"Siapa yang mau ninggalin kamu, Kimi?"
"Maksudmu Papa?"
Kimi kembali kaget, Gandra sudah ada di ambang pintu yang entah sejak kapan terbuka.
Gandra mendekat dan mengusap kepala Kimi. Anaknya yang satu ini memang unik. Gandra sangat memahami Kimi meski mereka jarang bicara karena kesibukannya. Dia juga selalu meminta Elang untuk mendekati Kimi, agar gadis yang memiliki ambisi tinggi itu mau melihat ke sekeliling bahwa banyak yang menyayangi. Bahkan ketika atasannya meminta pertolongannya untuk mengawasi Varo, yang dia pikirkan adalah Kimi. Apakah putrinya bisa beradaptasi dengan orang asing baru atau justru semakin tertekan?
"Papa boleh tanya?"
Kimi mengangguk, kaku. Ada perasaan takut karena ini pertama kalinya Gandra duduk di sebelahnya seolah ingin mengajaknya bicara serius. Biasanya Gandra hanya mengajak bicara seperlunya atau saat makan bersama.
"Siapa papa buat kamu?"
Kimi menoleh memberanikan diri melihat ekspresi Gandra, tapi yang dia lihat tetaplah ekspresi datar seperti biasanya. Kimi pun bungkam. Dia kembali menunduk dan menggigit bibir.
"Papa memang nggak pandai bicara tapi Papa sayang kamu."
"Dengar sendiri kan, Kimi?" Sang Mama bicara.
"Tanpa kamu jadi juara kamu tetap anaknya Papa dan nggak akan mengubah apapun. Kamu hanya perlu jadi juara untuk dirimu sendiri bukan orang lain."
Kimi mengangguk tak berani mengangkat wajahnya karena air mata sudah siap meluncur sekali kedip. Setelah sekian lama akhirnya dia merasa disayang. Komunikasi membuat segalanya terang. Karena perbuatan saja terkadang tak disadari ketika tak ada ucapan.
"Pa...." ucap Kimi dengan bibir bergetar.
"Ya?"
"Sejak Papa bilang mau nikah sama mama, Kimi seneng banget. Baru bayangin aja udah bikin Kimi ingin lompat-lompat waktu itu. Akhirnya Kimi punya papa lagi, akhirnya mama punya temen lagi. Tapi rasa seneng Kimi jadi sama besarnya dengan rasa takut. Kimi takut banget. Nggak siap buat sedih dan kecewa."
Kimi mengusap pipinya perlahan.
"Kimi tahu rasanya ditinggal pergi ayah meski dulu Kimi masih kecil. Rasanya nggak punya ayah itu...." Ucapan Kimi menggantung, dia tak bisa menggambarkan dengan kata-kata rasanya tak memiliki seorang ayah dan ditinggalkan begitu saja. Air mata meluncur dengan mulus di pipinya.
Gandra memeluk Kimi, sesatu yang belum pernah dia lakukan karena selama ini Kimi terlihat menjaga jarak dengannya. Dia berpikir Kimi tak menyukainya tapi ternyata mereka hanya sama-sama tak bisa mengungkapkan isi hati.
"Terima kasih sudah bahagia memiliki Papa. Papa lebih bahagia lagi punya anak seperti kamu." Gandra mengusap air mata Kimi.
"Maaf ya Papa nggak ngertiin kamu selama bertahun-tahun? Mulai sekarang jadilah Kimi yang bahagia memiliki Papa tanpa rasa takut. Janji?"
Kimi mengangguk. Belajar percaya dan akan melakukan segala hal demi tak ditinggalkan siapapun.
"Sekarang mandi, kita makan bersama. Oh ya, kalau kamu mau main bilang Papa. Nanti Papa tambahin uang sakumu. Tapi jangan bilang Elang. Ini hanya rahasia Papa dengan putrinya."
"Ehem, Mama di sini lho, Pa."
Gandra dan Kimi saling melirik lalu tersenyum lebar. Ada kelegaan luar biasa di hati Kimi. Harapannya akan memiliki keluarga utuh untuk selamanya semakin besar. Apalagi ketika papa dan mamanya memeluk erat. Sesuatu yang dulu hanya sebuah impian kini jadi kenyataan. Ketika satu isi hati terucap, ada banyak sebab untuk hati bahagia tanpa rasa takut lagi.