15

8.6K 1.4K 187
                                    

Hari yang cerah untuk memulai olimpiade di salah satu Universitas ternama di Jakarta. Bersama Trisha dan yang lainnya, Kimi memulai pagi itu dengan doa dan harapan. Tak ada rasa takut atau pesimis, mereka memiliki optimisme tinggi akan memenangkan olimpiade meski bukan juara satu.

Apalagi seorang Kimi yang memiliki ambisi tinggi. Selalu melakukan semua hal secara totalitas. Setelah perjuangan untuk belajar lebih, dia merasa siap untuk olimpiade kali ini.

Olimpiade berlangsung setengah hari dengan hasil yang belum diumumkan, masih harus menuggu beberapa saat. Jeda itu mereka pakai untuk makan siang dari bekalyang mereka bawa. Kimi dudukbersebelahan dengan Trisha. Tangannya memegang roti lapis dan tangan kirinya memegang ponsel untuk menghubungi Varo.

Varo

Gue udah selesai. Jadi jemput gue kan?

Sekarang?

Nanti jam 2 aja, ini masih nunggu pengumuman pemenang.

Ok. Gue siap-siap. Motoran aja ya?

Bawain helm, jangan lupa.

"Cie... makin lengket aja, nih," goda Trisha yang tak sengaja melihat nama Varo di layar ponsel Kimi.

"Lo juga," balas Kimi, santai.

"Kok gue?"

"Gue lihat lo kemarin sama Farhan. Jadi lo sekarang lagi deket sama dia?"

"Enggak, serius."

Kimi hanya merhatikan Trisha lalu tersenyum lebar, senyuman meledek. Senyum yang hanya terlihat saat dia bersama teman ceweknya.

"Ih apaan sih senyuman lo? Serius deh! Lo aja yang bucin, gue mah enggak."

"Gue nggak bucin. Gue akan buktiin kalau gue itu Kimi yang pandai mengatur waktu."

Dalam hati Kimi terkekeh geli. Tentu saja dia bisa mengatur waktu karena status pacar hanyalah status yang nggak mengharuskan dia membagi prioritas untuk hal-hal nggak penting seperti memperhatikan pasangan, misalnya. Seperti yang dilakukan Hime kepada Azof.

"Tapi lo kelihatan banget kalau bucin. Bahkan sekarang di sekolah lo bukan lagi dikenal sebagai si Ratu api yang jutek tapi si bucin yang cinta mati sama Varo."

"Kadang yang dilihat orang belum tentu kebenaran," ucap Kimi lalu tersenyum.

Kini Kimi tak terlalu memedulikan omongan orang. Terserah di luar sana dia mau dijuluki apapun, yang penting dia masih berprestasi dan orang tuanya tetap bisa berbangga hati memiliki dirinya. Apalagi melihat sekarang papanya sudah mau berbicara banyak padanya dibanding dengan Elang.

***

Ponsel pipih berwarna hitam milik Varo masih menyala, memperlihatkan chat Kimi padanya. Varo berdecak lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Segera dia memakai helm siap untuk pergi.

"Mau ke mana lo?" tanya Wily -teman mainnya.

"Jemput Tuan putri."

"Weh, masih lo berhubungan? Kan lo udah menang taruhan."

"Jangan bahas itu lagi. Uang juga udah gue balikin ke kalian."

"Lo suka beneran sama tuh cewek?"

"Serah lo pada ngomong. Gue pergi dulu."

Jalanan Ibukota cukup padat siang ini. Untung saja Varo menggunakan motor, bukan mobil yang bisa membuatnya mati bosan. Dia melewati jalan tikus untuk mempercepat waktu. Meskipun dia dulu tak tinggal di Jakarta tapi dia sangat sering datang ke Jakarta untuk menemui sang pacar yang kini sudah jadi mantan.

KozlesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang