Chapter 3

189 44 63
                                    


Casstor merasa jauh lebih ringan setelah Lyam mendapat izin dari Mak Savius. Saat sang kancil menghampiri Lyam di dapur, gadis itu sudah menunggunya. Casstor melihat sebakul nasi, beberapa ekor ikan bakar, dan sayur-sayuran rebus di atas lembaran daun pisang.

“Selamat pagi, Casstor,” sapa Lyam sambil menarik tirai coklat kumal yang menutupi jendela, sehingga cahaya matahari yang baru terbit mulai merayapi seluruh dinding kayu rumah. Angin sepoi-sepoi berebutan masuk dari jendela, membawa aroma dedaunan dan embun pagi yang biasa dihirup Lyam. Casstor mengamati Lyam yang memejamkan mata dan menikmati udara segar, terpana dengan kilauan rambut peraknya. Mata biru Lyam terlihat beribu kali lipat lebih cerah di bawah pantulan sinar matahari. Jika wujud manusia bisa seindah itu, Casstor semakin tidak sabar untuk menjadi manusia.

“Selamat sarapan,” lanjut Lyam, tersenyum lebar padanya.

“Um, kau tahu kalau aku tidak makan dari mangkuk kan,” ucap si kancil, rasa kagumnya berubah cepat menjadi tersinggung ketika melihat tumpukan mangkuk kayu di depannya. Casstor merengut dalam hati, seharusnya Lyam tahu kalau sistem pencernaannya tidak dirancang untuk mencerna daging ikan—setidaknya belum. Hampir saja Casstor ingin keluar dari dapur dengan kesal saat Lyam malah tertawa kecil, sebelum gadis itu mengambil gulungan daun pisang yang berisi rerumputan.

“Aku tahu, temanku,” kata Lyam. “Aku baru saja mencabut beberapa rumput yang paling hijau dan segar untukmu.”

Casstor menahan malu, derap keempat kakinya terdengar canggung dan berisik saat menginjak salah satu papan yang agak reyot. Diam-diam Casstor mengutuki papan yang menimbulkan suara keras itu.

“Di mana Mak Savius?’ tanya Casstor ketika teringat sesuatu. Kancil itu penasaran sekali karena wanita tua itu belum memberitahukan satu syarat agar Lyam diizinkan pergi. Terkadang ia lelah, karena untuk mendapatkan segala sesuatu sekarang serba bersyarat. Green Phillou mensyaratkannya untuk membawa timun perak. Jangan-jangan Mak Savius menginginkan semangka emas.

“Emak selalu bangun sebelum matahari terbit, setelah sarapan Emak akan sibuk mengurus kebun timun, lalu beliau akan duduk di teras sambil minum teh,” jelas Lyam sambil memasukkan secuil nasi ke mulutnya dengan tangan. Lalu, seakan menyuarakan pikiran Casstor, Lyam bergumam, “Aku penasaran sekali. Emak terlihat begitu cemas tadi pagi, dan tidak mengucapkan sepatah kata pun padaku. Kira-kira apa ya syaratnya?”

Asal jangan semangka emas saja, pikir Casstor sambil mengunyah dengan jengkel.

“Mungkin Emak minta dibelikan semangka,” cetus Lyam sambil mengetuk bibir merah mudanya dengan jari. “Semangka di desa sebelah manisnya luar biasa. Kenapa?” Ia kebingungan saat melihat Casstor terbatuk-batuk.

“Oh, iya, aku sudah menyiapkan perbekalan,” kata Lyam tiba-tiba dengan nada bangga. Dengan semangat gadis itu menarik buntalan kain besar seakan memamerkan hasil karyanya yang luar biasa. Merasa curiga, Casstor menghampiri buntalan tersebut dan menarik ujung ikatan dengan giginya sampai terbuka.

“Apel-apel dari hutan Peri-Berdarah-Campuran, berbagai macam beri segar dari kota Dorado, kue beras, lalu ada wadah air bambu (oh iya lupa kuisi airnya), kemudian cemilan udang kering, dan—“

“Cukup,” potong Casstor pada Lyam yang asik memperkenalkan makanan-makanannya. Dia menggelengkan kepala kancilnya. Jika ia memiliki tangan manusia, sudah pasti ia akan menepuk dahi saat itu juga. Keras-keras. “Biar kuberitahu, Manusia, ada beberapa benda penting yang harus kau bawa saat ingin memulai perjalanan jauh nan berbahaya di dunia luar. Dan benda itu harus dapat melindungimu dari segala bahaya di luar sana.”

“Aku akan membawa jubah tudung.” Lyam menunjuk jubah tudung merah favoritnya yang tergantung di dekat dapur. “Jubah tudung akan melindungiku.”

KANCIL & TIMUN PERAK (Siluet Berkarya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang