Tiga Belas

4.3K 603 31
                                    





***



"aku merasa mual," aku Jimin saat Taemin duduk dihadapannya dengan sesendok bubur yang baru saja menempel dibibir tebalnya, "sepertinya aku akan muntah"

Taemin dengan sigap menyimpan semangkuk bubur yang ia pegang lalu berali meraih sebelah tangan Jimin yang terbebes dari jarum infus lalu mengusapnya dengan kedua tangannya, "aku tidak tahu jika hemophilia akan membuatmu seperti ini." Ucapnya khawatir,

Jimin tak menjawab, ia hanya membawa tubuhnya berbaring pada ranjangnya lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, Jimin merasa perutnya teraduk hingga rasa mual itu tak tertahan lagi, belum lagi kepalanya yang terasa dipukul oleh palu besar.

"kepalaku sakit," bisik Jimin lemah seraya memposisikan dirinya menghadap sebelah kananya, lalu bergerak lagi seakan mencari posisi yang tepat "aku hanya ingin tidur,"

Taemin lantas duduk pada kursi yang berada disebelah ranjang Jimin, merapihkan rambut Jimin yang sedikit menutupi matanya. Taemin tak pernah sadar jika mata Jimin sungguh... mempesona. Layaknya galaksi bima sakti yang menyeret siapapun yang melihatnya ketitik dimana kau tak bisa mengalihkan pandanganmu barang sedetik saja.

Dimatanya kau dapat melihat indahnya planet-planet juga bintang yang tertata sebegitu mempesonanya saat namja manis itu tengah merasa bahagia, namun kau juga bisa menjumpai mata yang kosong tanpa jiwa saat ia sendiri.

Dengan kata lain, Jimin adalah seseorang yang selalu ingin kau lindungi walaupun kau baru saja mengenalnya,

"h-hyung" panggil Jimin tiba-tiba, "b-bisakah kau carikan aku e-ember ?"

Jimin terbangun dari posisi tidurnya lalu duduk dengan kedua tangan yang membekap mulutnya rapat seakan ada seseuatu yang mendesak ingin keluar dari dalam kerongkongannya, salah satu tangannya lantas memberikan gestur agar Taemin mempercepat pergerakannya,

Setelah beberapa detik mencari ember kesana-sini akhirnya Taemin menemukannya dan segera memberikannya pada Jimin setalah sebelumnya ia menekan tombol disebelah ranjang Jimin untuk memanggil Jichul atau dokter lain yang sedang berjaga.

Saat dokter datang, mereka dapat mendengar bagaimana memprihatinkannya suara Jimin saat ia tengah memuntahkan seluruh isi perutnya sembari sesekali terbatuk didalam ember yang ia pegang dengan tangannya yang bergetar, peluh membasahi keningnya hingga beberapa nampak menetes pelan

"uissa, apa yang harus kita lakukan ?!" tanya Taemin panik saat Jichul kini tengah menyuntikan penghilang rasa sakit pada selang IV Jimin, "apakah kau tidak berfikir jika ada sesuatu yang salah ?!"

"Taemin, aku ingin kau tetap tenang. Jika kau panik, maka aku akan merasa panik pula. Lebih baik kau bantu aku," ucap Jichul yang kini dengan lembut mengusap punggung Jimin seakan memberi Jimin rasa nyaman, "apa kau sudah selesai Jimin ?"

Jimin menggelengkan kepalanya lalu kembali berkutat dengan ember yang ia arahkan dihadapan wajahnya, menunggu hingga ia benar-benar yakin bahwa tak ada lagi yang akan keluar dari dalam perutnya,

Jicul dengan lembutnya meraih ember yang berada ditangan Jimin yang telah terkulai lemas,setelah sebelumnya Taemin memberikan Jimin air minum dan Jimin tertidur setelah rasa lelah menguasai tubuhnya. Jichul mengintip sesuatu didalam ember itu, darah bercampur muntahan dan itu bukanlah pertanda yang bagus.

"hey, aku akan memberikannya suntikan endhoscopic jika ia benar-benar mengidap sesuatu yang selama ini aku kira," ucap Jicul seraya menepuk pundak Taemin pelan, "kau tak perlu khawatir Taemin."

Taemin menatap Jichul dengan matanya yang telah berair, "uissa, apa uissa telah menikah ?"

Pada awalnya Jichul merasa cukup terkejut mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Taemin, namun setelahnya ia hanya menggeleng pelan,



"mengapa kau tidak mengadopsi Jimin saja ?"



***



"aku tidak percaya kita melakukan ini semua," ujar Jungkook seraya menggusak surainya kasar sesaat setelah ia memasuki kamar Namjoon, "kita- kita meninggalkannya disana begitu saja !"

Perjalanan keluar negeri adalah kebohongan, mereka berada di rumah selama ini, pergi kesekolah seperti biasa lalu memberitahu para guru jika Jimin belum cukup kuat untuk kembali bersekolah. Semua yang mereka lakukan seakan membunuh mereka secara perlahan,

"kita tak bisa menjenguknya," ujar Seokjin mengingatkan para adiknya "appa memiliki banyak kenalan dokter disana yang dapat memastikan jika kita tak akan muncul dan menjenguk Jimin dirumah sakit dan Jimin yang tak memiliki ponsel benar-benar menambah rumit semua ini,"

"mungkin lebih baik seperti itu," jawab Taehyung setelah mengunci telepon genggamnya, selebulmnya ia baru saja berselancar pada website resmi milik sekolah mereka dan banyak berita-berita menyakitkan tentang saudara angkat mereka

"kita hanya dapat berharap yang terbaik untuknya," ujar Namjoon sesaat setelah selesai berkutat dengan laptopnya, "mungkin Jimin memiliki waktu yang lebih baik disana dibandingkan di rumah ini.. tidak akan ada seorangpun yang mencemoohnya disana."

"kau benar," jawab Taehyung pelan,

"bukan itu yang aku khawatirkan," ujar Seokjin pelan seraya menutup laptopnya,

"hemophilia...dalam kasus yang parah...menyebabkan pendarahan didalam."



TBC

[Posted 03 Mar '19]

[Reposted 25 Apr '20]

Inferior (Jimin Brothership) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang