Hari ini aku didandani sedemikian rupa oleh ibu dan para rewang, Rama mengatakan hari ini aku akan diantar kekediaman Pangeran Mangkubumi, hari ini adalah tepat seminggu setelah Raden Tjandra datang kerumah kami.
Aku tahu kini tubuhku kian kurus, mungkin aku tampak seperti mayat hidup, tapi aku tidak memperdulikannya. Bahkan aku tidak berniat sama sekali melihat pantulan wajahku dicermin untuk melihat kerja keras ibu dan para rewang. Rasa kecewa terlanjur menghantuiku. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri dan siapapun dengan mengatakan bahwa saat ini diriku baik-baik saja.
"Ibu... Arum tidak bisa menikah seperti ini." lagi, aku berusaha merajuk dihadapan ibuku meskipun aku tahu semua akan sia-sia.
ibuku menggelengkan kepalanya. aku melihat wajahnya tampak kuyu karena menangisiku beberapa hari ini. "Tegar ya nduk." ujarnya dengan suara lirih yang bergetar. kuyakin sebentar lagi tangisnya tumpah. Ibu kemudian meraih tubuhku dan merengkuhku dalam pelukanya. beliau memelukku erat, sangat erat seolah tidak ingin kehilangan. "Maafkan ibumu ini nduk karena tidak bisa membantu sama sekali." bisiknya lembut ditelingaku bersamaan dengan derai isakkan tangis.
***
Di halaman rumah, rama menungguku dengan tidak tenang. Aku tahu sekarang beliaupun tampak risau memikirkanku. Sejak kuungkapkan pilihanku yang ternyata berbeda dengan pilihan rama, beliau tampak tidak bersemangat. wajahnya tidak jauh berbeda dengan ibuku, ramapun tampak resah, tidak ada wajah sumringah pun tidak ada wajah yang penuh ketegaran.
Aku keluar dari dalem menuju halaman joglo, rama langsung berdiri menyambutku.
"Sudah siap Nduk?" Tanyanya.
Aku hanya mengangguk lemah.
"Maafkan rama nduk, rama terlalu gegabah memutuskan. Andai rama tidak buru-buru memutuskan mungkin bukan seperti ini jadinya. Rama tidak tega melihat Arum tersiksa karena pilihan yang sulit." Ucap beliau dengan nada penuh penyesalan.
"Njih rama, ibu sudah cerita pada Arum. Rama... Bisakah ini dibatalkan?" Tanyaku lagi, yah berkali-kali pertanyaan itu yang terus kuulang. Entah pada ibu maupun pada rama. Berkali-kali pula aku mendapatkan jawaban yang sama jika hal itu sangat mustahil dilakukan. Rama sendiri datang kepada Pangeran Mangkubumi untuk melanjutkan perjodohan bagaimana mungkin sekarang beliau menarik kata-katanya dan tidak menepati ucapannya sendiri. Nasi sudah menjadi bubur.
"Ikhlaskan ya nduk." Ucap rama sambil membelai puncuk kepalaku.
***
Kini aku sudah didalam kereta kuda, isakan tangis mewarnai perjalananku menuju negara. Aku menyesali mengapa hidupku seperti ini. Jika aku tidak menjadi Selir, lantas apakah Raden Tjandra akan berfikir untuk melamarku kembali setelah penolakan rama yang kedua kalinya? Kurasa tidak. Bagaimanapun dia pasti memiliki harga diri.
"Berhenti disini!" Sebuah suara berisik menghentikan laju kereta kuda yang kunaiki. Saat ini kami sudah sampai di Wirobrajan.
Kang Kasan dan rama tampak turun dari kereta. Didepan ada 4 orang prajurit keraton berdiri menghalangi laju kuda. Sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik dengan apa yang mereka bicarakan tetapi karena mereka menyebutkan tentang titah Kanjeng Sultan, mau tak mau itu menarik pendengaranku.
Entah bagaimana, kereta kuda yang seharusnya membawa kami ke kekediaman Pangeran Mangkubumi malah berbelok arah ke alun-alun utara. Kemudian masuk kehalaman keraton. Kemudian para prajurit membimbing kami kesebuah bangsal yang letaknya lebih tinggi dari bangunan manapun di kraton.
Itulah Bangsal Siti Hinggil, tempat Ngarso Dalem mempimpin pemerintahannya. Dibangsal ini juga kini telah jumeneng sang Sultan dengan penuh kewibawaannya. Rama laku ndodok kemudian bersujud dihadapan sang raja aku yang juga sangat takjub dengan pemandangan itu mengikuti apa yang dilakukan rama.
"Jadi kamu yang bernama Pawiro dan anaknya Sekar Arum?" Tanya kanjeng Sultan kepada kami.
Dengan terus bersujud rama menjawab pertanyaan Sri Sultan.
"Njih Sinuwun."
"Mangkubumi." Panggil sultan.
Oh. Rupanya pangeran Mangkubumi ada disini. Aku belum sempat melihat kesekeliling jadi tidak tahu siapa saja yang hadir dibangsal ini.
"Njih rama."
"Aku tidak memanggil orang-orang ini tanpa sebab. Untuk itu, Dengarkan titahku baik-baik; Mangkubumi, Kamu kuharamkan mengambil Sekar Arum, karena aku akan menikahkan Sekar Arum dengan Tjandra."
TBC
YOU ARE READING
Garwa Kinasih (Istri Kesayangan). End-
Historische Romane#1 dalam sultan (29/04/2019) #2 dalam fiksi sejarah (26/02/2019) #2 dalam kerajaan (26/04/2019) Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) perjanjian fenomenal yang telah mengubah geopolitik tanah jawa. mengakhiri dekade masa kerajaan mataram dinusantara...