa ragu dengan kekuatan goa ini, sepertinya tempat ini cukup kuat. Di atasnya tertutup gundukan pasir. Sungguh jika tidak hati-hati melihatnya orang akan sulit menemukannya. Kenapa juga ia bisa terjebak di tempat ini dan orang yang membuat petunjuk jalan itu, dimana ia sekarang?

KANCIL & TIMUN PERAK (Siluet Berkarya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang