--7--

216 22 0
                                    

"Biasain aja kali muka lo To."

Yedam langsung nyeletuk ketika kami sampai di cafe dekat sekolah. Memangnya apa yang salah dengan muka gue. Perasaan gue enggak ada operasi plastik baru - baru ini.

"Gimana mau dibiasain. Udah terlanjur ganteng," ucap gue dengan senyum dan sedikit mengangkat alis.

"Ada kantong muntah, enggak?"

Gue senang banget hari ini. Padahal bukan pertama kali lihat si Lia. Tapi enggak tahu kenapa, senang aja. Sebenarnya gue sudah lama nguntit Lia. Bukan nguntit, sih. Lebih tepatnya, takdir selalu menuntun gue ke dia.

Dulu waktu SMP, kebetulan banget tempat nongkrong kita berdua sama. Tapi Lia tidak pernah menyadari itu. Yang sadar akan hal itu, hanya gue.

Jadi gue tahu gimana keseharian dia. Bagaimana penampilannya diluar sekolah. Itu sudah diluar kepala. Hanya saja, ini kali pertama kami berdua keluar bareng. Bukan berdua, sih ada pengganggunya. Tapi tidak masalah. Akhirnya gue duduk satu meja, bukan lagi melihat dia dari meja lainnya.

Gue dan Yedam pun pergi memasuki cafe tersebut. Cafe kecil yang dipenuhi anak - anak SMA pada umumnya. Terlihat papan "Free Wifi" dan acssesoris lain srperti tulisan - tulisan di tembok yang terpajang. Cafe yang nyaman untuk belajar pada umumnya.

Lalu dipojokan itu, gadis yang gue tunggu - tunggu ternyata menunggu. Rambutnya yang lurus nan panjang berwarna hitam itu kini tergerai. Dia menggunakan atasan berwarna putih dan bawahan jins. Sangat cocok dengan images cute nya.

"Lia!" Panggil Yedam.

Saat itu Lia berbalik. Bisa gue lihat wajahnya yang polos itu terlihat cerah. Dengan jepit rambut kecil yang ada di rambutnya. Dia terlihat seperti anak kecil. Makin gemes.

Dibalik itu, bisa gue lihat ekspresinya yang terkejut. Sementara itu, gue malah membalasnya dengan senyuman.

"Sorry lama." Yedam sembari duduk di depan Lia sambil menaruh tasnya di kursi.

Lia menggeleng sedikit tersenyum. Sementara gue memilih tempat duduk disamping Lia.

Aneh?

"Ngapain lo To?!" Yedam tersenyum jaim.

"Duduk, lah." Gue tersenyum lalu menatap Lia yang sedang mengeluarkan bukunya.

"Lia! Nanti kalau lo enggak ngerti, tanya gue aja. Ok?" ucap gue ke Lia. Sementara itu Lia mengangguk setelah beberapa detik melihat gue.

Melihat Lia seperti itu membuat gue gemas. Antara dia malu - malu sama gue atau enggak tahan melihat wajah tampan gue ini.

"Sok pintar kali lo, To. Satu tambah satu aja lo masih jawabnya sama dengan jendela," goda Yedam.

"Ngarang lo!" Gue kesal sambil memukul kepala Yedam dengan buku.

Gue enggak tahu lagi apa yang terjadi. Kalau Yedam dan gue satu kelompok, sudah pasti tugas kami tidak akan selesai. Itu karena kami berdua selalu bercanda.

Untunglah Lia sabar ketika melihat gue dan Yedam ribut. Dia tidak marah atau pun terlihat kesal. Malah gue lihatnya dia menahan tawa sambil maling - maling pandang ke Yedam dari bukunya.

Jangan salah paham, ya. Karena Yedam duduk di depan Lia, jelas sudah dia melihat ke Yedam. Bukan ke gue.

"Oii Dam! Ngapain?!"

Tiba - tiba suara sapa menghentikan candaan kami. Itu berasal dari seorang pria yang berdiri santai disamping gue. Ketika gue menengadahkan kepala gue, bisa terlihat wajahnya yang bersinar lebih terang dari gue.

"Lo disini juga, To." pria itu tersenyum manis ke gue.

Dia Hyunjin. Pria yang selama ini disukai Lia, ada disini.

--Tidak ingin berkata apa--
--Hanya berharap takdir gue dia, sehingga gue bisa lanjutin cerita ini--
--Haruto

L I ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang