3 | our summer

33 18 2
                                    

Jimin tertegun tatkala suara nyaring memekakkan telinga milik Kim Taehyung menyadarkan lamunannya, rona kemerahan di pipinya tadi berangsur-angsur menghilang, tergantikan oleh wajah pucat panik saat atensinya menyadari kemana teriakan Taehyung berpusat. Kedua telapak tangan Taehyung terlihat basah oleh cairan kemerahan ketika dengan sengaja menyentuh punggung wanita di hadapannya. Jimin sadar itu darah.

Semuanya terjadi begitu cepat tanpa bisa keduanya prediksi. Jimin mengambil alih semuanya dengan gesit, membopong perempuan tadi untuk berbaring di atas saung, menghindari infeksi atau sinar matahari yang menyengat kulitnya. Sedang Taehyung yang masih terkejut segera berlari untuk menbawa kotak obat dari rumahnya lantaran mendengar teriakan Jimin yang menyuruhnya, atau lebih baik juga datang dengan pertolongan oleh penduduk desa.

"Aku dimana?" Jimin mengadah, mendapati gadis di sampingnya tengah mengerjapkan kedua mata heran. Anak rambut pirang keemesannya mengkilap tertiup angin kesana-kemari mencolok pemandangan. Jimin tertegun di saat kedua netra miliknya bertabrakan dengan manik kebiruan gelap miliknya.

Gadis itu mengulang pertanyaannya dengan nada yang lebih tinggi disaat tak kunjung menerima jawaban. "Hey? Aku, di mana aku?!" Jimin sempat terperanjat beberapa detik, di pikirnya gadis itu termasuk gadis yang lembut tanpa teriakan atau perintah, entahlah, kalimat jangan menilai orang dari luarnya saja kini teramat ampuh di posisinya.

Kedua lutut gadis itu bergetar, pikirannya ingin berdiri lalu berlari pulang, tetapi yang ia dapati justru terjatuh kembali seperti tidak mempunyai penyangga. Jimin terkejut bukan main lagi ketika debuman keras akibat kedua lutut yang bertabrakan dengan lantai kayu itu sampai ke pendengarannya, netranya segera mengamati gadis yang kini meringkuk takut di hadapannya. "Aku ingin pulang ..."

Jimin terpaku. Entah mengapa, tangannya terjulur begitu saja mengelus puncak kepala gadis itu hingga tangisnya berangsur-angsur mereda tergantikan oleh suara hembusan angin. Harusnya sedari tadi ia menyadari bahwasannya seorang gadis di sampingnya ini begitu sedih dan ketakutan, setidaknya membutuhkan rangkulan seseorang sebagai tempat dan genggamannya.

"Tenang, kau baik-baik saja di sini." Entah keberanian atau iblis macam apa yang merasukinya, kedua lengan Jimin mulai menyentuh dan mengusap punggung gadis itu lalu kemudian mendaratkan pelukannya di sana. Mengakibatkan kedua telapak tangannya basah oleh cairan berwarna merah. Satu telapak tangannya lagi naik menyentuh pipi gadis itu, mengusap jejak air matanya dengan ibu jari mungil milik Jimin, pun tangan yang satunya lagi hendak mengusap surai keemasannya jika saja Jimin tidak kembali sadar saat atensinya bertemu Taehyung yang tengah terpaku seperti patung di hadapan mereka.

"Jimin?"

Taehyung memandangi gelagat gugup sahabatnya. Ia bersungguh sepersekon lalu melihat Jimin memeluk gadis itu, tetapi lebih dari itu semua, yang menyedot atensinya sedari tadi ialah telapak tangan mungil milik Jimin yang kini di penuhi darah. Pun tidak jauh dari itu semua, gadis di samping Jimin terlihat di penuhi oleh bercak darah. Cairan itu terlihat melekat di wajah, rambut serta seragam sekolah putihnya.

"A-ah, kau sudah siuman rupanya." Berusaha tersenyum, Taehyung meletakkan kotak obat yang sedari tadi ia genggam sembari mendaratkan bokong untuk duduk di antara keduanya.

Gadis itu mengerjapkan kedua matanya perlahan beberapa kali. Dia? Siuman?

Mengetahui kebingungan gadis tersebut, Taehyung menghela nafas. Dasar, Jimin bahkan belum menjelaskan apa-apa padanya tetapi sudah berani memeluk anak gadis orang. "Kau pingsan tadi. Untungnya Jimin segera mendekapmu sebelum kepalamu jatuh menyentuh tanah." Taehyung melirik Jimin. Gadis itu mengikuti kemana pupilnya mendarat, tepat kepada pria berpipi berisi yang beberapa waktu lalu merangkulnya. Mengingat kejadian tadi tentu membuat keduanya tertunduk menahan malu serta rona merah.

fireflies and weeds Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang